Monday, September 8, 2014

MEREDAM PENYEBARAN FAHAM RADIKAL “ISIS”

MEREDAM PENYEBARAN FAHAM RADIKAL “ISIS” MELALUI OPTIMALISASI SINERGITAS 3 PILAR (PEMERINTAH, TNI dan POLRI)



Beberapa bulan terakhir pemberitaan berbagai media sedang hangat-hangatnya memberitakan tentang Kelompok gerilyawan Negara Islam Irak dan Suriah (ISIS) belakangan ini makin menghebohkan umat Islam di seluruh dunia, karena disebut-sebut bakal menghancurkan Kabah.  Tekad kelompok radikal bersenjata ISIS (Islamic State of Iraq and Syria) berencana memperluas daerah kekuasaannya di wilayah Afrika Utara hingga ke Asia Tenggara. Rencana perluasan kekuasaan ISIS itu beredar luas di Internet setelah peta menunjukkan perluasan wilayah itu menyebar di media sosial Twitter dan Indonesia termasuk menjadi negara incaran ISIS.
Ekspansi yang dilakukan ISIS hingga ke Indonesia, yang menurut media telah merambah hingga ke berbagai daerah di nusantara ini, merupakan suatu permasalahan yang besar yang harus diwaspadai, sebab ini akan merusak dan juga menghancurkan pundi pundi kehidupan bangsa, dan juga merusak kedaulatan sebuah negara, dimana Indonesia adalah Negara kesatuan yang utuh dengan  pancasila dan undang undang akan menjadi ancaman besar apabila, pendekatan ISIS dengan semangat sektarianisme terhadap umat islam yang ada di Indonesia. 
Hingga saat ini ancaman dan tekad kelompok ini terbukti sudah mulai menyebarkan fahamnya di daerah Republik Indonesia Kita Tercinta, hal ini terlihat beberapa bukti yang mencuat baik di media massa maupun di dunia maya yang memperlihatkan adanya baiat terhadap sejumlah WNI, ada pula yang diberangkatkan untuk berjihad di Suriah dan Irak. Bukti mulai merambahnya faham Islam radikal kelompok ISIS ini pertama kali mencuat dengan adanya video yang di unggah di jejaring social “you tube” Video itu memperlihatkan seorang pria Indonesia bernama Abu Muhammad al-Indonesi tengah memberikan pesan untuk bergabung dengan ISIS, tidak berhenti di situ beberapa waktu kemudian sosial media dihebohkan dengan foto anak-anak dari Indonesia yang berpose dengan bendera ISIS. Dua bocah itu pun menggenggam pistol mainan. Ada tulisan dalam bahasa Inggris di dinding. "Untuk para pahlawan kami di ISIS. Kami anak-anakmu dan pendukungmu dari Indonesia. Jayalah ISIS." Ada juga kejadian bendera ISIS berkibar di Bundaran HI dalam sebuah unjuk rasa menentang Israel. 
Lebih miris lagi desas-desus bermunculannya organisasi Islamic State of Iraq and Syria (ISIS) di Jawa Timur, tampaknya, bukan sekadar kabar angin masih di bulan Agustus ketua ISIS Jatim itu juga diketahui pernah menampung sejumlah teroris ternama di rumahnya ditangkap Tim Densus 88. Tertangkapnya Ketua ISIS Jawa Timur yang bernama Abu Fida memiliki peran penting terkait dengan suplai teroris di Indonesia. Di Surabaya, dia menjadi tempat jujukan para terduga teroris. Bahkan, tempat tinggalnya di Sidotopo Lor dijadikan transit sekaligus persembunyian sejumlah teroris ternama. Antara lain, Dr Azhari dan Noordin M. Top. Di rumah itu, Abu Fida juga pernah menyembunyikan M. Hidayat alias Dayat yang ditembak mati di Tulungagung serta Galih Aji Satria yang tertangkap di Jakarta saat membawa bom dengan tujuan Makassar.
Kenyataan lain salah seorang Panglima ISIS di Suriah Salim Mubarok Attamimi atau yang lebih biasa dipanggil Ustaz Salim Attamimi adalah pria asli Malang meski Salim bersama istri dan anak-anaknya telah hijrah ke Suriah namun terakhir ia diketahui pulang ke Malang dan balik ke kampung idamannya di Timur Tengah itu, sebelum Ramadan. Kalangan intelijen menyebut Salim ini punya peran sangat penting. Ia disebut-sebut memiliki pasukan sendiri, yang berasal dari pendukung ISIS asal Indonesia, sehingga ia biasa juga disebut Panglima ISIS dari Indonesia.
