Monday, October 14, 2019

Sudah Saatnya Dilakukan Deradikalisasi di Tubuh TNI-Polri

D. Jarwoko
Peristiwa penusukan Menko Polhukam Wiranto oleh anggota Jamaah JAD di Menes, Pandeglang beberapa hari lalu setidaknya membuat kita miris oleh kondisi radikalisme. Akibat peristiwa itu seorang Menteri mendapat 2 luka tusukan serius yang mengakibatkan usus halusnya terluka serius.

Selain peristiwa penusukan tersebut yang patut kita sesalkan adalah respon media sosial mengenai hal tersebut dalam bentuk komentar yang terkesan asal dan tidak bermoral dari sejumlah tokoh publik yang menganggap insiden jahat dan serius tersebut seolah sebuah rekayasa atau settingan belaka.

Beberapa publik figur seperti novelis sekaligus anak seorang yang diangap tokoh bangsa kita sebut Hanum Rais hingga musisi anggota SID sekelas Jerinx pun akhirnya dilaporkan ke kepolisian hanya karena membuat statement di media sosial milik pribadinya yang cenderung menggiring opini negatif tentang kejadian itu.

Komentar bernada miring dan seolah tidak berdasar dari Hanum putri Amien Rais terang terangan menganggap insiden tersebut ke arah isu playing victim pemerintah. Bahkan yang lebih lucu statemen dari Jerinx, personel band Superman Is Dead, mempertanyakan ukuran belati yang disebutnya terlalu kecil. Dia begitu mudah mengesampingkan kemungkinan belati beracun yang dipakai pelaku. Bahkan kemungkinan akan tertangkap lebih dulu jika pelaku menggunakan senjata ukuran yg lebih besar seperti katana atau samurai jepang.

Selain kedua orang di atas sejumlah akun medsos ikut diperkarakan. Akun-akun tersebut antara lain milik Jonru Ginting yg entah kenapa ga ada kapoknya, Gilang Kazuya Shimura, dan Bhagavad Shamabada. Para publik figur diatas seolah menganggap hal yang di publishnya adalah hal biasa, tidak bisa dipungkiri kecenderungan mereka sebagai oposan akut telah terbiasa menganggap kebencian dan dendam sebagai hal wajar. Nalar mereka sudah kronis yang berefek pada proses pendangkalan cara berpikir.

Tetapi menurut pandangan penulis hal tersebut tidak semengerikan adanya kabar tak sedap adanya akun medsos keluarga TNI aktif yang diduga ikut menyebarkan opini sesat peristiwa penusukan Wiranto. Bahkan gara-gara postingan sang istri di Facebook, Dandim Kendari yaitu Kolonel HS, ditahan dan dicopot dari jabatannya. Kolonel HS juga harus menjalani hukuman disiplin militer selama 14 hari.

Isi postingan IPDN di media FB nya tak beberapa lama selang insiden penusukan Wiranto adalah :

'Jangan cemen pak,...Kejadianmu tak sebanding dengan berjuta nyawa yg melayang.

Kemudian:
'Teringat kasus pak setnov,.. bersambung rupanya, pake pemeran pengganti.

Dalam postingannya IPDN memang tidak secara jelas menyebut nama Menkopolhukam Wiranto, tapi bukankah sudah jelas arahnya kemana tentunya yang bersangkutan harus menjelaskan di pengadilan atas isu apa dia melontarkan kalimat-kalimat itu. Selebihnya atas pernyataannya Ibu Persit (Persatuan Istri Tentara) satu ini juga harus mengungkap darimana ia memperoleh informasi adanya jutaan rakyat (Indonesia?) yang mati.



Bukan hanya IPDN, komentar negatif lainnya datang dari FS, istri Peltu YNS anggota Satpomau Lanud Muljono, Surabaya. Ibu Persit FS secara terang-terangan mengatakan dugaan kejadian di alun-alun Menes adalah drama Wiranto sebagai pengalihan isu pelantikan. Dan yang lebih keji lagi adalah bahwa jika kejadian itu benar maka ia mendoakan agar si penyerang Wiranto baik-baik saja dan yang ditusuk semoga lancar kematiannya!



Tidak berhenti disitu ternyata masih ada kabar yang berasal dari Bandung. Ibu Persit berinisial LZ, istri Sersan Dua Z yang bertugas di Detasemen Kavaleri Berkuda, diamankan aparat atas ujarannya yang tidak mencerminkan seorang anggota keluarga TNI. Serta Masih terbuka kemungkinan ada beberapa lainnya yang tak terungkap, komentar negatif dari lingkungan TNI (atau Polri) atas musibah yang menimpa pejabat tinggi negara.



Relita yang ada mengingatkan kita pada analisis Menhan Ryamizard soal adanya 3% anggota TNI-Polri yang terpapar paham radikalisme. Kasus-kasus besar belakangan ini telah menyeret sejumlah jenderal purnawirawan: peristiwa kerusuhan 21-22 Mei lalu dan rencana aksi untuk menggagalkan pelantikan presiden 19 Oktober nanti. Mereka antara lain Mayjen TNI (Purn.) Kivlan Zen, Mayjen TNI (Purn.) Soenarko, Laksamana Muda (Purn.) Sony Santoso, dan mantan KSAL Laksamana (Purn.) Slamet Soebijanto.



Untuk itu sudah saatnya pemerintah dalam hal ini TNI, Polri, BIN, Polisi Militer dan Badan Pembinaan Ideologi Pancasila harus bertindak cepat. Sudah terbukti paham radikalisme menyusup di lingkungan kampus, di kalangan ASN, di tempat ibadah, dalam ormas bahkan hingga siswa sekolah dan guru.

Sudah selayaknya sebelum program deradikalisasi dilakukan di elemen masyarakat yang lain dan mereka yang terlibat jaringan, TNI dan Polri harus membersihkan diri di kalangan mereka sendiri dahulu. Secepatnya sebelum meluas dan membesar Keterlibatan sebagian kecil anggota TNI dan Polri dalam gerakan radikal pasti berdampak serius, memberi pesan menyesatkan pada masyarakat.



Kalau tidak segera dilakukan deradikalisasi di tubuh TNI –POLRI bukan tidak mungkin nantinya kalangan awam yang terpapar akan beranggapan bahwa gerakan radikal untuk merongrong pemerintahan yang sah mendapat dukungan militer sehingga menimbulkan kepercayaan diri yang keliru dalam cara berpikir, berbicara (komentar), dan bertindak mereka. Mereka berpikir apa yang dilakukannya mendapatkan pembenaran bahkan dari kalangan militer sendiri, tidak hanya dari petinggi-petinggi sipil dari ormas atau partai tertentu.

Akhirnya penulis berpendapat upaya pengawalan ketat kepada pejabat tinggi pemerintah sangat urgen dan harus dilakukan tapi hal tersebut akan menjadi sia-sia jika penyebab radikalisme tidak dilakukan, deradikalisasi sangat urgen, dimulai dari lingkungan TNI-Polri sendiri dan keluarganya. Resiko yang sedang kita hadapi sudah sangat serius.

Wednesday, October 9, 2019

ADAGIUM DALAM BIDANG HUKUM

D.JARWOKO
Adagium hukum adalah pepatah atau ungkapan hukum yang mengiaskan sesuatu, dapat pula berupa ungkapan berisi perbandingan perumpamaan atau nasihat maupun lainnya.
Ada beberapa Adagium hukum yang sering kita dengar beserta artinya diantaranya adalah:

