UPAYA DALAM MENGOPTIMALKAN
IMPLEMENTASI
KURIKULUM 2013
Oleh
OLEH: DR. H. RUMADI SE. SH, M.Hum.
A.
Latar Belakang
Seiring dengan perkembangan zaman, kurikulum mengalami perkembangan
yang siknifikan. Dengan keadaan yang semakin berkembang, teknologi yang semakin
canggih, dan perkembangan sains pada zaman sekarang, maka kurikulum disusun
menyesuaikan dengan perkembangan. Dari perkembangan maka kurikulum mengalami
perubahan dengan bertahap untuk menyesuaikan dengan keadaan dan perubahan agar
menjadi lebih baik.
Upaya penyempurnaan kurikulum demi mewujudkan sistem pendidikan Nasional yang kompetitif dan selalu relevan dengan perkembangan
zaman ini terus dilakukan. Hai ini sejalan dengan tujuan pendidikan nasional
kita untuk mewujudkan pendidikan yang berkualitas dan bermutu. Menghasilkan
produk pendidikan yang kreatif, mandiri, produktif, dan juga memiliki
karakter yang kuat.
Beberapa
upaya dapat dilakukan untuk optimalisasi (mengoptimalkan) implementasi
kurikulum 2013. Upaya-upaya tersebut adalah: mendongkrak prestasi, penghargaan
dan hadiah, membangun tim, program akselerasi, mengimplementasikan kurikulum
melalui budaya, melibatkan masyarakat, menghemat biaya pendidikan, sistem
informasi manajemen pendidikan dan membangun jiwa kewirausahaan.
Dengan disiapkannya kurikulum 2013 ini menjadi tantangan bagi para
guru (tenaga pendidik) untuk dapat menerapkan dan menyesuaikan kurikulum 2013. Pada
kurikulum 2013, guru tidak lagi dibebani dengan kewajiban
membuat silabus. Silabus dan bahan ajar di buat oleh pemerintah, sedangkan guru
hanya menyiapkan RPP dan media pembelajaran. Dengan perubahan yang terjadi guru
memaksimalkan dalam penyusunan materi yang berkaitan, penyampaian materi yang
disesuaikan dengan tingkat kemampuan berfikir peserta didik agar dapat
membangun karakter dan emosionalnya, serta penilaian yang sesuai.
Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi
yang terjadi seperti sekarang ini juga harus diikuti oleh setiap individu.
Begitupun dalam dunia pendidikan, guru harus mampu dan siap menghadapi
perubahan yang terjadi dilingkungannya
terutama dalam hal pendidikan. Dalam persiapan implementasi kurikulum
2013 masih banyak terjadi kekurangan yang bisa menghambat keberhasilan dari
tujuan kurikulum 2013.
Menurut Joko Susilo (2012:5),
pengertian kurikulum pada
dasarnya merupakan sejumlah mata pelajaran di sekolah atau di akademi/collage yang harus di tempuh oleh sisiwa
untuk mencapai tujuan sesuatu degree
(tingkat) atau ijazah. Jadi kurikulum merupakan proses/tahapan yang harus
dilalui oleh siswa untuk menyelesaikan semua mata pelajaran dan mencapai tujuan
yang ada di dalam sekolah. Sehingga dalam pengimplementasiannya prestasi belajar
adalah hasil yang diperoleh seseorang setelah menempuh kegiatan belajar,
sedangkan belajar pada hakekatnya merupakan usaha sadar yang dilakukan
seseorang untuk memenuhi kebutuhannya. Setiap kegiatan belajar yang dilakukan
peserta didik akan menghasilkan prestasi belajar, berupa perubahan-perubahan
perilaku, yang oleh Bloom dan kawan-kawan dikelompokkan ke dalam kawasan
kognitif, afektif dan psikomotor. Perubahan perilaku sebagai hasil belajar
mempunyai ciri-ciri tertentu. Menurut Makmun (1999) ciri-ciri perubahan
perilaku hasil belajar adalah bersifat intensional, positif, dan efektif.
Ketika hal tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut:
Perubahan
perilaku hasil belajar bersifat internasional, artinya pengalaman atau praktek
latihan itu dengan sengaja dan disadari dilakukan dan bukan secara kebetulan.
Dengan demikian, perubahan karena kematangan, keletihan atau penyakit tidak
dapat dipandang sebagai hasil belajar.
Perubahan perilaku hasil belajar
bersifat positif, artinya sesuai dengan yang diharapkan (normatif), atau criteria keberhasilan (criteria of success), baik dipandang dari segi peserta didik
maupun dari segi guru. Misalnya: seseorang yang tidak bisa mengoprasikan
computer, melalui proses belajar mampu mengoperasikan computer dengan baik.
Rumusan Masalah
1.
Upaya apa yang ditempuh dalam
mengoptimalisasikan implementasi kurikulum 2013?
2.
Upaya apa yang ditempuh dalam mendongkrak
prestasi belajar dan faktor apa saja yang mempengaruhi prestasi belajar?
3.
Upaya apa yang ditempuh dalam
mengimplementasikan kurikulum melalui penghargaan dan hadiah, membangun tim,
program akselerasi, mengimplementasikan kurikulum melalui budaya, melibatkan
masyarakat, menghemat biaya pendidikan, sistem informasi
manajemen pendidikan dan membangun jiwa kewirausahaan.
PEMBAHASAN
Beberapa upaya dapat dilakukan untuk
mengoptimalkan implementasi kurikulum 2013. Upaya-upaya tersebut adalah:
mendongkrak prestasi, penghargaan dan hadiah, membangun tim, program
akselerasi, mengimplementasikan kurikulum melalui budaya, melibatkan
masyarakat, menghemat biaya pendidikan, penggunaan teknologi informasi dan membangun
jiwa kewirausahaan.
A. Mendongkrak Prestasi
Prestasi
belajar adalah hasil yang diperoleh seseorang setelah menempuh kegiatan
belajar, sedangkan belajar pada hakekatnya merupakan usaha sadar yang dilakukan
seseorang untuk memenuhi kebutuhannya. Setiap kegiatan belajar yang dilakukan
peserta didik akan menghasilkan prestasi belajar, berupa perubahan-perubahan
perilaku, yang oleh Bloom dan kawan-kawan dikelompokkan ke dalam kawasan
kognitif, afektif dan psikomotor. Perubahan perilaku sebagai hasil belajar
mempunyai ciri-ciri tertentu. Menurut Makmun (1999) ciri-ciri perubahan
perilaku hasil belajar adalah bersifat intensional, positif, dan efektif.
Ketika hal tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut:
Perubahan
perilaku hasil belajar bersifat internasional, artinya pengalaman atau praktek
latihan itu dengan sengaja dan disadari dilakukan dan bukan secara kebetulan.
Dengan demikian, perubahan karena kematangan, keletihan atau penyakit tidak
dapat dipandang sebagai hasil belajar.
Dari uraian di
atas dapat dipahami bahwa belajar bukan diarahkan oleh suatu kekuatan reflex,
tetapi dilaksanakan untuk memenuhi kebutuhan, sehingga seseorang akan
mempelajari apa yang seharusnya dilakukan. Dalam pada itu, belajar dilakukan
karena adanya kebutuhan, yang menimbulkan ketegangan dan mesti dipenuhi,
sehingga mendorong individu untuk mempergunakan pikiran dalam memenuhi
kebutuhan tersebut. Untuk mendongkrak prestasi belajar, kita harus memahami
faktor-faktor yang mempengaruhinya, karena prestasi belajar merupakan hasil
interaksi berbagai faktor, baik internal maupun eksternal.