Kehadiran Faham Radikal ISIS di Indonesia khususnya di Jawa Timur ini tidak bisa pandang sebelah mata, karena ISIS itu suatu organisasi pergerakan yang berpaham radikal. Yang gunakan kekerasan demi memperjuangkan apa yang diyakininya. Mereka ingin perjuangkan negara Islam di Irak dan Suriah, hanya saja mereka mengatasnamakan Islam untuk merekrut para calon Mujahidnya sehingga para anak muda yang direkrut akan tertarik untuk ikut berjuang menegakkan Islam, padahal kalau kita pahami secara sederhana inti dari dakwah Islam adalah mengajak dan merangkul semua kalangan dengan cara-cara yang baik dan penuh hikmah. Bukan dengan menebar ketakutan dan kekerasan.
Esensi semua agama adalah menyebarkan kasih sayang, mendorong perbuatan kebajikan dan mencegah perbuatan buruk, bukan menyebarkan kebencian, apa jadinya jika suatu saat dengan semakin membesarnya faham ini di Indonesia akan ada pemaksaan untuk mengikutinya, bisa di bayangkan kekacauan dan ketakutan akan menghantui rakyat di Negara kita. Jelas-jelas di kaki burung Garuda sebagai dasar Negara kita menggenggam sebuah pita bertuliskan Bhineka Tunggal Ika yang menunjukkan dan dirumuskan untuk menjamin hak setiap umat beragama dalam menjalankan keyakinan dan kepercayaannya, Bhineka Tunggal Ika yang dirumuskan pendiri bangsa telah menjadi prinsip dasar bangsa Indonesia jadi sudah kewajiban kita semua untuk mendukung pemerintah untuk tidak membiarkan elemen-elemen yang melakukan kekerasan dan memecah belah kerukunan umat beragama di negara kita.

ISIS dan Sejarahnya
Pada awal terbentuknya ISIS sebelumnya adalah bagian dari Al-Qaidah. Dibawah kepemimpinan Abu Bakar al-Baghdadi ISIS sempat menyatakan diri bergabung dengan Front Al Nusra, kelompok yang menyatakan diri sebagai satu-satunya afiliasi Al-Qaidah di Suriah. Namun karena metode ISIS/ISIL dianggap bertentangan dengan Al-Qaidah lantaran telah berbelok dari misi perjuangan nasional dengan menciptakan perang sektarian di Irak dan Suriah, ISIS dianggap tidak lagi sejalan dengan Al-Qaidah. Sebagai balasannya, Front Al-Nusra lalu melancarkan serangan perlawanan terhadap ISIS/ISIL guna merebut kembali kontrol atas Abu Kamal, wilayah timur Suriah yang berbatasan dengan Irak. Namun karena kebrutalan dan ambisi dari ISIS yang tidak segan melakukan penyiksaan bahkan pembunuhan terhadap para penentangnya, ISIS bisa menguasai sebagian besar wilayah Irak. Bahkan dibawah kepemimpinan Abu Bakar Al-Baghdadi ISIS mendeklarasikan Negara Islam di sepanjang Irak dan Suriah dan juga menyatakan Al-Baghdadi akan menjadi pemimpin bagi umat muslim di seluruh dunia.
Abu Bakar Al-Baghdadi pada 15 Mei 2010 diangkat menjadi pemimpin baru yaitu untuk menggantikan Abu Umar Al Baghdadi yang telah meninggal. Seiring dengan Revolusi di Jazirah Arab yang dikenal dengan Musim Semi Arab dalam menumbangkan para diktator seperti yang terjadi di Tunisia, Libya dan Mesir, maka terjadi pula revolusi di Suriah, hanya saja demonstrasi rakyat di Suriah disambut dengan kekerasan dari Tentara Presiden Bashar Assad. Akibatnya Rakyat Suriah melakukan perlawaan dalam kelompok-kelompok bersenjata. Kelompok-kelompok ini dibantu oleh para pejuang dari luar negeri termasuk dari Negara Islam Irak. Dan ketika kelompok-kelompok pejuang rakyat Suriah ini akhirnya mampu membebaskan beberapa kota termasuk wilayah perbatasan dengan Irak maka menyatulah beberapa kota di Irak dan di Suriah dalam kontrol Negara Islam Irak.