ADAGIUM tentang HUKUM dan KEADILAN

  1. UBI SOCIETAS, IBI JUS (di mana ada masyarakat, di situ ada hukumnya). 
  2. IUS CURIA NOVIT (seorang hakim dianggap tahu akan hukumnya).
  3. LEX SEMPER DABIT REMEDIUM – The law always give a remedy (hukum selalu memberi obat). 
  4. EQUUM ET BONUM EST LEX LEGUM (apa yang adil dan baik adalah hukumnya hukum).
  5. LEX NEMINI OPERATUR INIQUUM, NEMININI FACIT INJURIAM – The law works an injustice to no one and does wrong to no one (hukum tidak memberikan ketidakadilan kepada siapapun dan tidak melakukan kesalahan kepada siapapun). 
  6. DROIL NE DONE, PLUIS QUE SOIT DEMAUNDE – The law give no more than is demanded (hukum memberi tidak lebih dari yang dibutuhkan).
  7. LEX REJICIT SUPERFLUA, PUGNANTIA, INCONGRUA – The law rejects superfluous, contradictory, and incongruous things (hukum menolak hal yang bertentangan dan tidak layak).
  8. DORMIUNT ALIQUANDO LEGES, NUNQUAM MORIUNTUR – Laws sometimes sleep but never die (hukum terkadang tidur, tetapi hukum tidak pernah mati).
  9. INDE DATAE LEGES BE FORTIOR OMNIA POSSET – Law were made lest the stronger should have unlimited power (hukum dibuat, jika tidak maka orang yang kuat akan mempunyai kekuasaan tidak terbatas).
  10. FIAT JUSTITIA RUAT COELUM atau FIAT JUSTITIA PEREAT MUNDUS – Let justice be done though the heaven should fall (sekalipun esok langit akan runtuh, meski dunia akan musnah, atau walaupun harus mengorbankan kebaikan, keadilan harus tetap ditegakkan).
  11. JUSTITIAE NON EST NEGANDA, NON DIFFERENDA – Justice is not to be denied or delayed (keadilan tidak dapat disangkal atau ditunda).
  12. LEX DURA, SED TAMEN SCRIPTA (sekalipun isi undang-undang itu terasa kejam, tetapi memang demikianlah bunyinya, dan harus dilaksanakan). 
  13. LEX DURA SED ITA SCRIPTA atau LEX DURA SED TAMENTE SCRIPTA (undang-undang adalah keras tetapi ia telah ditulis demikian ).
  14. LA BOUCHE DE LA LOI / LA BOUCHE DE DROIT – Spreekhuis van de wet (apa kata UU itulah hukumnya). Hakim adalah corong atau mulut undang-undang Menurut paham ini, hakim bukan saja dilarang menerapkan hukum di luar undang-undang. Penafsiran terhadap undang-undang adalah wewenang pembentuk undang-undang dan bukan wewenang hakim. Yang benar: Hakim bukan mulut atau corong undang-undang, melainkan mulut atau corong keadilan (Bagir Manan, 2005 : 10). 
  15. INTERPRETATIO CESSAT IN CLARIS (jika teks atau redaksi UU telah terang benderang dan jelas, maka tidak diperkenankan lagi menafsirkannya, karena penafsiran terhadap kata-kata yang jelas sekali berarti penghancuran – interpretation est perversio). 
  16. ABSOLUTE SENTIENFIA EXPOSITORE NON INDIGET – Simple Proposition Needs No Expositor (sebuah dalil yang sederhana tidak membutuhkan penjelasan lebih lanjut).
  17. EQUALITY BEFORE THE LAW (setiap orang bersamaan kedudukannya dalam hukum).
  18. AUDI ET ALTERAM PARTEM atau AUDIATUR ET ALTERA PARS (para pihak harus didengar. Apabila persidangan dimulai, hakim harus mendengar dari kedua belah pihak yang bersengketa, bukan hanya dari satu pihak saja). 
  19. UNUS TESTIS NULLUS TESTIS (satu orang saksi bukanlah saksi – pasal 185 ayat 2 KUHP). 
  20. TESTIMONIUM DE AUDITU (kesaksian dapat didengar dari orang lain).
  21. SIMILIA SIMILIBUS (dalam perkara yang sama harus diputus dengan hal yang sama pula, tidak pilih kasih). 
  22. BIS DE EDEM RE NE SIT ACTIO atau NE BIS IN IDEM (untuk perkara sama dan sejenis tidak boleh disidangkan untuk yang kedua kalinya – pasal 76 KUHP).
  23. SUMMUM JUS SUMMA INJURIA; SUMMA LEX SUMMA CRUX (keadilan yang setinggi-tingginya dapat berarti ketidakadilan tertinggi).
  24. ACCIPERE QUID UT JUSTITIAM FOCIAS NON EST TEAM ACCIPERE QUAM EXIORQUERE – To accept anything as a reward for doing justice is rather estorting than accepting (menerima sesuatu sebagai imbalan untuk menegakkan keadilan lebih condong ke tindakan pemerasan, bukan hadiah).

ADAGIUM DALAM KEPASTIAN HUKUM

  1. VAN RECHTSWEGE NIETING; NULL AND VOID (suatu proses peradilan yang dilakukan tidak menurut hukum adalah batal demi hukum). UBI JUS IBI REMEDIUM (dimana ada hak, disana ada kemungkinan menuntut, memperolehnya atau memperbaikinya bilamana hak tersebut dilanggar).
  2. LEX NEMINEM CIGIT AD IMPOSSIBILIA (undang-undang tidak memaksakan seseorang untuk melakukan sesuatu yang tidak mungkin – pasal 44 KUHP). 
  3. MONEAT LEX, PRIUSQUAM FERIAT (UU harus memberikan peringatan terlebih dahulu sebelum merealisasikan ancaman yang terkandung di dalamnya). 
  4. GEEN STRAF ZONDER SCHULD (tiada hukum tanpa kesalahan). 
  5. CULPUE POENA PAR ESTO – Let the punishment be equal the crime (jatuhkanlah hukuman yang setimpal dengan perbuatan).
  6. NULLUM DELICTUM NOELA POENA SINE PRAEVIA LEGE POENALI suatu aturan hukum tidak bisa diterapkan terhadap suatu peristiwa yang timbul sebelum aturan hukum yang mengatur tentang peristiwa itu dibuat dan diberlakukan. tiada suatu perbuatan dapat dihukum, kecuali atas kekuatan ketentuan pidana dalam undang-undang yang telah ada lebih dahulu daripada perbuatan itu. 
  7. PRESUMPTION OF INNOCENCE (asas praduga tidak bersalah: seseorang dianggap tidak bersalah sebelum ada putusan hakim yang menyatakan ia bersalah dan putusan hakim tersebut telah mempunyai kekuatan tetap). 
  8. IN DUBIO PRO REO (dalam keragu-raguan diberlakukan ketentuan yang paling menguntungkan bagi si terdakwa). 
  9. INDEX ANIMI SERMO – Speech is the index of the mind (cara seorang berbicara menunjukkan jalan pikirannya). 
  10. COGITATIONIS POENAM NEMO PATITUR (tiada seorang pun dapat dihukum oleh sebab apa yang dipikirkannya). 
  11. DE GUSTIBUS NON EST DISPUTANDUM (mengenai selera tidak dapat disengketakan).
  12. VOLENTI NON FIT INIURA; NULLA INIURA EST, QUAE IN VOLENTEM FIAT (terhadap tindakan yang didasari persetujuan maka sifat melawan hukum yang terdapat dalam perbuatan tersebut dihilangkan).

ADAGIUM DALAM PERBUATAN PEMERINTAH

  1. HET VERMOEDEN VAN RECHMATIGHEID (kebijakan pemerintah harus dianggap benar dan memiliki kekuatan hukum mengikat sampai dibuktikan sebaliknya).
  2. PRESUMPTION JUSTAE CAUSA (gugatan tidak menunda pelaksanaan keputusan TUN).
  3. INTERSET REIPUBLICAE RES JUDICATOAS NON RESCINDI – It is in the interest of the state that judgments already given not be rescinded (adalah kepentingan negara bahwa suatu keputusan tidak dapat diganggu gugat).
  4. GOUVERNEUR C'EST PREVOIR (menjalankan pemerintahan itu, berarti melihat ke depan dan merencanakan apa saja yang akan atau harus dilakukan). 
  5. LEX PROSPICIT, NON RESPICIT – The law looks forward, not backward (hukum melihat kedepan bukan ke belakang). 
  6. ERRARE HUMANUM EST, TRUPE IN ERRORE PERSEVERARE (membuat kekeliruan itu manusiawi, namun tidaklah baik untuk mempertahankan terus kekeliruan).
  7. HODI MIHI CRAS TIBI (ketimpangan atau ketidakadilan yang menyentuh perasaan tetap tersimpan dalam hati nurani rakyat). 
  8. VERBA VOLANT SCRIPTA MANENT (kata-kata biasanya tidak berbekas, sedangkan apa yang ditulis tetap ada). 
  9. POWER TENDS TO CORRUPT; ABSOLUTE POWER TENDS TO CORRUPT ABSOLUTELY (kekuasaan cenderung disalahgunakan, dan kekuasaan yang mutlak, pasti akan disalahgunakan). Hati-hati! 
  10. THE KING CAN DO NO WRONG (Raja tidak dapat berlaku salah). Hati-hati! (Semestinya: Raja alim raja disembah, raja lalim raja disanggah).
  11. PRIENCEPS LEGIBUS SOLUTUS EST (kaisar tidak terikat oleh undang-undang atau para pemimpin sering berbuat sekehendak hatinya terhadap anak buahnya). Hati-hati! 
  12. VEILIGDHEID CLAUSULE (apabila di kemudian hari ditemukan kesalahan dalam sebuah keputusan, akan diperbaiki sebagaimana mestinya). Hati-hati!