Proses pembelajaran, khususnya yang
berlangsung di kelas sebagaian besar ditentukan oleh peranan guru. Peran guru
yang paling dominan adalah sebagai designer,
implementator, fasilitator, pengelola kelas, demonstrator, mediator, dan
evaluator.
·
Guru sebagai designer, yang bertugas merancang dan
merencanakan pembelajaran, serta mempersiapkan berbagai hal yang terkait dengan
pembelajaran. Persiapan pembelajaran
sering disebut juga rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP), yang perkembangannya
dilakukan berdasarkan analisis kebutuhan, karakteristik peserta didik,
karakteristik kelas serta faktor penunjang lainnya.
·
Guru sebagai implementator, yang bertugas
melaksanakan pembelajaran sesuai dengan rencana. Dalam hal ini guru harus dapat
berinteraksi dan berkomunikasi secara efektif dengan peserta didik, agar
terjadi perubahan perilaku pada diri mereka sesuai dengan yang direncanakan.
Peran guru sebagai implementator
dapat juga disebut sebagai eksekutor pembelajaran,
yang bertugas mengekskusi pembelajaran sesuai dengan yang telah direncanakan.
·
Guru sebagai fasilitator, yang bertugas memberikan
kemudahan belajar kepada peserta didik agar dapat membentuk kompetensi dan
mencapai tujuan secara optimal. Peran guru sebagai fasilitator erat kaitannya
dengan peran sebagai pengelola kelas, agar dapat mendukung pembelajaran.
·
Guru sebagai
pengelola kelas, yang bertanggung jawab memelihara lingkungan fisik kelasnya,
agar senantiasa menyenangkan untuk belajar dan mengarahkan serta membimbing
proses-proses intelektual, social, emosional, moral, dan spiritual di dalam kelas, serta mengembangkan kompetensi
dan kebiasaan bekerja dan belajar secara efektif di kalangan peserta didik.
·
Guru sebagai demonstrator, yang senantiasa dituntut
untuk menguasai materi pembelajaran dan mengembangkan kemampuannya dalam bidang
ilmu yang dimilikinya, karena hal ini akan sangat menentukan hasil belajar yang
dicapai oleh peserta didik.
·
Guru sebagai mediator, yang bertugas tidak hanya
sebagai penyampai informasi dalam pembelajaran, tetapi sebagai perantara dalam
hubungan antarmanusia, dengan peserta didik.
·
Guru sebagai evaluator, yang harus menilai proses dan
hasil belajar yang telah dicapai, serta memberikan umpan balik terhadap
keefektifan pembelajaran yang telah dilakukan.
Berhasil atau tidaknya peserta didik
belajar sehingga sebagian besar terletak pada usaha dan kegiatannya sendiri, di
samping faktor kemauan, minat, ketekunan, tekad untuk sukses, dan cita-cita
tinggi yang mendukung setiap usaha dan kegiatannya. Peserta didik akan berhasil
kalau berusaha semaksimal mungkin dengan cara belajar yang efisien sehingga
mempertinggi prestasi (hasil) belajar. Sebaliknya, jika belajar secara
serampangan, hasilnya pun akan sesuai dengan usaha itu, bahkan mungkin tidak
menghasilkan apa-apa. Hasil belajar bergantung pula pada cara-cara belajar yang
dipergunakan. Oleh karena itu, dengan mempergunakan cara belajar yang efisien
akan meningkatkan hasil belajar yang memuaskan.
Terdapat beberapa hal yang perlu
diperhatikan dalam mendongkrak prestasi belajar, antara lain keadaan jasmani,
keadaan sosial emosional, lingkungan, memulai pelajaran, membagi pekerjaan,
kontrol, sikap yang optimistis, menggunakan waktu, cara mempelajari buku, dan
mempertinggi kecepatan membaca peserta didik.
Keadaan jasmani, untuk mencapai hasil
belajar yang baik, diperlukan jasmani, untuk mencapai hasil belajar yang sehat,
karena belajar memerlukan tenaga,
apabila jasmani dalam keadaan sakit, kurang gizi, kurang istirahat maka
tidak dapat belajar dengan efektif. Keadaan sosial emosioanl, peserta didik
yang mengalami kegoncangan emosi yang kuat, atau mendapat tekanan jiwa,
demikian pula anak yang tidak disukai temannya tidak dapat belajar secara
efektif, karena kondisi ini sangat mempengaruhi konsentarsi pikiran, kemauan
dan perasaan.
Keadaan lingkungan, tempat belajar
hendaknya tenag, jangan diganggu oleh perangsang-perangsang dari luar, karena
untuk belajar diperlukan konsentrasi pikiran. Sebelum belajar harus tersedia
cukup bahan dan alat-alat serta segala sesuatu yang diperlukan. Memulai
pelajaran, memulai pelajaran harus tepat pada waktunya, bila merasakan
keengganan, atasi dengan suatu perintah kepada diri sendiri untuk memulai
pelajaran tepat pada waktunya. Membagi pekerjaan, sewktu belajar seluruh
perhatian dan tenaga dicurahkan pada suatu tugas yang khas, jangan mengambil
tugas yang terlampau berat untuk diselesaikan, sebaiknya sebelum memulai
pelajaran lebih dulu menentukan apa yang dapat diselesaikan dalam waktu
teretentu. Adakan kontrol, selididki pada akhir pelajaran, hingga manakah bahan
itu telah dikuasai. Hasil baik mengembirakan, tetapi kalau kurang baik akan
menyiksa diri dan memerlukian latihan khusus. Pupuk sikap yang optimistis,
adakan persanigan dengan diri sendiri, niscaya prestasi meningkat dan karena
itu memupuk sikap yang optimistis.
B. Penghargaan
dan Hadiah
Penghargaan adalah suatu hadiah dalam
bentuk ucapan terimakasih yang dirasakan sebagai pujian oleh orang untuk
menerimanya. Sedangkan hadiah suatu penghargaan yang dibandingkan dengan nilai
oleh orang yang menerimanya.
Psikologi perilaku mengatakan bahwa
orang melihat penghargaan dan hadiah untuk memenuhi kebutuhab psikologis yang
muncul dalam diri masing-masing. Meskipun teori penguatan positif merupakan
sesuatu yang rumit, pada umumnya hadiah dapat dibagi ke dalam dua kelompok,
yaitu hadiah intrinsik dan hadiah ekstrinsik. Hadiah intrinsik adalah perasaan
internal yang diperoleh berdasarkan pemenuhan nilai-nilai pribadi dari suatu
pekerjaan yang baik; sedangkan hadiah ekstrinsik adalah suatu penghargaan yang
diberikan dalam bentuk potongan harga, bonus, penghargaan pribadi atau
penghargaan masyarakat, dan sebagainya.
Penggunakan penghargaan dan hadiah
harus disesuaikan dengan tingkatan karier dan kebutuhan para pegawai. Dalam hal
ini, dapat dibedakan tiga tingkatan karier yang perlu diperhatikan dalam
pemberiaan penghargaan dan hadiah, yakni karier awal, karier pertengahan, dan
karier yang sudah matang. Kebutuhan yang perlu dipenuhi dalam karier awal
adalah kebutuhan akan keselamatan, keamanan, dan pendapatan. Kebutuhan yang
perlu dipenuhi dalam karier pertengahan adalah kebutuhan akan peluasan
pekerjaan, persahabatan, peningkatan pendapatan, dan pengembangan disiplin.