Kelompok Radikal ISIS dianggap lebih berbahaya ketimbang Al-Qaidah karena mempunyai ribuan personel pasukan perang, yang siap mendeklarasikan perang terhadap mereka yang dianggap bertentangan atau menentang berdirinya negara Islam. Kelompok ini menjelma menjadi kekuatan politik baru yang siap melancarkan serangan yang jauh lebih brutal daripada Al-Qaidah. Gerakan revolusi yang mulanya mempunyai misi mulia untuk menggulingkan rezim otoriter ini berubah menjadi tragedi. ISIS menjadi sebuah kekuatan baru yang siap melancarkan perlawanan sengit terhadap rezim yang berkuasa yang dianggap tidak mampu mengemban misi terbentuknya negara Islam. Ironisnya, mereka mengabsahkan kekerasan untuk menindas kaum minoritas dan menyerang rezim yang tidak sejalan dengan paradigma negara Islam. ISIS menjadi kekuatan politik riil dengan ideologi yang jelas dan wilayah yang diduduki dengan cara-cara kekerasan.
Tujuan Kelompok Radikal ISIS
Pembentukan negara Islam murni telah menjadi salah satu tujuan utama dari ISIS pada awal hingga terbentuknya. Salah satu "perbedaan yang signifikan" antara Front Al-Nusra dan ISIS adalah bahwa ISIS "cenderung lebih fokus pada membangun pemerintahan sendiri di wilayah yang ditaklukkan". Sementara kedua kelompok berbagi ambisi untuk membangun sebuah negara Islam, ISIS dengan "jauh lebih kejam ... melakukan serangan sektarian dan memaksakan hukum syariah secara segera". ISIS akhirnya mencapai tujuannya pada tanggal 29 Juni 2014, ketika itu dihapus "Irak dan Levant" dari namanya, dengan mulai menyebut dirinya sebagai Negara Islam, dan menyatakan wilayah okupasi di Irak dan Suriah sebagai kekhalifahan baru.
Pada akhirnya Persatuan Ulama Muslim Se-Dunia (IUMS), yang dipimpin oleh Syaikh Yusuf Qaradhawi, Pada tanggal 4 Juli 2014 mengeluarkan pernyataan bahwa deklarasi khilafah yang dilakukan ISIS untuk wilayah di Irak dan Suriah tidak sah secara syariah Islam. Pada pertengahan 2014, kelompok ini merilis sebuah video berjudul "The End of Sykes-Picot" berbahasa Inggris kebangsaan Chili bernama Abu Safiya. Video ini mengumumkan niatan kelompok ini untuk menghilangkan semua perbatasan modern antara negara-negara Islam Timur Tengah, khususnya mengacu pada perbatasan yang ditetapkan oleh Perjanjian Sykes-Picot selama Perang Dunia I.
Lembaga Pusat  Kegiatan ISIS
ISIS yang mengklaim gerakannya sebagai Negara Islam Irak dan Syam mendirikan satu lembaga pusat khusus yang membawahi berbagai aktivitas Negara terkait pelayanan publik. Departemen itu bernama “Al Idaaroh Al Islaamiyyah lil Khidmati al ‘Aammah” atau ↵yang berarti “Administrasi Islami Untuk Pelayanan Publik”, dengan dikepalai oleh seorang Direktur bernama Abu Jihad asy Syami. Kantor Al Idaaroh Al Islamiyyah menyediakan semua layanan kebutuhan dasar bagi warga dan kebutuhan umum lain seperti air, listrik , tepung (sembako), perawatan fasilitas umum, kebersihan lingkungan jalur komunikasi, sampai transportasi umum.Dalam penyediaan listrik dan saluran komunikasi, Al Idarooh Al Islamiyyah merilis daftar tarif ↵listrik hingga batas maksimal serta tarif internet dengan harga murah.Al Idarooh Al Islamiyyah sudah bekerja di hampir seluruh penjuru negeri, terutama Suriah Utara yang menjadi basis terkuat Negara Islam Irak dan Syam.
Propaganda dan media sosial
Propaganda yang dilakukan Kelompok Radikal ISIS ini menggunakan bentuk  efektif propaganda. Pada bulan November 2006, tak lama setelah pembentukan Negara Islam Irak, kelompok mendirikan Institut Produksi Media al-Furqan, yang memproduksi CD, DVD, poster, pamflet, dan produk propaganda-web terkait. Outlet utama Media ISIS ini adalah I'tisaam Media Foundation, yang dibentuk Maret 2013 dan mendistribusikan melalui Global Islamic Media Front (GIMF). Pada tahun 2014, ISIS mendirikan Al Hayat Media Center, yang menargetkan audiens Barat dan menghasilkan materi dalam bahasa Inggris, Jerman, Rusia dan Perancis. Pada tahun 2014 juga meluncurkan Ajnad Media Foundation, yang melantunkan nasyid jihad. 