ADAGIUM DALAM ILMU HUKUM & POLITIK
  1. POLITIAE LEGIUS NON LEGES POLITII ADOPTANDAE (politik harus tunduk pada hukum, bukan sebaliknya).
  2. VOX POPULI VOX DEI (suara rakyat adalah suara Tuhan). 
  3. SALUS POPULI SUPREMA LEX (kemakmuran dan kesejahteraan rakyat adalah hukum yang tertinggi pada suatu negara). 
  4. UT SEMENTEM FACERIS ITA METES (siapa yang menanam sesuatu dialah yang akan memetik hasilnya. Siapa yang menabur angin dialah yang akan menuai badai).
  5. OPINIO NECESSITATIS (keyakinan atas sesuatu menurut hukum adalah perlu sebagai syarat untuk timbulnya hukum kebiasaan). 
  6. ADAEQUATIO INTELLECTUS ET REI (adanya kesesuaian pikiran dengan obyek. prinsip ini pada dasarnya merupakan rambu-rambu dalam merumuskan materi hukum yang telah diterima secara universal). 
  7. LEX POSTERIORi DEROGAT LEGI PRIORI atau LEX POSTERIORi DEROGAT LEGI ANTERIORI – A later statute repeals an earlier one (undang-undang yang lebih baru mengenyampingkan undang-undang yang lama). 
  8. JUDICIA POXTERIORA SUNT IN LEGE FORTIORA – The later decisions is stronger in law (keputusan terakhir ialah yang terkuat di mata hukum). 
  9. LEX SPECIALIS DEROGAT LEX GENERALI (undang-undang yang khusus didahulukan berlakunya daripada undang-undang yang umum. Contoh: pemberlakuan KUHD terhadap KUHPerdata dalam hal perdagangan). 
  10. LEX SUPERIOR DEROGAT LEGI INFERIORI (undang-undang yang lebih tinggi mengenyampingkan undang-undang yang lebih rendah tingkatnnya). 
  11. JURU SUO UTI NEMO COGITUR (tak ada seorang pun yang diwajibkan menggunakan haknya. Contoh: orang yang berpiutang tidak mempunyai kewajiban untuk menagih terus).
  12. NEMO PLUS JURIS TRANSFERRE POTEST QUAM IPSE HABET (tak seorangpun dapat mengalihkan lebih banyak haknya daripada yang ia miliki). 
  13. DIE RECHTS WISSENSSCHAFT IST BIS HEUTE EINE REINE RECHTS PRECHUNGS WISSENSSCHAFT GEBLIEBEN / Die Rechts Wetensschap heft zich te sterk geconcentreerd op de wetgevingsproducten en de rechtspraak (Ilmu Hukum dewasa ini, hanya tinggal Ilmu Peradilan). 
  14. PACTA SUNT SERVANDA (setiap perjanjian itu mengikat para pihak dan harus ditaati dengan itikad baik). 
  15. KOOP BREEKT GEEN HUUR (jual beli tidak memutuskan sewa-menyewa. Perjanjian sewa-menyewa tidak berubah, walaupun barang yang disewanya beralih beralih tangan – pasal 1576 KUHPerdata). 
  16. RES NULLIUS CREDIT OCCUPANTI (benda yang ditelantarkan oleh pemiliknya bisa diambil untuk dimiliki). 
  17. DA TUA SUNT, POST MORTEM TUNE TUA SUNT – Give the things which are yours while they are yours; after death they are not yours (berikanlah benda-benda kepunyaanmu saat kau masih memilikinya; setelah meninggal benda-benda tersebut bukan kepunyaanmu lagi). 
  18. MATRIMONIUM RATUM ET NON CONSUMMATUM (perkawinan yang dilakukan yang secara normal, namun belum dianggap jadi mengingat belum terjadi hubungan kelamin). 
  19. DIVORTIUM DICITUR A DIVERTENDO, QUIA VIR DIVERTITUR AB UXORE – Divorce is so called from divertendo, because a man is diverted from his wife (perceraian berasal dari kata Divertendo, artinya seseorang pria dialihkan dari isrinya). 
  20. HOMO VOCABULUM EST NATURAE; PERSONA JURIS CIVILIS. – “Man” (homo) is a term of nature; “Person“ is a term of civil law (pria ialah istilah alami, person ialah istilah hukum perdata). 
  21. FILIUS EST NOMEN NATURAE, SED HAERES NOMEN – “Son” is a name of nature, but “heir” a name of law (anak adalah nama yang diberikan oleh alam, tetapi ahli waris adalah nama yang diberikan hukum).
  22. FILIUS IN UTERO MATRIS EST PARS VISCERUM MATRIX – A child in the mother’s womb is part of the mother’s vitals (seorang anak di dalam kandungan adalah bagian dari kehidupan ibunya). 
  23. CUM LETITIMAE NUPTIAE FACTAE SUNT, PATREM LIBERI SEQUUNTUR – Children born under a legitimate marriage follow the condition of the father (anak yang terlahir dari sebuah perkawinan yang sah mengikuti kondisi ayahnya). 
  24. HEARES EST CADEM PERSONA CUM ANTECESSORE – The heir is the sinter person as the ancestor (ahli waris sama kedudukannya dengan pendahulunya). 
  25. CUJUS EST DOMINIUM, EJUS EST PERICULUM – The risk lies upon the owner (risiko atas suatu kepemilikkan ditanggung oleh pemilik). 
  26. CUM ALIQUIS RENUNCIAVERIT SOCIATATI, SOLVITUR SOCIETAS – When any partner has renounced the partnership, the partnership is dissolved (saat rekan telah meninggalkan persekutuannya, maka persekutuan tersebut dinyatakan bubar). 
  27. POTIOR EST GUI PRIOR EST (siapa yang datang pertama, dialah yang beruntung). 
  28. QUI TACT CONSENTIRE VIDETUR (siapa yang berdiam diri dianggap menyetujui).
  29. CLAUSAL REBUS SIC STANTIBUS (perjanjian antar-negara masih tetap berlaku, apabila situasi dan kondisinya tetap sama).
  30. QUIQUID EST IN TERRITORIO, ETIAM EST DE TERRITORIO (asas dalam hukum internasional yang menyatakan bahwa apa yang berada dalam batas-batas wilayah negara tunduk kepada hukum negara itu).
  31. IGNORANTIA EXCUSATUR NON JURIS SED FACTI – Ignorance of fact is excused but not ignorance of law. Ketidaktahuan akan fakta-fakta dapat dimaafkan tapi tidak demikian halnya ketidaktahuan akan hukum. 
  32. IGNORANTIA JURIS NON EXCUSAT – Ignorance of the law does not excuse (ketidaktahuan akan hukum tidak dimaafkan).
  33. JURIS QUIDEM IGNORANTIUM CUIQUE NOCERE, FACTI VERUM IGNORANTIAM NON NOCERE – Ignorance of law is prejudicial to everyone, but ignorance of fact is not (pengabaian terhadap hukum akan merugikan semua orang; tetapi pengabaian terhadap fakta tidak).
  34. IGNORANTIA JUDICIS EST CALANAITAX INNOCENTIS – The ignorance of the judge is the misfortune of the innocent (ketidaktahuan hakim ialah suatu kerugian bagi pihak yang tidak bersalah). 
  35. JUDEX SET LEX LAGUENS – The judge is the speaking law (sang hakim ialah hukum yang berbicara). 
  36. JUDEX DEBET JUDICARE SECUNDUM ALLEGATA ET PROBATA – The judge ought to give judgment according to the allegations and the proofs (seorang hakim harus memberikan penilaian berdasarkan fakta-fakta dan pernyataan). 
  37. IUDEX NON ULTRA PETITA atau ULTRA PETITA NON COGNOSCITUR (hakim hanya menimbang hal-hal yang diajukan para pihak dan tuntutan hukum yang didasarkan kepadanya). 
  38. IUDEX NE PROCEDAT EX OFFICIO (hakim bersifat pasif menunggu datangnya tuntutan hak yang diajukan kepadanya).
  39. JUDEX HERBERE DEBET DUOS SALES, SALEM SAPIENTIAE, NE SIT INSIPIDUS, ET SALEM CONSCIENTIAE, NE SIT DIABOLUS – A judge should have two silts; the salt of wisdom, lest he be foolish; and the salt of conscience, lest he be devilish (seorang hakim harus mempunyai dua hal: suatu kebijakan, kecuali dia adalah orang yang bodoh; dan hati nurani, kecuali dia mempunyai sifat yang kejam). 
  40. JUDEX NON REDDIT PLUS WUAM QUOD PETENS IPSSE REQUIRIT – A judge does not give more than the plaintiff himself demands (seorang hakim tidak memberikan permintaan lebih banyak dari si penuntut).
  41. JUDEX NON PUTEST ESSE TESTIS IN PROPRIA CAUSE. A judge cannot be a witness in his own cause (eorang hakim tidak dapat menjadi seorang saksi dalam perkaranya sendiri).
  42. INIQUUM EST ALIQUEM REI SUI ESSE JUDICEM – It is unjust for anyone to be judge in his own (adalah tidak adil bagi seseorang untuk diadili pada perkaranya sendiri). NEMO JUDEX IN CAUSA SUA – No man can be a judge in his own cause (hakim tidak boleh mengatur/mengadili dirinya sendiri). 
  43. JUDICANDUM EST LEGIBUS NON EXEMPLIS – Judgment must be given by the laws, not by examples (putusan hakim harus berdasarkan hukum, bukan berdasarkan contoh. seorang hakim tidak dibatasi untuk menjelaskan penilaian/putusannya sendiri). 
  44. JURAMENTUM EST INDIVISINLE, ET NON EST ADMITTENDUM IN PARTLY TRUE AND PARTLY FALSUM – An oath is indivisible; it is not to be accepted as partly true and partly false (sebuah sumpah tidak dapat dibagi; sumpah tersebut tidak dapat diterima jika sebagiannya benar dan sebagian lagi salah). 
  45. JURARE EAT DEUM IN TESTEM VOCARE ET EST ACTUS DIVINI CULTUS – To swear is to call God to witness, and is an act of religion (memberikan sumpah ialah sama halnya dengan memanggil Tuhan sebagai saksi hal itu adalah hal keagamaan). 
  46. CUM ADSUNT TESTIMONIA RERUM, QUID OPUS EST VERBIST – When the proofs of facts are present, what need is there of words? (saat bukti dari fakta-fakta ada, apa gunanya kata-kata?). 
  47. FACTA SUNT POTENTIORA VERBIS – Deeds or facts are more powerful than words (perbuatan atau fakta lebih kuat dari kata-kata). 
  48. EI INCUMBIT PROBATIO QUIDICIT, NONQUI NEGAT – The burden of the proof rest upon the person who affirms, not the one who denies (beban dari bukti disandarkan pada orang yang menugaskan tuduhan bukan yang menyangkal). 
  49. DEBET QUIS JURI SUBJACERE RRBI DELINQUIT – Any offender should be subject to the law of the place where he offends (seseorang Penggugat harus mengacu pada hukum yang berlaku di tempat dia mengajukan gugatan). 
ADAGIUM LAINNYA 