Sedangkan kebutuhan yang perlu dipenuhi dalam karier yang sudah matang adalah
kebutuhan aktualisasi diri, prestasi, kebebasan, penggunaan kemampuan,
kekuasaan dan prestise, serta penghargaan bagi para guru.
C.
Membangun Tim
Membangun tim bertujuan untuk mendidik
seluruh tenaga kependidikan di sekolah pada seluruh tingkatan pekerjaan, dengan
teknik kepemimpinan kepala sekolah yang efektif. Kepemimpinan kepala sekolah
yang efektif merupakan komponen penting untuk menyukseskan implementasi
Kurikulum 2013. Dalam hal ini dorongan diarahkan oleh visi, misi dan
nilai-nilai, serta tindakan yang memungkinkan untuk mencapai tujuan yang
tertera dalam kurikulum. Sejalan dengan konsep total quality management (TQM)
, kepemimpinan kepala sekolah harus melakukan pemantauan secara terus menerus
terhadap kemajuan implementasi kurikulum, serta membuat penyesuaian-penyesuaian
jika diperlukan, untuk mendorong sekolah dalam mencapai tujuan, serta
mewujudkan visi, dan misinya.
Kepemimpinan kepala sekolah merupakan
suatu proses dimana kepala sekolah mempengaruhi orang lain, baik individu
maupun kelompk agar mengikuti apa yang diinginkan sesuai dengan pengarahan yang
diberikan. Dismping itu, kepemimpinan kepala sekolah dapat diartika sebagai
suatu proses mempengaruhi kegiatan seseorang atau kelompok untuk mencapai
tujuan dalam situasi tertentu. Dalam hal ini, kepemimpinan kapala sekolah yang
kuat dan memiliki komitmen akan memperoleh hasil yang yang signifikan dan
memuaskan. Kepemimpinan kepala sekolah merupakan bagian penting dalam
implementasi kurikulum, yang turut menentukan gagal atau berhasilnya
pembelajaran di sekolah.
Kepala sekolah yang berhasil dalam
implementasi kurikulum harus dapat menciptakan iklam sekolah yang kondusif,
yang memungkinkan setiap tenaga kependidikan dapat bekerja secara optimal,
sesuai dengan kemampuan masing-masing. Keberhasilan kepala sekolah harus
menjadi dorongan bagi para tenaga kependidikan untuk mencapai tujuan pendidikan
dan pembelajaran di sekolah.
Lima tindakan umum kepemimpinan kepala
sekolah yang sukses (berhasil), yaitu: menciptakan kegiatan atau proses yang
menantang, menyamakan visi, memberikan kesempatan kepada tenaga kependidikan
untuk melakukan tindakan, mengembangkan suatu model pembelajaran yang efektif,
dan terakhiran adalah memberikan dorongan kepada seluruh warga sekolah.
Dalam
pembangunan tim guna
menunjang optimalnya kurikulum 2013 terdapat sistem penampilan pribadi yang merupakan pola-pola
perilaku untuk membentuk gaya berpikir., perasaan, dan tindakan seseorang dalam
mencapai tujuan dan memenuhi kebutuhannya. Karena membangun tim merupakan suatu
proses, satu dari proses yang harus dipersiapkan untuk membantu proses adalah
mengatur konflik. Tidak ada standar tertentu untuk menghadapi konflik, namun
dari berbagai pendekatan, pendekatan Total Quality management (TQM)
merupakan yang paling tepat dalam mengatasi konflik yang dihadapi dalam
kehidupan dalam kehidupan organisasi, termasuk sekolah.
D.
Mengembangkan Program Akselerasi
Implementasi Kurikulum 2013 yang
berbasis kompetensi, dan dukungan Undang-Undang Sisdiknas 2003 memberikan
kesempatan kepada sekolah dan daerah untuk mengembangkan program-program
unggulan sesuai dengan karakteristik sekolah dan daerah masing-masing.
Disamping itu, sekolah dapt mengembangkan program akselerasi (percepatan) untuk
melayani dan mengakomodasi peserta didik yang cepat belajar atau memiliki
kemampuan di atas rata-rata.
Program akselerasi memberikan
kesempatan kepada peserta didik untuk melalui masa belajar di sekolah dengan
waktu yang relatif cepat. Peserta didik dapt menempuh masa belajar di sekolah
dasar sekitar lima tahun, di sekolah menengah pertama dua tahun, dan disekolah
menengah atas dua tahun.melalui program akselerasi, peserta didik dalam usia 10
tahun sudah dapt menamatkan sekolah daar, 12 tahun menematkan SMP, dan 14 tahun
atau 15 tahun sudah lulus SMA, sehingga dalam usia kurang dari 20 tahun sudah
dapat meraih gelar sarjana. Program ini diharapkan dapt mendongkrak kualitas
SDM secara lebih cepat dan tepat sasaran.
Untuk mengembangkan program akselerasi
perlu dilakukan berbagai persiapan, seperti penyempurnaan managemen dan
pengayaan program, mengembangkan iklim dan kultur pendidikan, mengembangkan
program bilingual, dan bahkan mengembangkan spiritualisasi mata pelajaran, agar
setiap pembelajaran yang dilaksanakan mengandung unsur spiritual.
Pengembangan program akselerasi
menuntut para komponen sekolah untuk mengadakan seleksi terhadap peserta didik
yang akan mengikutinya, jangan sampai gagal di tengah jalan. Peserta didik yang
mengikuti program akselerasi harus memiliki berbagai kelebihan dan kemampuan
untuk dapat menyelesaikan pendidikan dan pembelajaran lebih cepat dari yang
lain, sesuai dengan tuntutan program akselerasi. Sekolah juga dituntut untuk
menyusun kalender pendidikan yang dapat melayani program akselerasi, misalnya
bagaimana memilih materi-materi yang esensial, serta bagaimana menyelenggarakan
ujian lebih capat dari program reguler.
Sejalan dengan program akselerasi,
sekolah juga bisa mengatur jadwal pembelajaran yang dipandang efektif dan
efisien, misalnya dengan mengembangkan full day school, dan sekolah
berbasis kewirausahaan. Di samping itu, sekolah dapat mengatur
jadwal pembelajaan, jika semula peserta didik belajar empat sampai lima mata
pelajaran dalam sehari, maka sekolah dapat mengembangkan jadwal hanya dua atau
tiga pelajaran sehari.
E. Membudayakan
Kurikulum 2013
Tujuan, strategi fungsional, pengaturan
struktural, dan faktor-faktor manusia sangat penting diperhatikan dalam
implementasi Kurikulum 2013. Meskipun banyak ahli telah menekankan faktor
manusia dalam mengimplementasikan Kurikulum, namun tidak satupun yang
melakukannya lebih populer serta lebih memperhatikan pentingnya faktor manusia
dan sistem sosial dari pada Thomas J. Peter dan Robert H Waterman, Jr. dalam
hal ini dapat dikemukakan bahwa implementasi kurikulum yang efektif merupakan
hasil dari interaksi antara srategi implementasi, struktur kurikulum, tujuan
pendidikan, sistem, profesionalitas guru, kompetensi tenaga kependidikan, dan
kepemimpinan kepala sekolah. Oleh karena itu, untuk untuk mengoptimalkan
implementasi Kurikulum 2013 diperlukan suatu upaya strategis untuk mensinegikan
komponen-komponen tersebut, terutama guru dan kepala sekolah dalam membudayakan
kurikulum.