Penggunaan media sosial oleh ISIS telah dijelaskan oleh seorang pakar sebagai "mungkin lebih mutakhir dari [bahwa] sebagian besar perusahaan AS". Secara teratur mengambil keuntungan dari media sosial, khususnya Twitter, untuk menyebarkan pesan melalui penyelenggaraan kampanye lewat hashtag, mendorong Tweets pada hashtags populer, dan memanfaatkan aplikasi perangkat lunak yang memungkinkan propaganda ISIS untuk didistribusikan ke akun pendukungnya. Komentar lain adalah bahwa "ISIS lebih menekankan pada media sosial daripada kelompok-kelompok jihad lainnya. ... Mereka memiliki kehadiran di media sosial yang sangat terkoordinasi." Meskipun media sosial ISIS di Twitter secara teratur ditutup, mereka sering membuat kembali, mempertahankan kehadirannya di online yang kuat. Kelompok ini telah berusaha untuk merambah ke cabang situs media sosial alternatif, seperti Quitter, Friendica dan Diaspora; Quitter dan Friendica, bagaimanapun, segera menghapus kehadiran ISIS dari situs mereka.
Sumber Pendanaan 
Dari sebuah sumber diketahui 200 dokumen -surat pribadi, laporan pengeluaran dan daftar nama- diambil dari keanggotaan Al-Qaeda di Irak dan Negara Islam Irak yang dilakukan oleh RAND Corporation pada tahun 2014. Ditemukan bahwa dari tahun 2005 sampai 2010, sumbangan dari luar hanya sebesar 5% dari anggaran operasional kelompok, dengan sisanya dibesarkan di Irak. Dalam periode waktu yang diteliti, pos-pos yang diperlukan untuk mengirim hingga 20% adalah pendapatan hasil dari penculikan, pemerasan dan kegiatan lainnya ke tingkat berikutnya dari pemimpin kelompok itu. Komandan tingkat tertinggi kemudian akan mendistribusikan dana untuk pos-pos provinsi atau lokal yang sedang dalam kesulitan atau membutuhkan uang untuk melakukan serangan. Catatan menunjukkan bahwa Negara Islam Irak tergantung pada uang tunai anggota dari Mosul, yang kepemimpinan digunakan untuk menyediakan dana tambahan untuk berjuang secara militan di Diyala, Salahuddin dan Baghdad. 
Pada pertengahan 2014, intelijen Irak mengorek informasi dari operasi ISIS yang mengungkapkan bahwa organisasi memiliki aset senilai US $ 2 miliar, menjadikannya kelompok jihad terkaya di dunia. Sekitar tiga perempat dari jumlah ini dikatakan diwakili oleh aset yang disita setelah kelompok mengambil Mosul pada bulan Juni 2014, termasuk mungkin US $ 429.000.000 dijarah dari bank sentral Mosul, serta jutaan tambahan dan sejumlah besar emas batangan yang dicuri dari bank lain di Mosul. 
ISIS secara rutin melakukan pemerasan, dengan menuntut uang dari sopir truk dan mengancam akan meledakkan bisnis, misalnya. Merampok bank dan toko emas telah menjadi sumber pendapatan lain. Kelompok ini secara luas dilaporkan telah menerima dana dari pendonor swasta di negara-negara Teluk, baik Iran dan Perdana Menteri Irak Nouri al-Maliki menuduh Arab Saudi dan Qatar telah mendanai ISIS, meskipun tidak dilaporkan ada bukti bahwa hal ini terjadi. 
Kelompok ini juga diyakini menerima dana yang cukup besar dari operasinya di Timur Suriah, di mana ia telah mengkomandoi ladang minyak dan terlibat dalam menyelundupkan bahan baku dan artefak arkeologi. ISIS juga menghasilkan pendapatan dari produksi minyak mentah dan menjual tenaga listrik di Suriah utara. Beberapa listrik ini kabarnya dijual kembali kepada pemerintah Suriah.