  1. HOMO HOMINI LUPUS; HOMO HOMINI SOCIUS (manusia adalah serigala bagi manusia lainnya; manusia adalah kawan bagi sesamanya). 
  2. TRADITION ARE ADOPTED BY THE LAWS; AL-ADAT MUHAKKAMAH (adat dapat dijadikan hukum). 
  3. PRIMUS INTER PARES (yang pertama / utama di antara sesama).
  4. COGITO ERGO SUM – I think, therefore I am - Ich denke, also bin ich - Je pense donc je suis (saya berpikir, dan oleh karenanya saya ada). 
  5. DUBITO ERGO COGITO ERGO SUM – I doubt, therefore I think, and therefore I am.
  6. ID PERFECTUM EST QUAD EX OMNIBUS SUIS PARTIBUS CONSTANT (sesuatu dinyatakan sempurna bila setiap bagiannnya komplit). 
  7. FRUSTRA LEGIS AUXILIUM QUAREIT QUI IN LEGEM COMMITTIT – Vainly does a person who offends against the law seek the help of the law (adalah sia-sia bagi seseorang yang menentang hukum tapi dia sendiri meminta bantuan hukum).
  8. CUM DUO INTER SE PUGNANTIA REPERIUNTUR IN TESTAMENTO, ILTIMUM RATUM EST – When two clauses a will are found to be contradictory, the last in order prevails (jika terdapat perbedaan dalam suatu hakikat, maka terlihat jelas adanya 2 persepsi yang berbeda).
  9. COMMUNI OBSERVANTIA NON EST RECEDENDUM – There should be no departure from common observance (tidak dapat ditarik kesimpulan dari pengamatan biasa; tindakan-tindakan yang dilakukan oleh seseorang menandakan maksud yang terdapat dalam pikirannya).
  10. CUJUS EST COMMODUM, EJUS DEBET ESSE INC OMMODUM – The person who has the advantage should also have the disadvantage (seseorang yang mendapatkan suatu keuntungan juga akan mendapatkan suatu kerugian).



Sunday, October 6, 2019

Territorial Task of Bintara Guards Village to Keep the Region Resistance

Rumadi University of Wisnuwardhana Malang, Indonesia

I. INTRODUCTION

As we all know in this era of globalization developments give a tremendous impact on the sovereignty of the state where the mastery of a country with a long ways through direct war path had been left to change the war strategy indirectly by mastering life is multidimensional. Soldiers and advanced weaponry no longer the monopoly of violence against humanity, but rather do the devices previously imagined civilians. Phenomena is then that the term which is better known as Asymmetric War.


At the lowest level of existence and the role of the Army as a territorial Trustees in order to realize the space, tools and conditions of the fighting is not a new thing in the life of the nation and the State tat Indonesia. As Trustees of the territorial army together elements of the military and government actually shoulder the duty and responsibility together to create conditions conducive to the survival of national development activities.

The growing level of threat prompted the military to immediately clean up the attitude of the people always criticize and discredit the military in a position sandwiched and dilemma TNI as if detached from the people, addressing the situation develops so rapidly confronted with the readiness of the region that had been divina by regional military commands, so in this case territorial guidance functions become more important given the opposition and the dynamics of life in the area can open up opportunities for the creation of destabilizing security vulnerabilities. Therefore, the holding of the Binter Binter is important to realize the function to serve as a strong foundation for the creation of resiliency and also can simultaneously support Sishanta interests.

In the execution of daily tasks Babinsa confronted with problems related to society therefore needs to be given Babinsa special education in the field of territorial demands. Babinsa number of personnel in each Koramil still very limited, while the duties of the target region is vast and complex so that the affairs of the Agency Koramil frequently also be Babinsa. Besides, most of the region Babinsa have more responsibility is greater. The noncommissioned officer in carrying out his duties, it is generally not understood in detail about the scope of the guidance territorial responsibility. Quality Babinsa currently possessed by individuals considered good,

Duties Territories village level noncommissioned In Keeping Resilience Territory in Kodim 0810 Nganjuk still considered weak so that the empowerment of the region is not optimal, such as not creating togetherness apparatus territorial and community in maintaining security in the region, the lack of optimum mutual understanding and togetherness and community participation to participate in support the creation of a sense of security and comfort in the area. Conducting a limited budget so the implementation Binter Binter in preparing potential of the region in the interests of the defense system cannot be implemented optimally.


II. LITERATURE REVIEW


A. Theory of Public Policy

Dye in Islamic (2004: 18), defined as any public policy chosen by the government to do or not do. Furthermore, Dye said that if the government chooses to do something that it has no purpose (objective) and the discretion of the state government should include all actions be not merely an expression of interest is not the government or government officials only. Besides, something not done by any government including the discretion of the state. This is because "something was done" by the government will have an effect equal to the "something done" by the government.

B. Territorial Development Concepts

Said (2002) explains that the implementation of the territorial function implemented territorial activities consist of activities of territorial development and territorial operations. Territorial development actions are joint military activities of the people to work together in improving the welfare of society in order to materialize resiliency and sensitivity of the community in the field of national defense. Territorial development carried out continuously in areas that directly benefit the community and have a correlation with the aspect of national defense. While the territorial operations are military activities with the people in improving territorial development activities are limited goals, completion time, number of personnel, equipment and funds.

C. The concept of the village level noncommissioned andRegional Resilience
Ø Village level noncommissioned
Babinsa is a too long from the village level noncommissioned under Koramil (Mustafa, 2008: 35). Babinsa is implementing the territorial management dealing directly with rural communities and with all problem full pluri potency.


Ø Regional resilience
Fostering Resilience region, are all efforts and activities associated with the planning, preparation, development, deployment and control in order to realize the resilience of the dynamic in a region with increased sensitivity, awareness, and public participation in warding off any threat, interference, obstacles and challenges endanger the sovereignty and territorial integrity (Bakti Bujuknik TNI, 2004).






III. RESEARCH METHODS

A. Types of research
This type of research used in this case is a qualitative research where the method of research is in the form of a framework in a particular study, in order to measure and analyze the data so that it can address the problems of research. David Williams (Moleong, 2007: 4) states qualitative research is collecting data on a natural background by using natural methods and done by people or researchers who are interested in nature.


B. Research focus

Problems with attention and research purposes as stated above. This research is focused on:
1. Duties Territories village level noncommissioned In
Keeping Regional Resilience in Kodim 0809 Kediri. 
a. Regional Resilience Coaching Methods
b. Social Communication Methods 
c. Methods Bhakti TNI
2. Factors that inhibit and promote the execution of tasks Territories village level noncommissioned In Keeping Regional Resilience in Kodim 0809 Kediri.

a. Internal Resources and the limited facilities and infrastructure in Binter

b. External coordination with relevant agencies, as well as
the weak level of education and socio-cultural for the people in the territory of

C. Data Analysis Techniques
Analysis of qualitative data according to Bogdan and Biklen (Miles and Hubberman, 1992: 14) is the effort made by working with the data organize data, sorted them into units that can be managed synthesize seek and find patterns, find what is important and what is learned and decide what can be told to others. The activities described in the data analysis, among others, the reduction of the data (data reduction), presentation of data (data display), and conclusion / verification (conclusion drawing / verification).