Membudayakan kurikulum dapat dimaknai
bahwa implementasi kurikulum tersebut masuk dalam budaya sekolah, yang
merefleksikan nilai-nilai dominan, norma-norma dan keyakinan semua warga
sekolah, baik peserta didik, guru, kepala sekolah, maupun tenaga kependidikan lain. Budaya
sekolah nampak sebagai gaya sebuah sekolah dalam mempertahankan integritas
struktur sosialnya, sebagaimana organisasi sosial dan sebagai sebuah pola
kepribadian individu. Pada umumnya pandangan ini merupakan konsep budaya
sebagai sistem sosial yang membawa pesan dengan memberikan makna terhadap
pengalaman anggotanya.
Berbagai hasil penelitian yang
dilakukan oleh para ahli menunjukkan bahwa terdapat sekitar delapan atribut
utama yang paling dipercaya dalam membudayakan implementasi kurikulum dan perubahan
di sekolah.
1.
Sebuah bias
untuk tindakan. Sekolah menganalisis pembuatan keputusan untuk melakukan
perubahan, tetapi mereka bias dalam melakukan percobaan ide-ide.
2.
Terbuka pada
masyarakat. Sekolah bekerja dan mendengarkan masyarakat sekitarnya untuk
meningkatkan kualitas, layanan, dan reliabilitas.
3.
Otonomi dan
kewirausahaan. Mereka memajang produk-produk pembelajaran, dan prestasi yang
dapat diraih oleh peserta didik.
4.
Produktivitas
orang-orang. Setiap anggota sekolah dipandang sebagai sumber untuk melakukan
peningkatan, karena setiap orang merupakan bagian dari tim (kelompok).
5.
Pendekatan
nilai. Sekolah memiliki kejelasan tentang visi dan misinya kepada masyarakat,
dan kepala sekolah bersama dengan komite sekolah mempromosikan nilai-nilai
kepada masyarakat.
6.
Penekanan pada
kepentingan. Sekolah melakukan apa yang mereka tahu. Oleh karena itu, ketika
mereka melakukan suatu perubahan akan mengetahui wilayah dan mengetahui wilayah
dan keterampilan yang harus dikuasai.
7.
Bentuk
sederhana pegawai. Sekolah menjaga kejelasan prioritas dan kestabilan,
kesederhanaan, dan kefleksibelan struktur melalui desentralisasi.
8.
Kehilangan
simultan dan kepribadian terikat. Sekolah sering melakukan kontrol secara
sentral dan kekuasaan yang rendah, kewirausahaan dan inovasi pembelajaran.
Hubungan buadaya dan strategi dapat
menghasilkan bentuk perubahan dalam strategi dan budaya serta dalam keduanya.
Untuk menentukan perubahan strategi implementasi kurikulum, kepada sekolah
harus menentukan mana yang perlu ditekankan dalam perubahan tersebut. Perubahan
strategi akan mengakibatkan pertimbangan sekolah dapat membawa strategi disejajarkan
dengan sebuah budaya yang ada. Tidak semua kurikulum menuntut perubahan dalam
budaya sekolah, tetapi perumusan yang tepat akan secara khusus menemukan budaya
yang berhubungan.
F.
Mendayagunakan Lingkungan
Pendayagunaan lingkungan merupakan suatu pendekatan
pembelajaran yang berusaha untuk meningkatkan keterlibatan peserta didik
melalui pendayagunaan lingkungan sebagai sumber belajar. Pendekatan ini
berasumsi bahwa kegiatan pembelajaran akan menarik perhatian peserta didik bila
apa yang dipelajari berhubungan dengan kehidupan, dan berfaedah bagi
lingkungannya.
Dalam pendekatan lingkungan
pembelajaran disusun sekitar hubungan dan faedahnya. Isi dan prosedur disusun
hingga mempunyai makna dan ada hubungan antara peserta didik dengan
lingkungannya. Kompetensi yang dikembangkan harus memberi jalan ke luar bagi
peserta didik dalam menanggapi lingkungannya. Pengembangan kompetensi dasar
seyogyanya ditentukan oleh kebutuhan lingkungan peserta didik. Misalnya di
lingkungan petani, kompetensi yang berkaitan dengan pertanian akan memberikan
makna yang lebih mendalam bagi para peserta didik. Demikian halnya di
lingkungan pantai, kompetensi tentang kehidupan pantai akan sangat menarik
minat dan perhatian peserta didik.
Belajar dengan pendekatan lingkungan
berarti peserta didik mendapatkan pemahaman dan kompetensi dengan cara
mengamati dan melakukan secara langsung apa-apa yang ada dan berlangsung di
lingkungan sekitar, baik rumah maupun sekolah. Jadi, peserta didik dapat
menanyakan sesuatu yang ingin diketahui pada orang lain di lingkungan mereka
yang dianggap kompeten tentang masalah yang dihadapi.
G. Melibatkan Masyarakat
Partisipasi masyarakat dalam kegiatan
pendidikan harus diwujudkan dalam tindakan nyata, terutama keikutsertaanya
dalam memberikan gagasan, kritik membangun, dukungan dan pelaksanaan
pendidikan. Dalam sistem pemerintahan top-down,
partisipasi masyarakat terhadap kebijakan-kebijakan yang dibuat dan
diimplementasikan tidak begitu dipermasalahkan, namun pada sistem pemerintahan bottom-up, tingginya partisipasi
masyarakat dapat dijadikan tolok ukur keberhasilan kebijakan tersebut.
Koentjaraningrat (1982) menggolongkan
partisipasi masyarakat ke dalam tipologinya, ialah partisipasi kuantitatif dan
partisipasi kualitatif. Partisipasi kuantitatif menunjukkan pada frekuensi
keikutsertaan masyarakat terhadap implementasi kebijakan, sedangkan partisipasi
kualitatif menunjuk kepada tingkat dan derajatnya. Partisipasi masyarakat juga
dapat dikelompokkan berdasarkan posisi individu dalam kelompoknya. Pertama, partisipasi
masyarakat dalam aktivitas bersama dalam proyek khusus; kedua, partisipasi
anggota masyarakat sebagai individu dalam aktivitas bersama pembangunan.
Secara luas, partisipasi dapat
diartikan sebagai demokratisasi politik, sehingga turut menentukan tujuan,
strategi dan memiliki perwakilan dalam pelaksanaan kebijakan dan pembangunan.
Secara sempit partisipasi dapat diartikan sebagai keterlibatan masyarakat dalam
keseluruhan proses perubahan dan pengembangan masyarakat sesuai dengan hakekat
pembangunan. Sebagai lawan dari kegiatan politk, partisipasi dapat diartikan
sebagai upaya mendidik golongan-golongan masyarakat yang berbeda-beda
kepentinganya untuk mengajukan secara rasional keinginanya dan menerima secara
sukarela keputusan pembangunan.
Dalam rangka desentralisasi dan
demokratisasi pendidikan, partisipasi masyarakat sangat diperlukan, dan
masyarakat harus menjadi partner sekolah dalam melaksanakan pendidikan dan
pembelajaran, karena kerjasama di antara keduanya sangat penting dalam
membentuk pribadi peserta didik. Dalam suasana yang demikian, sekolah sebagai
lembaga sosial memiliki fungsi utama, yaitu sebagai partner masyarakat dan
sebagai penghasil tenaga kerja terdidik. Sebagai partner masyarakat, sekolah
akan dipengaruhi oleh corak pengalaman seseorang di dalam lingkungan
masyarakat, bahan bacaan, tontonan, dan kondisi sosial ekonomi dapat
mempengaruhi kegiatan pendidikan di sekolah. Sekolah juga harus bertanggung
jawab terhadap perubahan masyarakat, yang dapat dilakukan melalui fungsi
layanan bimbingan dan forum komunikasi antara sekolah dengan masyarakat. Di
sisi lain, kesadaran peserta didik untuk mendayagunakan masyarakat sebagai
sumber belajar dipengaruhi oleh kegiatan dan pengalaman belajar yang diikutinya
di sekolah.