Kekuatan Persenjataan
Kelompok Radikal ISIS dalam beberapa aksinya telah menggunakan rudal Stinger ke udara, M198 howitzer, senjata DShK yang dipasang pada truk, senjata anti-pesawat, tembak dorong otomatis dan setidaknya satu rudal Scud. Ketika ISIS menaklukan Mosul pada bulan Juni 2014, mereka menyita sejumlah helikopter Blackhawk UH-60 dan pesawat kargo yang ditempatkan di sana.ISIS menangkap bahan nuklir dari Mosul University pada Juli 2014. Dalam sebuah surat kepada Sekretaris Jenderal PBB Ban Ki-moon, duta PBB Irak, Mohamed Ali Alhakim mengatakan bahwa bahan-bahan tersebut telah disimpan di universitas dan "dapat digunakan dalam pembuatan senjata kehacuran massal". Ahli nuklir menganggap sebagai ancaman signifikan. Juru bicara Badan Tenaga Atom Internasional Gill Tudor mengatakan bahwa bahan-bahan yang disita adalah "kelas rendah dan tidak akan menyajikan keselamatan, keamanan yang signifikan atau resiko proliferasi bagi nuklir".
Kenapa Harus Menentang Kehadiran ISIS di Indonesia
Sebagai Negara Islam besar Negara kesatuan Indonesia yang utuh ini tetaplah harus dijaga dan dipelihara, filterasi datangnya pemahaman asing, pelajari keyakinan secara konseptual, dan kontekstual, dan juga tindakan toleransi dan solidaritas antar sesama. Sebab dengan semangat persatuan dan kesatuan serta berpegang teguh pada Pancasila sebagai falsafah bangsa, maka Indonesia akan tetap menjadi bangsa yang Bhineka Tunggal Ika. 
Kalau kita cermati ISIS merupakan sebuah pergerakan yang dibentuk karena konflik Sunni dan Syiah di Irak dan Suriah. ISIS bertujuan menumbangkan pimpinan Irak dan Suriah yang berafiliasi Syiah, sehingga tidak relevan bagi warga negara Indonesia untuk ikut bergabung dengan ISIS. Dikarenakan Umat Islam Indonesia yang semakin cerdas dan tidak akan mudah terpengaruh maka ISIS lebih menargetkan paham radikalnya ke generasi muda Islam yang dianggap mereka masih labil untuk dapat dipengaruhi dan bergabung dengan mereka. 
Ada beberapa logika yang mendasar kenapa kita sebagai bangsa Islam yang sangat menghargai pluralisme harus menentang kehadiran Faham Radikal ISIS ini untuk masuk ke Indonesia. 
1) konsep kekhalifahan Islam tidak bisa dipaksakan berdiri di Indonesia yang memiliki karakter masyarakat majemuk dan multiagama
2) Kita tidak melihat organisasi ini sebagai aliran baru dalam Islam. ISIS atau 'Iraqi-Syiria of Islamic State' lebih merepresentasikan dirinya sebagai gerakan politik yang berorientasi kekuasaan namun dibungkus dengan kedok agama, dimana mayoritas penduduk kita adalah muslim sehingga sangat rentan dipengaruhi dengan dalih berjuang atas nama Islam, oleh karena itu masyarakat muslim dihimbau agar tidak terpengaruh paham ekstremisme Islam yang dibawa jaringan ISIS di Indonesia, karena gerakan ini pada dasarnya berorientasi politik-kekuasan yang dibungkus agama sebagai kedok.
3) Apa yang dilakukan ISIS di Irak dan Suriah dengan menghancurkan simbol-simbol keagamaan, seperti makam nabi Yunus dan sebagainya sangat bertentangan dengan ajaran Islam. Jangankan makam nabi, makam leluhur dan pahlawan bangsa saja kita wajib menghormati, apalagi ini seorang rasul yang diakui dalam Islam.
4) ISIS dibentuk karena konflik Sunni dan Syiah di Irak dan Suriah. ISIS bertujuan menumbangkan pimpinan Irak dan Suriah yang berafiliasi Syiah, sehingga tidak relevan bagi warga negara Indonesia untuk ikut bergabung dengan ISIS. Umat Islam Indonesia semakin cerdas dan saya yakin tidak akan mudah terpengaruh. ISIS menargetkan generasi muda Islam yang labil untuk dapat dipengaruhi dan bergabung dengan mereka 
5) aktivitas ISIS dan ideologi mereka melenceng dari NKRI. Apalagi mereka menentang Pancasila sebagai ideologi negara. Perbuatan orang yang tergabung dalam ISIS sangat tidak sesuai dengan Bhineka Tunggal Ika. Sehingga orang yang terlibat di dalamnya tidak cocok untuk tinggal di Indonesia.