IV. DISCUSSION
Duties Territories village level noncommissioned In Keeping Regional Resilience in Kodim 0809 Kediri

A. Regional Resilience Coaching Methods

The results showed that the implementation of the duty NCO adviser village in maintaining the resilience of the region through methods Bintahwil is all the effort, work and actions organized by units of the Army in order to realize the power of defense aspect of the land, both concerning the defense area as well as the supporting force of the resistance in all aspects of life and have the ability and skills as well as defending the state, to ward off any threats and interference that jeopardize the sovereignty and territorial integrity of the Republic of Indonesia, especially in the district of Ngajuk has been performing well.

Duties Territories village level noncommissioned In Keeping Resilience Territory in Kodim 0809 Kediri through methods Bintahwil can be executed according to the purpose bintahwil increase the deterrent power against all forms of threats by growing awareness to defend the country and the preparation of the region's defense on the ground while the target in maintaining and increasing the resilience of the region by growing awareness to defend the country, the implementation process of the preparation of the defense potential of the region in an integrated, focused and maintaining the responsiveness and alert the public to the possibility of the emergence of potential threats through prevention efforts.

B. Social communication


The results showed the implementation of tasks territorial Babinsa through methods Komsos in maintaining the resiliency of surrogate in Kediri has been implemented with the work and activities organized for submission of mind and outlook Babinsa related to the empowerment of the region's defense on land covering an area of defense and his supporters as well as building, maintain, improve and strengthen oneness-People's Army.


Social communication indicates that communication is important to build self-concept, to survive, self- actualization, happiness, to avoid pressure and dependence, among others through entertaining communication, and relationships with others. Through social communication TNI can cooperate with members of the community (family, study groups, universities, RT, RW, village, town, and country as a whole) to achieve a common goal.

C. Methods Bhakti TNI
The results showed that in the execution of tasks Territories village level noncommissioned In Keeping Resilience Territory in Kodim 0809 Kediriini seen TNI actively involved in humanitarian activities is the embodiment of Bhakti TNI implemented in the activities of Bhakti such as work practices bhakti en masse in the aftermath of the landslide, and Bhakti activities to clean up the place of worship.


Implementation method of Bhakti TNI as a form of territorial development, especially in the execution of tasks Territories village level noncommissioned In Keeping Resilience Territory in Kodim 0809 Kediri can also be said to be doing well because Kodim able mengimplementasikaannya in accordance with what is stated in Skep KASAD No. 98 / V / Date 16 May 2007 on territorial development.


Factors that inhibit and promote the execution of tasks Territories village level noncommissioned In Keeping Regional Resilience in Kodim 0809 Kediri


A. Internal Resources and the limited facilities and infrastructure in Binter
The results showed the implementation of coaching terotorial conducted constrained the ability of apparatus be a good communicator and portray themselves as protectors of society and the limited facilities / infrastructure used to support the work of staff Kodim and operational activities of the tasks of the Kodim, incomplete completeness communication tools and means for mobility members, therefore, hindering from the aspect of readiness for operation, but from the aspect of community development is certainly good enough condition for indirect Kodim personnel have been fused with the environment that is society.


One of the efforts that determine the success of the empowerment of the territorial authorities in support of the management of defense is applied in Kodim 0809 is the availability of facilities and infrastructure that support the establishment of an implementation of the duties and functions of the District Military Command in maintaining the defense area. Supporting infrastructure required physical and nonphysical includes use of devices for purposes of military operations of war (OMP) and military operations other than war (MOOTW) according to the level given to the Kodim unit. Complete Kediri District Military Command unit with base facilities include office buildings, housing, conference hall, meeting rooms, buildings / sports facilities, terrain and exercises, as well as the necessary infrastructure for the development unit and the performance of its duties. Needs of facilities / infrastructure such bases are used in order to support the work of the staff Kodim and operational activities of the duties of the District Military Command, so that the working mechanism can work as a real need. However, there are problems faced by Kodim from this aspect and greatly affect its performance that is the base for a place to stay for a missing Kodim personnel, mostly from Kodim personnel were outside the base. Therefore, this hinders the readiness aspects of the operation, but from the aspect of community development is certainly good enough condition for indirect Kodim personnel have been fused with the environment that is society. This is by the commander can be used as a potential to maintain relationships with people in the region. The theory behind the theory of convenience, the theory of the tool, facilities theory, and the theory of priority. This theory is used to see the importance of defense capabilities possessed by a nation in empowering territorial authorities in support of defense management.


B. External coordination with relevant agencies, as well as the weak level of education and socio-cultural for the people in the territory


In the external field in the form of implementation Binter Duties Territories village level noncommissioned In Keeping in Kodim 0809 Regional Resilience is not apart from the lack of coordination and transparency issues while in other areas is weak level of formal education is not adequate community, moreover with a strong community culture custom Java. Duties Territories village level noncommissioned In Keeping Regional Resilience in Kodim 0809 should be supported by the ability to master the region is to follow developments in society that includes political, economic, social, cultural, religious and psychology for the determination of the things that can impede the course of development and participate in moving the development planning and implementation. In addition to the ability teiritorial foregoing a Babinsa must have five Territorial capabilities that are always remembered and implemented, then the ability in question is the ability to Quick Meet Fast Report, Territorial Management Capability, Regional Mastery Ability, Capability Development Guidance of the People, and Social Communication Capabilities used to minimize threats in the field of regional resilience related to existing socio-cultural communities.






V. CONCLUSION

1. Duties Territories village level noncommissioned In Keeping Regional Resilience in Kediri District Military Command 0809 includes
a. Endurance Coaching Methods territory
Duties Territories village level noncommissioned In Keeping Resilience Territory in Kodim 0809 Kediri through methods Bintahwil can be executed according to the purpose bintahwil increase the deterrent power against all forms of threats by growing awareness to defend the country and the preparation of the region's defense on the ground while the target in maintaining and increasing the resilience of the region by growing awareness to defend the country, the implementation process of the preparation of the defense potential of the region in an integrated, focused and maintaining the responsiveness and alert the public to the possibility of the emergence of potential threats through prevention efforts.

b. Social communication

The results showed the implementation of tasks territorial Babinsa through methods Komsos in maintaining the resiliency of surrogate in Kediri has been implemented with the work and activities organized for submission of mind and outlook Babinsa related to the empowerment of the region's defense on land covering an area of defense and his supporters as well as building, maintain, improve and strengthen oneness-People's Army.


c . Methods Bhakti TNI

The results showed that in the execution of tasks Territories village level noncommissioned In Keeping Resilience Territory in Kodim 0809 Kediri seen TNI actively involved in humanitarian activities is the embodiment of Bhakti TNI implemented in the activities of Bhakti such as work practices bhakti en masse in the aftermath of the landslide, and Bhakti activities to clean up the place of worship.


2. Factors that inhibit and promote the execution of tasks Territories village level noncommissioned In Keeping Regional Resilience in Kodim 0809 Kediri



a. Internal Resources and the limited facilities and infrastructure in Binter constrained the ability of apparatus be a good communicator and portray themselves as protectors of society and the limited facilities / infrastructure used to support the work of staff Kodim and operational activities of the tasks of the Kodim, incomplete completeness communication tools as well as a means to mobility members.

b. External coordination with relevant agencies, as well as the weak level of education and socio-cultural for the people in the territory of

In the external field implementation Binter in the form of Duties Territories village level noncommissioned In Keeping Resilience Territory in Kodim 0809 can not be separated from the lack of coordination and disclosure, while in other areas is weak level of formal education community is not adequate, in addition to the cultural community with a strong custom Java.






SUGGESTION

1. Army soldier, and there are security guards rural areas need to coordinate together to ward off a variety of crimes and threats are emerging and evolving community.

2. In realizing the professionalism of soldiers Army every
soldier should improve the insight and improve higher education.

3. To Duties Territories village level noncommissioned In Keeping Regional Resilience in Kodim 0809 will require a heightened awareness of the public to participate significantly in the ward and tackle crime problem to be cooperate with the Patronage Babinsa region.