Sekolah dan masyarakat memiliki
hubungan rasional, yaitu (1) adanya kesesuaian antara fungsi pendidikan yang
dimainkan oleh sekolah dengan kebutuhan masyarakat; (2) ketetapan sasaran dan
target pendidikan yang ditangani oleh sekolah ditentukan oleh kejelasan
perumusan kontrak antara sekolah dan masyarakat; dan (3) keberhasilan penunaian
fungsi sekolah sebagai layanan pesanan masyarakat sangat dipengaruhi oleh
ikatan objektif antara sekolah dan masyarakat. Ikatan objektif ini dapat berupa
perhatian, penghargaan, dan bantuan tertentu; seperti dana, fasilitas, dan
bentuk bantuan lain, baik bersifat ekonomis maupun non-ekonomis, yang
memberikan makna penting pada eksistensi dan hasil pendidikan (Depdikbud,1990:
5-19).
Sejalan dengan bergulirnya roda
reformasi yang didorong oleh para mahasiswa dan masyarakat pada umumnya,
persepsi dan pemahaman masyarakat akan pentingnya pendidikan menunjukkan adanya
peningkatan. Hal ini, terutama berangkat dari tumbuhnya kesadaran masyarakat
akan pentingnya membekali anaknya dengan berbagai pengetahuan dan teknologi
sebagai bekal menghadapi berbagai tantangan di masa depan. Kondisi tersebut
menunjukkan bahwa manajemen hubungan sekolah dengan masyarakat perlu senantiasa
dikembangkan. Leslie (1980) mengungkapkan bahwa
School public relation is process of communication between the school and
community for purpose for increasing citizen understanding of educational needs
and practice and encouraging intelligent citizen interest and co-operation in
the work of improving the scholl.
Kutipan tersebut menunjukkan bahwa
hubungan sekolah dengan masyarakat merupakan suatu proses komunikasi untuk
meningkatkan pengertian warga masyarakat tentang kebutuhan dan praktek, serta
mendorong minat, dan kerja sama dalam usaha memperbaiki sekolah, karena
komunikasi itu merupakan lintasan dua arah, yaitu dari arah sekolah ke
masyarakat, dan sebaliknya.
Hubungan dengan masyarakat akan tumbuh
jika masyarakat juga merasakan manfaat dari keikutsertaannya dalam program
sekolah. Manfaat dapat diartikan luas, termasuk rasa diperhatikan dan rasa puas
karena dapat menyumbangkan kemampuanya bagi kepentingan sekolah. Jadi, prinsip
menumbuhkan hubungan dengan masyarakat adalah dapat saling memberikan kepuasan.
Salah satu jalan penting untuk membina hubungan dengan masyarakat adalah dapat
saling memberikan kepuasan. Salah satu jalan penting untuk membina hubungan
dengan masyarakat adalah menetapkan komunikasi yang efektif.
Dalam pelaksanaan program, sering
terjadi masyarakat yang dilibatkan memiliki gagasan yang berbeda dengan program
pengembangan sekolah. Dalam menghadapi kasus tersebut dapat ditempuh
langkah-langkah sebagai berikut.
1.
Sekolah harus
tetap menghargai setiap gagasan masyarakat, tetapi tidak harus dilakukan jika
tidak sesuai dengan program sekolah. Jelaskan bahwa gagasan tersebut tidak
dapat dilaksanakan karena tidak sesuai dengan program induk sekolah.
2.
Sekolah harus
mampu mempertimbangkan peran masyarakat yang bersikeras terhadap ide dan
gagasannya, sehingga apabila yang bersangkutan tidak aktif lagi, maka sekolah
harus siap mengatasinya.
3.
Sekolah harus
netral dalam menyelesaikan konflik antar tokoh masyarakat yang sama-sama aktif
dalam program dan kegiatan sekolah. Kedua belah pihak harus diajak musyawarah
dengan pedoman keterlaksanaan program pengembangan sekolah.
Seperti program
lain, menggalang
partisipasi masyarakat juga harus diprogramkan dan dievaluasi secara berkala.
Penyusunan program dan evaluasi berkala sebaiknya sudah melibatkan orang tua
dan tokoh masyarakat di sekitar sekolah.
H. Menghemat Anggaran
Pendidikan yang murah dan berkualitas
merupakan salah satu tuntutan reformasi yang haruus diwujudkan dalam bidang
pendidikan. Namun demikian, pendidikan yang berkualitas akan senantiasa
membutuhkan biaya cukup banyak. Dengan demikian, permasalahanya adalah
bagaimana kita dapat menghemat biaya pendidikan di sekolah, agar dengan biaya
yang ada dapat melaksanakan kegiatan pendidikan yang berkualitas secara optimal
serta dapat meningkatkan kualitas pembelajaran. Hal ini perlu dilakukan sejalan
dengan kondisi krisis yang sudah berjalan tujuh tahun, sehingga masalah biaya
termasuk biaya pendidikan seringkali terjadi pengurangan; meskipun pemerintah
sudah memprogramkan biaya pendidikan 20% dari APBN dan APBN.
Anggaran pendidikan di sekolah
merupakan potensi yang sangat menentukan keberhasilan implementasi kurikulum
2013, dan peningkatan kualitas pembelajaran. Anggaran pendidikan di sekolah
juga berkaitan dengan berbagai komponen pendidikan, termasuk guru dan tenaga
kependidikan lain yang terlibat secara langsung dalam penyelenggaraan sekolah.
Penghematan anggaran pendidikan di
sekolah menuntut kemampuan para pengelola dan tenaga kependidikan untuk
merencanakan, melaksanakan kebijakan anggaran, menggadakan pengawasan, dan
mengevaluasi serta mempertanggung jawabkan setiap biaya yang dikeluarkan secara
transparan, efektif, dan efisien, Hal ini sejalan dengan kebijakan otonomi
daerah dan desentralisasi pendidikan, yang memberikan kewenangan kepada daerah
dan sekolah dalam mengelola berbagai sumber yang ada di sekolah untuk menunjang
terselenggaranya pendidikan di daerah atau sekolah yang bersangkutan.
Penghematan anggaran pendidikan di
sekolah pada dasarnya untuk mencapai efektivitas dan efisiensi pengelolaan
pendidikan berkaitan dengan penyediaan sarana dan prasarana, seperti tanah,
bangunan, laboratorium, perpustakaan, media belajar, proses pembelajaran, dan
pelayanan administrative untuk menunjang jalannya proses pembelajaran. Jika
penghematan biaya pendidikan di sekolah dapat dilakukan dengan baik dan benar, maka
akan sangat menunjang tingkat efektivitas dan efisiensi pengelolaan pendidikan
secara keseluruhan. Namun dalam kenyataannya tidak demikian, karena masih
banyak sekolah yang belum mampu melakukan penghematan terhadap biaya pendidikan
yang ada, bahkan dalam operasinya seringkali kekurangan biaya, baik untuk
kepentingan proses pembelajaran maupun untuk memenuhi sarana dan fasilitas
lain.