Sikap seharusnya terhadap Isis
ISIS sebagai sebuah gerakan yang menganggap pemahaman di luar dirinya salah. Orang-orang Khawarij inilah yang pada zaman dulu tidak setia pada khalifah Ali bin Abi Thalib dan memerintahkan untuk membunuh Ali dan pemimpin Islam lainnya. Pada banyak hal, neo-Khawarij ini diidentikkan dengan al-Qaeda yang dipimpin oleh Osama bin Laden yang kemudian dilanjutkan oleh Ayman al-Zawahiri.
Adanya propaganda ISIS yang berhasil mengecoh banyak orang itu harus disikapi dengan tegas. Penafsiran jihad secara serampangan dan sepihak seperti yang dilakukan al-Zawahiri dan ISIS jelas merusak martabat dan jati diri Islam sebagai agama yang damai dan penuh kasih sayang. Itu juga mereduksi makna jihad yang sebetulnya anjuran untuk berbuat secara sungguhsungguh untuk mengabdi kepada Allah dan menciptakan kebaikan di muka bumi ini.
Pembajakan makna jihad dengan mengajak menyerang, membunuh, membantai, dan menyiksa orang-orang yang di luar golongannya jelas-jelas merugikan Islam. Perbuatan kaum Khawarij dan neo-Khawarij yang membuat perpecahan dan pembunuhan ini sudah terbukti dalam sejarah Islam sejak zaman dahulu. Hal ini sangat bertentangan dengan Islam sebagai agama yang rahmatan lil alamin, selain itu orang dengan kadar keislaman yang dalam indikator kurang paham dengan Islam umumnya cenderung mencari pengetahuan keislamannya tidak lagi pada ulama yang otoritatif atau ke lembaga pendidikan Islam yang kompeten. Mereka lebih suka pergi dan bertanya pada internet untuk menemukan jawaban-jawaban atas problem sosial keagamaan yang mereka hadapi.
Dalam kenyataannya fenomena ISIS ini oleh sebagian orang dianggap tidak terlalu membahayakan, namun jika dibiarkan begitu saja, tentu ia akan menjadi gerakan besar. Karena itu, pemerintah harus bersikap tegas terhadap gerakan ISIS ini. Sikap tegas ini bukan berarti melakukan tindakan penyergapan seperti yang dilakukan Densus 88. Namun, sikap tegas ini berupa pemerintah harus mengantisipasi secara dini terhadap organisasi-organisasi dan orang-orang yang berpotensi bergabung dengan ISIS.


 Antisipasi Penyebaran Faham Radikal ISIS di Indonesia
Ideologi politik ekstrem yang menunggangi agama seperti yang diperkenalkan ISIS ini menuntut sikap cerdas dari berbagai pihak untuk meredam penyebarannya di negara kita, dalam hal ini peran aktif pemerintah dan ulama dengan menyebarkan pemahaman ajaran Islam yang benar karena di masyarakat beredar tafsir yang menyimpang dan parsial. Selanjutnya adalah menyosialisasikan dengan intensif bahaya pemikiran ekstrem ini, hal lain yang dilakukan di dunia pendidikan adalah memasukkan paham Islam sebagai agama yang moderat dan mengedepankan akhlak yang baik ke dalam kurikulum pendidikan dasar hingga pendidikan tinggi. Terkait dengan penggunaan media sebagai penyebar utama Faham radikal ini para pihak harus mendorong pemerintah untuk mengontrol dan mengawasi media sosial dan media massa yang kerap menjadi media penyebaran pemikiran ini. Sementara yang berkaitan dengan keadaan ekonomi di Indonesia adalah pemerintah harus membuat program yang dapat membuka lapangan pekerjaan seluas-luasnya karena dengan kesejahteraan dan kesibukan akan mengurangi kesempatan mereka berinteraksi dengan kelompok ekstremis yang lebih banyak menyasar pengembangan fahamnya kepada mereka yang berstatus pengangguran.
Perhatian di bidang kesejahteraan ini perlu dicermati oleh pemerintah karena pada awalnya kelahiran gerakan ekstremis seperti Negara Islam di Irak dan Suriah (ISIS) dilatarbelakangi motif ekonomi. Agama semata-mata dijadikan sebagai bungkus gerakan mereka hal ini bisa dilihat dari indikasi mereka yang mengikuti gerakan ini berasal dari kelompok orang pandir atau terbelakang pemikirannya. Mereka putus sekolah dan belum matang pemikiran dan pengalamannya.
Optimalisasi Peran 3 Pilar 
Peran di tingkat nasional melalui peran pemerintah tentunya harus di dukung oleh peran serta jajaran di tingkat bawah, hal ini bertujuan untuk semakin mempersempit gerak dan laju dari para aktivis Faham Radikal ISIS ini untuk semakin menyusup ke masyarakat dalam memperluas pengaruhnya.