4. Need to keep early awareness as part of the anticipation to overcome the various crimes that arise in the community, where the community needs to act quickly to report the necessary information related to the crime. This issue will certainly get the attention when a society will avoid the problem of interference or threats that come from within and from outside








PENEGAKAN DISIPLIN GUNA MEMINIMALISIR TINGKAT PELANGGARAN DISIPLIN ANGGOTA SESUAI UNDANG-UNDANG NOMOR 25 TAHUN 2014 TENTANG HUKUM DISIPLIN MILITER DI GARNISUN III SURABAYA


PENEGAKAN DISIPLIN GUNA MEMINIMALISIR TINGKAT PELANGGARAN DISIPLIN ANGGOTA SESUAI UNDANG-UNDANG NOMOR 25 TAHUN 2014 TENTANG  HUKUM DISIPLIN MILITER DI GARNISUN III SURABAYA


RUMADI[1]
Dosen Fakultas Hukum Universitas Wisnuwardhana Malang

Abstraksi
Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan dan menganalisis Pelaksanaan Penegakan Disiplin Guna Meminimalisir Tingkat Pelanggaran Disiplin Anggota Di  Kogartap III/Surabaya dan mendeskripsikan dan menganalisis faktor yang mendorong dan menghambat Penegakan Disiplin Guna Meminimalisir Tingkat Pelanggaran Disiplin Anggota.
Hasil penelitian menunjukkan dalam pelaksanaannya bentuk pelanggaran hukum yang terjadi di wilayah Kogartap III/Surabaya yang sering terjadi dibagi menjadi dua yang pertama adalah pelanggaran dalam satuan seperti Meninggalkan satuan tanpa ijin, Insubordinasi / melawan atasan dan Penyalahgunaan material serta Pelanggaran terhadap Permildas, kalau yang di luar satuan  seperti Perkelahian antar anggota TNI maupun antara TNI dengan masyarakat, susila, Pelanggaran memasuki daerah hitam, berjudi dan mabuk mabukan serta Pelanggaran terhadap ketentuan lingkungan masyarakat, sebagai contoh pelanggaran berlalu lintas, naik kendaraan tidak bayar, melanggar prosedur yang berlaku pada suatu instansi yang berkaitan dengan kepentingan pribadi. Sehingga timbul kesan di kalangan masyarakat bahwa TNI tidak disiplin.
  Penyelesaian Pelanggaran Hukum Disiplin Prajurit TNI pada kogartap III dilaksanakan melalui kegiatan: pemeriksaan, penjatuhan hukuman, pelaksanaan hukuman dan pencatatan dalam buku hukuman. Alat bukti yang sah yang berlaku dalam Penyelesaian Pelanggaran Hukum Disiplin Prajurit TNI meliputi barang bukti, surat, informasi elektronik dan/atau dokumen elektronik, keterangan saksi, keterangan ahli dan keterangan tersangka
Faktor yang mendorong dan menghambat Penegakan Disiplin Guna Meminimalisir Tingkat Pelanggaran Disiplin Anggota Kesejahteraan akan menunjang tingginya dan  moril prajurit yang sangat diperlukan bertujuan agar prajurit bangga akan profesi dan Dharma Bhaktinya sebagai seorang Prajurit, sehingga merasa dan berusaha untuk selalu siap sedia menjalankan tugas dan kewajiban dengan penuh kesadaran dan bertanggung jawab, dengan demikian akan membentuk  mental dalam mempersiapkan diri untuk mampu melaksanakan tugas dan tanggung jawabnya dengan maksimal. Dengan terbentuknya moril dan mental prajurit yang diinginkan maka akan terbentuk pula kedisiplinan dan kecakapan prajurit, dalam hal pembinaan kedisiplinan ini kita harus melihat moril prajurit sangat erat hubungannya dengan disiplin,   karena kondisi disiplin prajurit yang tinggi akan terwujud apabila semangat dan moril juga tinggi. Sehingga satu sama lain sangat berkaitan dan tidak dapat dipisahkan permasalahan yang timbul  pada prajurit akan berpengaruh terhadap kondisi prajurit yang pada akhirnya akan mempengaruhi tugas satuan.   Hal yang tak kalah pentingya dalam Penegakan Disiplin ini adalah perhatian terhadap Sistem dan aturan yang berlaku, perubahan lingkungan global berpengaruh terhadap pembinaan satuan. Karena adanya kecenderungan perubahan pola hidup dalam masyarakat ini sedikit banyak akan mempengaruhi pula Pembinaan Satuan dimana anggota TNI akan mudah terbawa arus kedalam pola hidup lingkungan sekitarnya, sehinga jatidiri dan profesionalitas anggota sebagai prajurit.      