Penghematan anggaran pendidikan di sekolah
erat kaitannya dengan profesionalisme kepemimpinan sikap kepala sekolah terhadap
kualitas. Dalam hal ini, pencapaian tingkat kualitas bukan merupakan hasil
penerapan cara instan jangka pendek untuk meningkatkan daya saing, melainkan
melalui implementasi TQM yang mensyaratkan kepemimpinan yang kontinu. Puffer
& McCarthy (1996) telah mengembangkan kerangka kepemimpinan kualitas total
semua manajer, dan pengaruh stake holder eksternal
pada penentuan persyaratan kepemimpinan.
Dalam rangka penghematan anggaran pendidikan
di sekolah, kepala sekolah sebagai pemimpin perlu memiliki karakteristik
pribadi yang mencakup: dorongan, motivasi untuk memimpin, kejujuran,
integritas, kepercayaan diri, inisiatif, kreativitas, originalitas,
adaptabilitas, fleksibilitas, kemampuan kognitif, pengetahuan bisnis, dan
kharisma. Kualitas manajemen puncak seperti itu dapat memberikan inspirasi pada
semua jajaran manajemen agar memperagakan kualitas kepemimpinan yang diperlukan
untuk melakukan penghematan biaya pendidikan di sekolah.
Dalam sebuah kontek penghematan
anggaran pendidikan di sekolah, pengaturan anggaran yang jelas akan menumbuhkan
komitmen tenaga kependidikan terhadap kualitas, memfokuskan semua upaya sekolah
pada pemuasan kebutuhan peserta didik, menumbuhan sense of teamwork dalam kehidupan kerja, menumbuhkan standard of excellence, dan menjembatani
keadaan sekolah sekarang dan masa mendatang. Dalam hal ini,perlu dirumuskan
visi untuk diartikulasikan dan dikomunikasikan keseluruh tenaga kependidikan di
sekolah untuk mempromosikan perubahan, inovasi, dan pengambilan keputusan
(puffer & McCarthy, 1996).
Penghematan anggaran pendidikan di sekolah
juga memerlukan perencanaan yang matang,
agar dana yang ada dapat dikelola secara efektif, efisien, dan
akuntabel. Perencanaan dalam manajemen keuangan (financial planning) ialah kegiatan merencanakan sumber dana untuk
menunjang kegiatan pendidikan dan tercapainya tujuan sekolah. Perencanaan ini
juga biasa disebut penganggaran (budgeting).
Perencanaan menghimpun sejumlah sumber daya yang diarahkan untuk mencapai suatu
tujuan “budgeting brings fiscal resources
demandes in planning and programming inio sharper focus” (knezevich,1989).
Anggaran atau budget merupakan alat penjabaran suatu rencana ke dalam bentuk
dana untuk setiap komponen kegiatan. Dalam hal ini Ricard Gordon (1976:125)
mengemukakan pendekatan yang umum digunakan yaitu pendekatan tradisional dan
Planning Programming Budgeting System
(PPBS).
I. Meningkatkan sistem informasi
manajemen pendidikan
Seiring majunya peradaban dunia dan dinamika kehidupan penduduk
bumi yang cenderung vertikal, tidak jarang menimbulkan gejolak kehidupan
sosial. Permasalahan sosial selalu timbul setiap saat dikarenakan sangat
cepatnya arus globalisasi. Sarlito W. Sarwono, menyatakan bahwa “Maju dan
berkembangnya peradaban dunia juga mempengaruhi alat pendukungnya, diantaranya
adalah teknologi komunikasi yang penggunaanya sebagai alat bantu untuk
memproses dan mentransfer perangkat data informasi yang dibutuhkan, teknologi
komunikasi pula sebagai sebab masuknya norma
dan nilai baru dari luar yang pada gilirannya norma dan nilai baru ini
masuk ke dalam lingkungan kehidupan keluarga dan masyarakat”.
Sistem
informasi manajemen marupakan sistem operasional yang malaksanakan beraneka-ragam fungsi untuk
menghasilkan luaran yang berguna bagi pelaksanaan operasi dan manajemen organisasi
yang bersangkutan. Penerapan sistem informasi manajemen pada kehidupan
sehari-hari kini makin banyak dijumpai. Selain seperti pada bisnis, perbankan,
pemerintahan, ataupun perhotelan. Dalam dunia pendidikan (SIMDIK) pun sistem
informasi manajemen serta teknologi informasi sangatlah mendukung untuk
meningkatkan kualitas pembelajaran..
Dalam dunia pendidikan di Indonesia,
sudah banyak memanfaatkan informasi tersebut. Dengan
Teknologi informasi akan memberikan nilai tambah
dalam proses pembelajaran dan pengelolaan sekolah lainnya. Dalam pemanfaatan
teknologi informasi diharapkan tingkat daya pikir serta kreativitas guru
dan peserta didik serta masyarakat dapat berkembang. Pada proses pengelolaan
sekolah yang modern berbasis teknologi informasi semakin banyak sekolah yang
menerapkan Sistem Informasi Manajemen Sekolah (SIM Sekolah), baik yang
merancang sendiri, program dari pemerintah maupun dikerjakan secara profesional
oleh tenaga ahli.
Di dunia
pendidikan, banyak sekali lembaga pendidikan yang berhasil mengembangkan
teknologi informasi dalam mendukung proses pembelajarannya, baik di dalam
maupun di luar negeri sehingga dapat
mengadopsi pola pembelajaran yng lebih mudah, cepat, memiliki nilai tambah
serta inovatif dalam mencari formulasi baru untk memberikan tambahan ilm maupun
keterampilan bagi peserta didiknya. Sekolah yang melakukan pelayanan terhadap
siswa merupakan institusi yang sangat membutuhkan kehadiran teknologi informasi
sebagai pendukung peningkatan kualitas pelayanan.
Sistem informasi
manajemen Sekolah dapat dikatakan berjalan apabila semua komponen sekolah dapat
menggunakan dan memanfaatkan sistem itu sendiri. Sebagai contoh ada suatu
sistem informasi sekolah lengkap dan terpadu yaitu Integrated School
Information System (I-SIS) yang memiliki fasilitas terpadu atau
terintegrasi jadi satu mulai dari database peserta didik, guru, Bimbingan dan
Konseling, kartu pelajar barcode, absensi siswa, guru pegawai, nilai (ulangan,
UTS, UAS, try out dll) Rapor otomatis, pembayaran, SMS Gateway.
Selain itu I-SIS juga bisa terhubung dengan Scanner LJK bila ulangan atau ujian
menggunakan lembar jawaban komputer maka scanner akan otomatis mengirim
nilai ke database sistem, untuk absensi siswa, guru dan pegawai dapat
menggunakan sidik jari yang otomatis terlapor ke wali siswa bila siswa bolos
atau alpha. Manfaat untuk guru bidang studi nilai akan diolah otomatis tinggal
memasukan rumus sesuai keinginan masing-masing guru, ledger dan rapor
juga otomatis tinggal print.
Manajemen
pendidikan merupakan sekumpulan fungsi untuk menjamin Efisiensi dan efektivitas
pelayanan pendidikan, melalui perencanaan, pengambilan keputusan, perilaku
kepemimpinan, penyiapan alokasi sumber daya, stimulus dan koordinasi personil,
penciptaan iklim organisasi yang kondusif, serta penentuan pengembangan
fasilitas untuk memenuhi kebutuhan siswa dan masyarakat di masa depan. Sehingga
dapat dikatakan bahwa manajemen pendidikan pada hakikatnya adalah menyangkut
tujuan pendidikan, manusia yang melakukan kerjasama, proses sistemik dan
sistematik serta sumber-sumber yang didayagunakan. Sehingga dapat dinyatakan
bahwa manajemen pendidikan adalah suatu cabang ilmu manajemen pendidikan yang
mempelajari penataan sumber daya manusia, kurikulum, fasilitas sumber belajar,
dana serta upaya mencapai tujuan lembaga secara dinamis. Pengelolaan sistem
informasi manajemen pendidikan terdiri atas unsur input, proses dan output.