Dengan mengintensifkan kembali program Sinergi Tiga Pilar Pemeliharaan Ketertiban dan Keamanan nasional baik di tingkatan Kota/Kabupaten, dalam wujud optimalisasi program Sinergi Tiga Pilar yang melibatkan kerjasama antara Kepolisian, Pemerintah Daerah dan TNI diharapkan nantinya berhasil mereduksi bahkan bila perlu menghambat sama penyebaran Ideologi Radikal seperti yang dilakukan oleh Para Aktivis ISIS ini kepada  anggota masyarakat.

Optimalisasi Tiga Pilar ini paling tidak kembali mengoptimalkan Pertemuan rutin di antara ketiga pilar ini, baik di tingkat Kabupaten (Kapolres, Walikota/Bupati dan Dandim) atau di tingkat Kecamatan (Kapolsek, Camat, Danramil) serta tingkat Desa/Kelurahan (Bhabinkamtibmas, Kepala Desa/Kepala Kelurahan dan Babinsa) dengan adanya kerjasama di lapangan antar anggota, ketiga jajaran menghasilkan solusi yang menjadikan ruang gerak anggota Faham Radikal ini semakin menyempit. Di tingkat Kecamatan hingga desa atau kelurahan dengan ujung tombak jajaran Babinsa, Bhabinkamtibmas,  bersama-sama masyarakat menjaga wilayahnya, dengan demikian keamanan desa atau kelurahan akan dalam situasi terjaga, dimana ada acara atau kegiatan baik berupa perkumpulan atau pembaiatan anggota dari para penyebar Faham Radikal ini akan cepat dapat ditanggulangi oleh para pihak yang terkait di dalamnya. 

Karena seperti kita ketahui sinergitas adalah merupakan jalinan kesatuan persepsi, keterpaduan, sinkronisasi dan harmonisasi. Tiga Pilar adalah merupakan bagian program dalam pengamanan wilayah yang terdiri dari Bhabinkamtibmas, Babinsa dan Lurah/Kepala Desa yang ketiganya saling bahu-membahu, kerjasama menjaga Kamtibmas, di wilayah masing-masing. Hal ini diperlukan karena Babinsa sebagai ujung tombak keamanan negara harus lebih cermat dan mewaspadai setiap gerakan yang mencurigakan di wilayahnya, Ini sebagai upaya awal menangkal perkembangan ISIS serta bisa membatasi sistem perekrutan anggota baru, karena pola rekrutmen yang dilakukan ISIS berbeda dari sebelumnya. Saat ini rekrutmen dilakukan secara terbuka karena harus dengan baiat. Selain itu masyarakat agar ikut membantu 
melaporkan jika ada aktivitas warga atau kelompok masyarakat yang mencurigakan. Lebih-lebih peran para ulama, guru ngaji, ustad, guru agama. Untuk dapat memberikan pemahaman tentang jihad yang benar yang sesuai sariat agama.
Kewaspadaan terhadap ISIS tidak hanya disadari oleh aparat saja tetapi mesti disadari umat Islam dan semua pihak. Antisipasi membendung penyebarannya juga penting dilakukan secara sistemik. Namun demikian setiap penyikapan mesti dilakukan secara bijak dan tidak justru kontra produktif bagi dinamika Islam sendiri. Satu hal yang mesti diantisipasi adalah mencegah terjadinya deislamisasi atau penghilangan harkat Islam secara masif dan tidak disadari umat Islam. Beberapa prinsip penting diperhatikan baik oleh ketiga pilar pemelihara ketertiban dan keamanan nasional maupun masyarakat adalah
1) membendung penyebaran dengan tidak melakukan generalisasi. Pergerakan dan penyebaran ISIS menggunakan jalur inti dari pusat aktivitas umat Islam, seperti masjid, TPA, pengajian, dan lainnya. Hal ini bukan kemudian bisa dijawab dengan mengatur dan memperketat aktivitas di tempat-tempat tersebut. Kondisi demikian justru akan menjadi deislamisasi yang merugikan perkembangan bangsa. Penyikapan mesti secara kasuistik berdasarkan data akurat. Untuk itu diperlukan masyarakat agar ikut membantu melaporkan jika ada aktivitas warga atau kelompok masyarakat yang mencurigakan.