Kata Kunci: Penegakkan Disiplin, Pelanggaran Disiplin Prajurit



A.  PENDAHULUAN
                  Seperti kita ketahui bersama Prajurit TNI adalah warga negara yang tunduk pada hukum dan memegang teguh disiplin, taat kepada atasan, setia kepada Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) yang berdasarkan Pancasila dan UUD 1945. Prajurit TNI tunduk kepada hukum baik secara umum maupun khusus, baik nasional maupun internasional bahkan tunduk kepada hukum secara khusus dan hanya diberlakukan untuk TNI saja. Hal ini diatur dalam undang-undang nomor 25 tahun 2014 tentang Hukum Disiplin Militer, dan keputusan Panglima TNI Nomor Kep/22/VIII/2005 tanggal 10 Agustus 2005. Keduanya mengatur hukum dan peraturan disiplin prajurit, seorang prajurit melanggar aturan itu akan mendapatkan sanksi.
            Dalam Kehidupan prajurit TNI mengenal adanya pelanggaran disiplin murni dan pelanggaran disiplin tidak murni. Pelanggaran disiplin murni adalah setiap perbuatan yang bukan tindak pidana tetapi bertentangan dengan kedinasan atau peraturan kedinasan atau perbuatan yang tidak sesuai dengan tata kehidupan prajurit, maka akibat pelanggaran tersebut akan dijatuhi hukuman disiplin prajurit. Pelanggaran disiplin tidak murni adalah setiap perbuatan yang merupakan tindak pidana, yang sedemikian ringan sifatnya sehingga dapat diselesaikan secara hukum disiplin prajurit. Jenis hukuman disiplin yang berlaku bagi prajurit TNI adalah: teguran, penahanan ringan dan penahanan berat.
            Fenomena yang ada di kesatuan Gartap III Surabaya adalah angka pelanggaran yang dilakukan oleh prajurit TNI (Tentara Nasional Indonesia), yang paling menonjol saat ini kasus desersi, perjudian, narkoba, asusila dan kasus penipuan yang baru-baru ini dilakukan oleh salah seorang anggota prajurit di Kodam V/Brawijaya yang melakukan penggelapan dengan modus rental mobil. Sejak periode 2013 - 2018 (dalam kurun 5 tahun) telah terjadi peningkatan kasus pelanggaran yang sangat signifikan dan beberapa diantaranya ada yang berakhir dengan berhenti tidak dengan hormat. Data diatas menunjukkan bahwa masih banyak terjadi pelanggaran disiplin yang dilakukan oleh prajurit Tentara Nasional Indonesia, padahal pada masing-masing Kesatuan selalu ditekankan penegakan disiplin.
            Penegakan disiplin di satuan dilakukan dengan memberikan pengertian dan penegasan kepada prajurit tentang peraturan militer maupun peraturan lain yang berlaku di masyarakat, pada saat apel, jam komandan maupun melalui penyuluhan. Memberikan sanksi pada prajurit yang melanggar berupa tindakan disiplin maupun hukuman disiplin sebagaimana yang diatur dalam peraturan disiplin prajurit Tentara Nasional Indonesia. Tindakan disiplin dilakukan oleh atasan yang melihat langsung prajurit yang melanggar atau berdasarkan laporan, sedangkan hukuman disiplin dilaksanakan oleh Dansat melalui Sidang Parade Hukuman Disipin atau dilimpahkan ke Mahkamah Militer. Sanksi yang diberikan mulai dari tindakan fisik berupa lari, korve, masuk sel batalyon, sel Polisi Militer dan Rumah Tahanan Militer sampai tindakan administrasi seperti penundaan kenaikan pangkat, dibebaskan dari jabatan, ditunda sekolah, skorsing dan pemberhentian dengan tidak hormat.
            Meskipun TNI merupakan sebuah institusi dengan jumlah pasukan yang cukup banyak, namun TNI yang ada di negara ini bukan TNI yang kebal terhadap hukum,  sudah tentu ada satu dua orang atau oknum yang bertindak keluar dari jalur serta tidak disiplin, sehingga terjadi pelanggaran-pelanggaran. Angka pelanggaran yang dilakukan oleh prajurit TNI, yang paling menonjol saat ini kasus desersi, perkelahian (antar prajurit TNI, dengan Polri dan Masyarakat), narkoba dan asusila. Sejak periode 2014 - 2018 (dalam kurun 5 tahun) telah terjadi peningkatan kasus pelanggaran yang sangat signifikan dan banyak yang berakhir dengan berhenti tidak dengan hormat .
            Demikian juga yang terjadi pada Garnisun III di Surabaya, sesuai tugas pokok nya Kogartap III/Surabaya bertugas memelihara dan menegakkan ketentuan-ketentuan pokok kemiliteran untuk meningkatkan soliditas persatuan dan kesatuan antar satuan di wilayah Garnisun Tetap III/Surabaya dalam rangka membantu Pimpinan TNI, dimana salah satu fungsinya adalah Penyelenggaraan penegakan hukum, disiplin dan tata tertib TNI sebagai tindakan awal kepolisian militer diwilayahnya, maka di dalam organisasi ini harus memiliki personil yang berdisiplin tinggi dan patuh terhadap hukum militer yang ada.
            Sebagai Penyelenggara penegakan hukum, disiplin dan tata tertib TNI sebagai tindakan awal kepolisian militer diwilayahnya tidak mungkin diawaki oleh personel yang tidak mempunyai tingkat disiplin tinggi, dengan adanya personel yang memiliki disiplin maka pelaksanaan tugas yang diemban akan dapat terlaksana dengan baik atau dengan kata lain para personel yang mengawaki  Kogartap III/Surabaya akan dapat menegakkan kedisiplinan di wilayahnya tanpa pandang bulu kepada setiap pelanggaran disiplin yang terjadi.
            Bertitik tolak dari latar belakang di atas maka penulis tertarik untuk mengkaji lebih dalam mengenai  Penegakan Disiplin Guna Meminimalisir Tingkat Pelanggaran Disiplin Anggota (Implementasi undang-undang nomor 25 tahun 2014 tentang Hukum Disiplin Militer di Garnisun III Surabaya)
1.      Disiplin
Pengertian Disiplin
      Manusia mempunyai fungsi dan peranan yang penting dalam suatu organisasi atau perusahaan. Oleh karena itu, keberhasilan anggota dalam mengembangkan kewajiban-kewajiban sangat tergantung pada kesediaannya untuk berkorban dan bekerja keras serta mengutamakan kepentingan organisasi Kesatuan. Baik pemimpin maupun anggota harus memiliki disiplin yang baik dalam diri masing-masing, karena disiplin yang baik merupakan cerminan dari rasa tanggung jawab seseorang terhadap tugas-tugas yang diberikan kepadanya. Hal ini dapat mendorong gairah kerja dan semangat kerja untuk terwujudnya tujuan organisasi, Kesatuan dan anggota. Oleh karena itu, setiap pemimpin selalu berusaha agar para bawahannya mempunyai disiplin yang baik. Untuk memahami arti kedisiplinan maka kita harus mengetahui terlebih dahulu definisi disiplin itu sendiri, maka berikut ini beberapa pendapat para ahli tentang definisi kedisiplinan antara lain :
            Pengertian disiplin menurut Menurut Siagian (2003:305) “Disiplin diartikan sebagai suatu tindakan pemimpin untuk mendorong para anggota organisasi Kesatuan dalam memenuhi tuntutan dengan berbagai ketentuan”.
            Sedangkan menurut Hasibuan (2001:212) menyatakan bahwa : Kedisiplinan adalah kesadaran dan kesediaan seseorang mentaati semua peraturan organisasi dan norma-norma sosial yang berlaku. Kesadaran disini adalah sikap seseorang yang secara sukarela mentaati semua peraturan dan sadar akan tugas dan tanggung jawabnya. Sedangkan kesediaan adalah suatu sikap, tingkah laku, dan perbuatan seseorang yang sesuai dengan organisasi, baik yang tertulis maupun tidak.
            Dari pendapat-pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa disiplin menghendaki ditaatinya peraturan-peraturan organisasi oleh semua anggota. Sasarannya bukan hanya pada hukum yang bersifat fisik saja tetapi juga pada tingkah laku orang yang menerima disiplin dan bukan didasarkan pada keterpaksaan dari orang lain serta tidak pula terdorong oleh kepentingan diri sendiri namun berdasarkan keyakinan akan perlunya kesatuan yang utuh dan kokoh. Jadi kedisiplinan adalah merupakan kunci keberhasilan suatu organisasi dalam mencapai tujuan organisasi Kesatuan.
Tujuan Pembinaan Kedisiplinan
            Disiplin kerja merupakan hal yang penting bagi organisasi dalam usaha mencapai tujuan, maka pembinaan disiplin kerja bagi anggota sangat penting untuk dilakukan. Adapun tujuan dilakukannya pembinaan disiplin kerja menurut Siswanto (2001:279-280) adalah sebagai berikut:
a.       Secara umum tujuan utama pembinaan disiplin adalah demi kontinuitas organisasi sesuai dengan motif organisasi yang bersangkutan, baik hari ini maupun hari esok.
b.      Secara khusus pembinaan disiplin kerja bagi tenaga kerja mempunyai tujuan :
1)      Agar para tenaga kerja menepati peraturan dan kebijakan ketenegakerjaan maupun peraturan dan kebijakan yang berlaku, baik yang tertulis maupun tidak tertulis, serta melaksanakan perintah pimpinan.
2)      Dapat melaksanakan pekerjaan dengan sebaik-baiknya serta mampu memberikan servis yang maksimal kepada pihak tertentu yang berkepentingan dengan organisasi sesuai dengan bidang pekerjaan yang dibebankan kepadanya.
3)      Dapat menggunakan dan memelihara sarana dan prasarana, inventaris dan organisasi Kesatuan dengan sebaik-baiknya.
4)      Dapat bertindak dan berperilaku sesuai dengan norma-norma yang berlaku pada organisasi Kesatuan.
5)      Menindaklanjuti dari hal-hal tersebut para pekerja mampu memperoleh tingkat produktivitas yang tinggi sesuai dengan harapan organisasi, baik dalam jangka pendek maupun jangka panjang.
      Dari pendapat diatas pada dasarnya tujuan dari pembinaan disiplin kerja adalah untuk memperbaiki kegiatan organisasi baik saat ini maupun masa yang akan datang sehingga kegiatan organisasi Kesatuan dilaksanakan lebih efektif dan efisien serta akan dapat meningkatkan prestasi kerja Kesatuan.
Penegakkan disiplin Prajurit melalui hukum
      Dalam hal ini disiplin menghendaki sanksi yaitu kepastian dan keharusan. Kepastian dan keharusan disini dimaksudkan bahwa barang siapa yang melanggar dan mengabaikan peraturan yang telah ditetapkan akan menerima tindakan. Akan tetapi tindakan pendisiplinan yang diambil bukanlah semata-mata memberikan hukuman, tetapi mengembangkan si pelanggar kepada tata tertib oraganisasi dimasa mendatang. Dengan demikian seorang pemimpin dapat memberikan sanksi harus mampu menerapkannya dengan pantas sesuai dengan pelanggaran yang diperbuat oleh bawahannya. Dengan pendisiplinan, seorang pemimipin harus benar-benar bersikap adil, dengan sikap adil akan menutup kemungkinan timbul rasa mencurigai daripada bawahannya, bahwa sanksi yang tidak sesuai dengan bobot pelanggaran yang dilakukan.
      Namun demikian, dalam upaya untuk mendapatkan prajurit yang berdisiplin tinggi perlu suatu dorongan baik dari individu prajurit (internal) maupun dari luar (eksternal). Dorongan kuat dari dalam timbul dari adanya suatu kesadaran individu yang kuat tentang disiplin itu sendiri. Hal ini memerlukan suatu peran pimpinan (power) dalam suatu lingkungan tertentu dalam mencip­takan kondisi yang menuntut adanya kesadaran dari prajurit melakukan perbuatan sesuai aturan yang berlaku. Sehingga diri prajurit akan mendapat­kan out put rasa aman dan nyaman dalam melaksanakan tugasnya. Sedangkan dorongan kuat dari luar timbul sebagai akibat dari pengaruh luar baik dari unsur pimpinan maupun lingkungan.
      Untuk menghindari adanya konflik-konflik internal dan eksternal sebagai akibat dari adanya disiplin kaku (mati), perlu adanya suatu kemampuan dalam kepemimpinan dari unsur pimpinan untuk mencipta­kan kondisi rasa aman dan nyaman dari prajurit untuk melaksanakan tugasnya atas dasar keyakinan akan kebenaran sesuai aturan yang berlaku dengan memberikan toleransi, ruang gerak, inovasi dan kreasi dari prajurit, sehingga akan tercipta suatu disiplin yang luwes (fleksibel). Ada beberapa langkah-langkah lain yang dapat ditempuh secara teratur dan berkesinambungan sesuai dengan norma-norma dasar keprajuritan antara lain:
1)      Penanaman kesadaran prajurit akan pentingnya disiplin dalam kehidupan keprajuritan dan kemasyarakatan yang mensyaratkan prajurit akan selalu menjadi contoh dan teladan bagi lingkungan masyara­kat.
2)      Pemberian pemahaman (sosi­alisasi) aturan-aturan yang berkaitan dengan disiplin keprajuritan yang berlaku terhadap prajurit dan keluarga dengan dibarengi adanya suatu reward and punishment (penghargaan dan hukuman).
2.      Kerangka Penelitian
      Penelitian ini mencoba untuk menganalisis tentang Pelaksanaan Penegakan Disiplin Guna Meminimalisir Tingkat Pelanggaran Disiplin Anggota Di  Kogartap III/Surabaya dimana pelaksanaan sudah dilaksanakan sesuai dengan kebijaksanaan yang tertuang dalam  undang-undang nomor 25 tahun 2014 tentang Hukum Disiplin Militer, namun dalam pelaksanaannya masih dijumpai beberapa kendala dari sisi internal berupa moril, kedisiplinan, kesejahteraan, mental dan kecakapan prajurit, sementara dari sisi eksternal ditinjau dari kebijakan pembinaan yang  kurang mendukung pelaksanaan pembinaan personel.