Terkait dengan penerapan kurikulum
2013 maka pemanfaatan sistem informasi
manajemen khususnya dalam bidang pendidikan sudah sangat diperlukan dalam
pengelolaan, baik dalam hal pengelolaan administrasi akademik, akademik
kepegawaian, administrasi pelaporan dan masih banyak lagi bidang-bidang lain
yang membutuhkan layanan Sistem Informasi Manajemen Pendidikan. Kebutuhan aplikasi
database yang dapat mengelola data dan informasi sekolah, manajemen sekolah dan
komite-komite pengajaran dan pembelajaran, juga mengangkat kebutuhan untuk
menjadikan laporan-laporan dari sekolah secara cepat dan valid kepada instansi
terkait seperti laporan ke Dinas Pendidikan Kabupaten/Kota maupun ke Kementrian
Pendidikan Nasional
Mengingat peran sistem informasi manajemen yang begitu penting
sangat diperlukan oleh suatu lembaga/satuan pendidikan. Upaya dan usaha
menerapkan IT dalam menunjang kelancaran kinerjanya, dengan kondisi semacam itu
seluruh tenaga kependidikan dan pendidik terus melakukan upaya-upaya untuk
memperbaiki sistem-sistem yang sudah ada. Teknologi informasi juga merupakan salah satu senjata
pesaing. Hal ini tidak dapat dipungkiri bahwa teknologi informasi menjadi salah
satu alat untuk meningkatkan efisiensi dalam aktivitas operasional lembaga
pendidikan, bahkan untuk menjadi pilihan masyarakat saat ini, lembaga
pendidikan harus memiliki sperangkat teknologi informasi yang memadai.
Sesuai dengan amanat Peraturan Pemerintah Nomor 19 tahun 2005
tentang Standar Nasional Pendidikan salah satu standar yang harus dikembangkan
adalah standar proses. Standar proses meliputi perencanaan proses pembelajaran,
pelaksanaan proses pembelajaran, penilaian hasil pembelajaran, dan pengawasan
proses pembelajaran untuk terlaksananya proses pembelajaran yang efektif dan
efisien. Sumber: Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia Nomor
41 Tahun 2007. Implementasi sistem informasi BIOSMK di sekolah merupakan upaya
yang sudah seharusnya dilakukan. Sesuai dengan standar isi pendidikan yaitu
sistem informasi manajemen pendidikan (SIM) BIOSMK untuk mendukung proses
manajemen pendidikan. Pimpinan sebuah lembaga pendidikan (kepala sekolah) pada
dasarnya adalah pengolah informasi. Seorang pimpinan harus memiliki kapabilitas
untuk memperoleh, menyimpan, mengolah, mengambil kembali, serta menyajikan
informasi sebagai bahan dalam proses pengambilan keputusan bidang pendidikan
yang dapat dipertanggung jawabankan secara moral.
J.
Membangun Jiwa
Kewirausahaan
Pada saat ini banyak sekolah swasta
yang maju dan kwalitasnya lebih baik disbanding sekolah negeri, karena tidak
terikat alokasi dana dari pemerintah. Hal tersebut menantang sekolah negeri
untuk mampu mandiri seperti sekolah swasta. Oleh karena itu kepala sekolah
harus memiliki jiwa kewirausahaan dan memahami prinsip kewirausahaan, kemudian
menerapkannya dalam mengelola sekolah.
Berbicara wirausaha menurut Hisrich
& Peters (1992) adalah berbicara mengenai “perilaku”, yang mencakup
pengambilan inisiatif, mengorganisasi dan mereorganisasi mekanisme social dan
ekonomi terhadap sumber dan situasi kedalam praktek, dan penerimaan resiko atau
kegagalan. Para ahli ekonomi
mengemukakan bahwa wirausaha adalah orang yang dapat meningkatkan nilai tambah
terhadap sumber, tenaga kerja, alat, bahan, dan asset lain, serta orang yang
memperkenalkan perubahan, inovasi dan cara-cara baru.
Membangun jiwa kewirausahaan berarti
memadukan kepribadian, peluang, keuangan, dan sumber daya yang ada di
lingkungan sekolah guna mengambil keuntungan. Kepribadian ini mencangkup
pengetahuan, keterampilan, sikap dan perilaku. Dari Steinhoff (1993) dapat di
identifikasikan karakteristik kepribadian wirausaha sebagai berikut.
a.
Memiliki
kepercayaan diri (self confidence)
yang tinggi, terhadap kerja keras,mandiri, dan memahami bahwa resiko yang
diambil adalah bagian dari keberhasilan. Dengan modal tersebut merekan bekerja
dengan tenang, optimis, dan tidak di hantui
oleh rasa takut gagal.
b.
Memiliki
kreativitas diri (self creatifty) yang
tinggi dan kemampuan mencari jalan untuk merealisasikan berbagai kegiatanya
melalui kewirauasahaan.
c.
Memliki pikiran
positif (Posifitive Thingking), dalam menghadapi suatu masalah atau kejadian,
dan aspek positifnya. Dengan demikian mereka selalu melihat peluang dan
memenfaatkanya untuk ,endukung kegiatan yang dilakukan.
d.
Memiliki
orientasi pada hasil (Output Oriented),
Sehingga hambatan tidak membuat mereka menyerah, tetapi justru tertantang untuk
mengatasi, sehingga mencapai hasil yang diharapkan.
e.
Memiliki
keberanian untuk mengambil resiko, baik resiko terhadap kecelakaan, kegagalan,
maupun kerugian. Dalam melaksanakan tugas, pribadi wirausaha tidak takut gagal
atau rugi ,sehingga tidak takut melakuka pekerjaan, meskipun dalam hal baru.
f.
Memiliki jiwa
pemimpin, yang selalu ingin mendaya gunakan orang dan membimbingnya, serta
selalu tampil kedepan untuk mencari pemecahan atas berbagai persoalan, dan idak
membebankan ata menyalahkan orang lain.
g.
Memiliki
pikiran orisinal yang selalu punya gagasan baru, baik untuk mendapatkan peluang
maupun mengatasi masalah secara kreatif dan inovatif.
h.
Memiliki
orientasi kedepan, dengan menggunakan pengalaman masa lalu sebagai referensi,
untuk mencari peluang dalam memajukan pekerjaanya.
i.
Suka pada
tantangan da menemukan diri dengan merealisasikan ide-idenya.
Jika dikaitkan dengan kegiatan sekolah,
maka kepala sekolah harus mampu menfsirkan berbagai kebijakan dari pemerintah
sebagai kebijakan umum, sedangkan operasionalisasi kebijakan tersebut untuk
mencapai hasil yang maksimal perlu di tunjang oleh kiat-kiat
kewirausahaan. Misalnya, jika dana
bantuan dari pemerintah terbatas, sedangkan kegiatan yang harus dilakukan cukup
banyak, maka kepala sekolah harus mampu mencari peluang untuk mendayagunakan
berbaga potensi masyarakat dan lingkungan sekitar.