2) Bekerjasama dengan ulama setempat dalam melakukan penguatan aspek spiritual umat Islam. Pemahaman Islam secara komprehensif penting diberikan. Sektor-sektor formal dapar mewadahinya melalui 
3) beberapa mekanisme, seperti pendampingan atau tutorial agama di sekolah dan perguruan tinggi, pengajian rutin di kantor-kantor, dan lainnya. Hal ini penting guna mempersempit ruang gerak ISIS dalam mencari sasarannya.
4) Penanganan dini harus segera dilakukan dengan bekerja sama antara komponen 3 pilar dengan pemerintah sebelum perkembangan ISIS melebar. 

Terlebih hal ini perlu dilakukan untuk  melindungi generasi muda kita, anak-anak kita penerus bangsa ini dari pengaruh buruk dan paham radikal ISIS tersebut. Semoga generasi muda Islam Indonesia semakin cerdas dan tidak mudah diperdayai oleh pihak-pihak yang kurang cermat dalam menafsirkan Al-Quran. Karena sesungguhnya ISIS bukanlah untuk Indonesia terlebih lagi bukanlah wadah untuk mewujudkan Jihad melainkan paham sesat yang dapat merusak generasi penerus bangsa ini.
Sebagai penutup sekarang melihat bahwa ketika ISIS menjadi musuh bersama, ada beberapa organisasi yang juga sering melakukan kekerasan baik verbal maupun nonverbal terhadap kelompok lain juga turut mengutuk ISIS. Organisasi-organisasi itu perlu diperhatikan secara serius oleh pemerintah sebelum bermetamorfosis menjadi organisasi seperti ISIS ketika berjumpa dengan momentumnya seperti di Irak dan Suriah.

Guna mengantisipasi hal ini pemerintah perlu kembali memantapkan 3 pilar pemeliharaan dan ketertiban nasional di level paling bawah serta di tingkat lebih atas tentu saja pemerintah harus menggandeng organisasi-organisasi yang selama ini telah terbukti komitmennya pada negara seperti Muhammadiyah dan NU untuk melakukan kerja-kerja pencegahan terhadap proliferasi gerakan ISIS. Koordinasi pemerintah dengan  dua organisasi ini penting dilibatkan karena memiliki jaringan yang luas di seluruh Indonesia dan bisa langsung bersentuhan dengan umat di bawah. Kita berharap sinergi 3 Pilar ini setidaknya mampu meredam penyebaran Faham Radikal ISIS tetapi lebih dari itu Faham Radikal ISIS ini juga secepatnya segera punah dari bumi Indonesia karena gerakan ini hanya membawa kekhawatiran dan konflik.
Akhir kata dengan bertambahnya usia Republik ini yang tanpa terasa telah berusia 69 Tahun, telah menunjukkan bahwa Bangsa ini semakin tahu mana yang harus di ikuti dan mana yang harus di tinggalkan bahkan mesti di berangus di bumi pertiwi ini. Diharapkan masyarakat semakin sadar gerakan ISIS berpotensi untuk melakukan gerakan makar kepada pemerintahan sah Indonesia dan dapat menggangu nilai-nilai persatuan dan kesatuan dalam tatanan masyarakat. Dengan kata lain, sudah sangat jelas bahwa pahaman yang dianut dan disebarkan oleh kelompok ISIS sangat bertentangan dengan idiologi Negara, yaitu Pancasila. Sementara bagi para pengikut ISIS, mereka memandang bahwa Pancasila adalah thagut atau berhala yang harus diperangi dan dihancurkan. Dan tentunya pandangan seperti itu bukan lagi dipandang sebagai bertentangan dengan Pancasila, melainkan mereka adalah musuh nyata bagi falsafah bangsa dan Negara.
Di Usia yang ke 69 Tahun Republik ini Pemerintahan Republik Indonesia wajib dan dapat mewujudkan serta mencipkan jati dirinya yang memiliki idialis kuat terhadap Pancasila itu sendiri, artinya pemerintahan Republik Indonesia dari tingkat daerah sampai dengan tingkat pusat benar-benar dapat melaksanakan apa yang terkandung di dalam makna Idiologi Pancasila beserta Bhinneka Tunggal Ika-nya.


DR. H. Rumadi, SE., SH., M.Hum
Ajendam V/Brawijaya

No comments:

Post a Comment

Sudah Saatnya Dilakukan Deradikalisasi di Tubuh TNI-Polri

D. Jarwoko Peristiwa penusukan Menko Polhukam Wiranto oleh anggota Jamaah JAD di Menes, Pandeglang beberapa hari lalu setidaknya membua...