Dalam implementasi kurikulum 2013,
sekolah akan menjadi unit layanan mayarakat yang sangat diperlukan.Oleh Karen
itu, kepala sekolah harus mampu menjaga dan meningkatkan kualitas sekolah, Jika
kualitas sekolah baik, masyarakat, kususnya orang tua kan bersedia perperan
aktif di sekolah, karena yakin anaknya akan mendapat pendidikan yang baik.
Disanalah pentingnya pribadi wirausaha kepala sekolah, untuk mencari jalan
meningkatkan kualitas sekolah agar masyarakat dan orang tua percaya terdapat
produktivitas sekolah, dan mau berpartisipasi dalam bebagai program dan
kegiatan sekolah.
PENUTUP
1.
Meningkatkan
prestasi belajar diperoleh seseorang setelah menempuh kegiatan belajar, sedangkan
belajar pada hakekatnya merupakan usaha sadar yang dilakukan seseorang untuk
memenuhi kebutuhannya. Faktor-faktor yang mempengaruhi prestasi belajar dapat
dikelompokkan menjadi empat, yaitu (a) bahan atau materi yang dipelajari; (b)
lingkungan; (c) faktor instrumental; dan (d) kondisi peserta didik
2.
Beberapa upaya dapat dilakukan untuk
optimalisasi (mengoptimalkan) implementasi kurikulum 2013. Upaya-upaya tersebut
adalah: mendongkrak prestasi, penghargaan dan hadiah, membangun tim, program akselerasi,
mengimplementasikan kurikulum melalui budaya, melibatkan masyarakat, menghemat
biaya pendidikan,
teknologi informasi dan membangun jiwa kewirausahaan.
a. penghargaan dan
hadiah dalam hal ini adalah pemenuhan kebutuhan yang
perlu dipenuhi dalam karier awal adalah kebutuhan akan keselamatan, keamanan,
dan pendapatan. Kebutuhan yang perlu dipenuhi dalam karier pertengahan adalah
kebutuhan akan peluasan pekerjaan, persahabatan, peningkatan pendapatan, dan
pengembangan disiplin. Sedangkan kebutuhan yang perlu dipenuhi dalam karier
yang sudah matang adalah kebutuhan aktualisasi diri, prestasi, kebebasan,
penggunaan kemampuan, kekuasaan dan prestise, serta penghargaan bagi para guru.
b. Membangun tim dalam hal ini adalah merupakan suatu
proses, satu dari proses yang harus dipersiapkan untuk membantu proses adalah
mengatur konflik. Tidak ada standar tertentu untuk menghadapi konflik, namun
dari berbagai pendekatan, pendekatan Total Quality management (TQM)
merupakan yang paling tepat dalam mengatasi konflik yang dihadapi dalam
kehidupan dalam kehidupan organisasi, termasuk sekolah.
c. program
akselerasi
menuntut para
komponen sekolah untuk mengadakan seleksi terhadap peserta didik yang akan
mengikutinya, jangan sampai gagal di tengah jalan. Peserta didik yang mengikuti
program akselerasi harus memiliki berbagai kelebihan dan kemampuan untuk dapat
menyelesaikan pendidikan dan pembelajaran lebih cepat dari yang lain, sesuai
dengan tuntutan program akselerasi. Sekolah juga dituntut untuk menyusun
kalender pendidikan yang dapat melayani program akselerasi, misalnya bagaimana
memilih materi-materi yang esensial, serta bagaimana menyelenggarakan ujian
lebih capat dari program reguler.
d. mengimplementasikan
kurikulum melalui budaya,
hubungan budaya dan strategi dapat menghasilkan bentuk perubahan dalam
strategi dan budaya serta dalam keduanya. Untuk menentukan perubahan strategi
implementasi kurikulum, kepada sekolah harus menentukan mana yang perlu
ditekankan dalam perubahan tersebut. Perubahan strategi akan mengakibatkan pertimbangan
sekolah dapat membawa strategi disejajarkan dengan sebuah budaya yang ada.
Tidak semua kurikulum menuntut perubahan dalam budaya sekolah, tetapi perumusan
yang tepat akan secara khusus menemukan budaya yang berhubungan.
e. Melibatkan
masyarakat, seperti program
lain, menggalang
partisipasi masyarakat juga harus diprogramkan dan dievaluasi secara berkala.
Penyusunan program dan evaluasi berkala sebaiknya sudah melibatkan orang tua
dan tokoh masyarakat di sekitar sekolah.
f. Menghemat biaya
pendidikan, Penghematan
anggaran pendidikan di sekolah juga memerlukan perencanaan yang matang, agar dana yang ada dapat dikelola secara
efektif, efisien, dan akuntabel. Perencanaan dalam manajemen keuangan (financial planning) ialah kegiatan
merencanakan sumber dana untuk menunjang kegiatan pendidikan dan tercapainya
tujuan sekolah. Perencanaan ini juga biasa disebut penganggaran (budgeting).
g. sistem informasi manajemen pendidikan, (SIMDIK) sistem
informasi manajemen serta teknologi informasi sangatlah mendukung untuk meningkatkan
kualitas pembelajaran dengan mengembangkan sistem informasi manajemennya agar
mampu mengikuti perubahan zaman, terkait dengan optimalisasi penerapan
kurikulum 2013 hasil implementasi (SIMDIK) tidak dapat dipungkiri bahwa
teknologi informasi menjadi salah satu alat untuk meningkatkan efisiensi dalam
aktivitas operasional lembaga pendidikan, bahkan untuk menjadi pilihan
masyarakat saat ini, lembaga pendidikan harus memiliki seperangkat teknologi
informasi yang memadai.
h. Membangun Jiwa
Kewirausahaan,
kurikulum 2013 diharapkan Membangun jiwa kewirausahaan berarti
memadukan kepribadian, peluang, keuangan, dan sumber daya yang ada di
lingkungan sekolah guna mengambil keuntungan. Kepribadian ini mencangkup
pengetahuan, keterampilan, sikap dan perilaku.
DAFTAR PUSTAKA
B. Davis,
Gordon. 1998 Kerangka Dasar Sistem Informasi Manajemen, Cet. IX; Jakarta: Pustaka Binaman Pressindo
Degeng, Nyoman Sudana.
(2004). Teori Pembelajaran, Malang, Jawa Timur: UM Press
Joko
Susilo, Muhammad. 2012. Kurikulum Tingkat
Satuan Pendidikan. Yogyakarta Pustaka Pelajar.
Koentjaraningrat. 1982.
Kebudayaan, Mentalitas, dan Pembangunan. Jakarta: Gramedia.
Leslie J. Briggs & Walter
W. Wager. 1981. Handbook of Procedures for the Design of Instruction, 2nd
edition. Englewood Cliffs: Educational Technology.
.Makmun,
A.S. 1999. Psikologi Kependidikan. Bandung. Remaja Rosdakarya.
Peraturan Pemerintah Nomor 19
tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan
Puffer, S.M. & McCarthy,
D. J. (1997). Russian managers beliefs about work: Beyond the stereotypes.
Journal of World Bussiness, Vol. 32, No. 3, pp. 258-277
Rochaety,
Eti, dkk. Sistem Informasi Manajemen Pendidikan, Cet. I; Jakarta: Bumi
Aksara, 2005.
Undang-Undang Republik
Indonesia No. 20 tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional
Walujo, D. A., & Subijantoro, D. (2015). Metodologi Penelitian Kuantitatif.
Walujo, D. A., & Subijantoro, D. (2015). Metodologi Penelitian Kuantitatif.
Mhn izin untuk download. Tq
ReplyDelete