B.  Metode Penelitian
            Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah kualitatif dimana menurut Bogdan dan Taylor (Moleong, 2007:5) menyatakan bahwa kualitatif merupakan suatu prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan pelaku yang diamati. Pendapat lain dikemukakan oleh Kirk dan Miller yang mendefinisikan kualitatif sebagai tradisi tertentu dalam pengetahuan yang secara fundamental bergantung pada pengamatan pada manusia dalam kawasan sendiri berhubungan dengan orang-orang tersebut dalam bahasannya dan dalam peristilahannya. Berdasarkan beberapa pengertian tersebut dapat dikatakan bahwa penelitian kualitatif merupakan penelitian yang dilakukan untuk memahami suatu fenomena yang dialami oleh subjek penelitian secara menyeluruh dan dengan cara  deskripsi dalam bentuk kata-kata dan bahasa menggunakan berbagai metode alamiah. 
      C.  HASIL DAN PEMBAHASAN
1.   Pelaksanaan Penegakan Disiplin Guna Meminimalisir Tingkat Pelanggaran Disiplin Anggota Di  Kogartap III/Surabaya                                             Hasil penelitian menunjukkan Adanya pembaharuan pedoman pembinaan dan pelaksanaan disiplin dilingkungan militer khususnya anggota Tentara Nasional Indonesia ditandai dengan disahkannya Undang Undang No.25 Tahun 2014 Tentang Hukum Disiplin Militer, yang dalam pasal 1 angka 4 menyatakan bahwa Hukum Disiplin Militer adalah peraturan dan norma untuk mengatur, membina, menegakkan disiplin, dan tata kehidupan yang berlaku bagi militer.
            1)   Bentuk Pelanggaran Hukum dan Hukuman Disiplin Militer
                              Dalam pelaksanaannya bentuk pelanggaran hukum yang terjadi di wilayah Kogartap III/Surabaya yang sering terjadi dibagi menjadi dua yang pertama adalah pelanggaran dalam satuan seperti Meninggalkan satuan tanpa ijin, Insubordinasi / melawan atasan dan Penyalahgunaan material serta Pelanggaran terhadap Permildas, kalau yang di luar satuan  seperti Perkelahian antar anggota TNI maupun antara TNI dengan masyarakat, susila, Pelanggaran memasuki daerah hitam, berjudi dan mabuk mabukan serta Pelanggaran terhadap ketentuan lingkungan masyarakat, sebagai contoh pelanggaran berlalu lintas, naik kendaraan tidak bayar, melanggar prosedur yang berlaku pada suatu instansi yang berkaitan dengan kepentingan pribadi. Sehingga timbul kesan di kalangan masyarakat bahwa TNI tidak disiplin.
                        Ketentuan Disiplin Prajurit merupakan aturan ketentuan ketaatan dan kepatuhan yang sungguh-sungguh setiap Prajurit Tentara Nasional Indonesia yang didukung oleh kesadaran yang bersendikan Sapta Marga dan Sumpah Prajurit untuk menunaikan tugas dan kewajiban serta bersikap dan berperilaku sesuai dengan aturan-aturan atau tata kehidupan Prajurit Tentara Nasional Indonesia.
                              Hal ini timbul dikarenakan persoalan yang tidak dapat diselesaikan oleh prajurut itu sendiri, yang pada akhirnya mempengaruhi moril dan semangat prajurit tersebut sehingga timbul kesan di kalangan masyarakat bahwa TNI tidak disiplin.
                                    Sikap disiplin dari suatu prajurit atau pasukan tidak selalu dalam keadaan konstan atau stabil, akan tetapi berubah disebabkan beberapa faktor yang mempengaruhi. Oleh karena itu kedisiplinan bagi seorang prajurit harus seringkali ditinjau untuk dianalisis serta dievaluasi agar senantiasa sikap disiplin bagi prajurit terus melekat. Dalam menyikapi hasil yang telah dievaluasi ketika ditemukan adanya kekurangan atau penurunan kualitas kedisiplinan akan disikapi melalui pembinaan disiplin melalui penegakan hukum untuk menjaga kualitas sikap disiplin yang setiap saat harus dijaga.
                              Bentuk penegakkan hukum berupa Peraturan merupakan pedoman bagi perilaku anggota untuk menciptakan dan mewujudkan lingkungan kerja yang kondusif. Segala pelanggaran yang dilakukan prajurit baik sengaja maupun tidak disengaja terhadap hukum dan atau peraturan disiplin prajurit dan atau melakukan perbuatan yang bertentangan dengan sendi-sendi kehidupan prajurit yang berdasarkan Sapta Marga dan Sumpah Prajurit atau melanggar aturan kedinasan, merugikan organisasi dan kehormatan prajurit, ketidak disiplinan prajurit akan berpengaruh terhadap etos kerja / kinerja satuan.
                                    Hasil penelitian juga menjelaskan bahwa jenis pelanggaran hukum disiplin militer terdiri atas segala perbuatan yang bertentangan dengan perintah kedinasan, peraturan kedinasan, atau perbuatan yang tidak sesuai dengan tata tertib militer; dan perbuatan yang melanggar peraturan perundang­undangan pidana umum.
                 
            2)   Penyelesaian Pelanggaran hukum Disiplin Militer
                              Dalam hal Penyelesaian Pelanggaran hukum Disiplin Militer  Pada Kogartap III telah melaksanakan seperti yang diamanatkan dalam UU Hukum Militer dimana Prajurit TNI yang melakukan Pelanggaran Hukum Disiplin Prajurit TNI dikenakan tindakan disiplin dan/atau  dijatuhi  hukuman disiplin Prajurit TNI. mengambil tindakan disiplin terhadap setiap bawahan yang melakukan Pelanggaran Hukum Disiplin Prajurit TNI.
                              Penyelesaian Pelanggaran hukum Disiplin Militer yang dilaksanakan merupakan Tindakan disiplin diberikan seketika oleh  setiap  atasan  kepada  bawahan berupa tindakan fisik dan/atau teguran lisan  yang  bersifat mendidik  dan mencegah terulangnya  Pelanggaran Hukum Disiplin Prajurit TNI. Tindakan disiplin tidak menghapus kewenangan Ankum (atasan yang berhak menghukum) untuk menjatuhkan hukuman disiplin Prajurit TNI.
                              Penyelesaian Pelanggaran Hukum Disiplin Prajurit TNI pada kogartap III dilaksanakan melalui kegiatan: pemeriksaan, penjatuhan hukuman, pelaksanaan hukuman dan pencatatan dalam buku hukuman. Alat bukti yang sah yang berlaku dalam Penyelesaian Pelanggaran Hukum Disiplin Prajurit TNI meliputi barang bukti, surat, informasi elektronik dan/atau dokumen elektronik, keterangan saksi, keterangan ahli dan keterangan tersangka.
                              Sanksi atau hukuman yang jelas, tegas dan adil terhadap setiap pelanggaran prajurit. Penerapan hukuman bagi prajurit yang melanggar tidak saja untuk membuat jera tetapi lebih dari pada itu harus dapat memotivasi pelanggar agar dapat merubah perilaku buruk menjadi baik. Hukuman harus memenuhi tiga aspek yaitu adil, memberikan efek jera dan mencegah orang lain berbuat pelanggaran yang sama.
                              Hasil penelitian juga menunjukkan asas umum dalam penyelesaian pelanggaran “disiplin militer adalah penyelesaian sesegera mungkin. Jadi, tekanannya adalah kepada kecepatan. Alasannya adalah bahwa pelanggaran yang dilakukan baru saja terjadi sehingga masih segar dalam ingatan. Dengan demikian reaksi segera dari pihak pimpinan atau Ankum terhadap pelanggaran yang terjadi akan memberikan kesan positif kepada si pelaku pelanggaran dan juga kepada rekan-rekannya sekesatuan. Kelambatan atau kesangsian bertindak dari pihak Ankum dapat diartikan sebagai kepemimpinan yang lemah dan kurang tegas yang merupakan bibit bagi menurunnya disiplin dan moril pasukan yang bersangkutan. Penyelesaian pelanggaran disiplin yang sesegera mungkin tidak boleh berarti bekerja secara ceroboh atau sembrono.
                              Setiap pelanggaran sekecil apapun harus segera diambil tindakan dan tidak boleh ditunda-tunda. Penundaan berarti akan memberikan peluang terjadinya pelanggaran. Sebuah peristiwa kecil (pelanggaran) bila didiamkan akan memicu pelanggaran yang lebih besar. Banyak orang yang tidak menyadari setiap kerusakan nilai-nilai dimulai dari hal-hal kecil . Dalam ilmu psikologi dikenal teori Tear Window atau Broken Window, teori ini dipopulerkan oleh dua orang ahli krimialitas (kriminolog) George L Kelling dan Catherine M Coles (1996). Melalui studinya mereka berdua menyimpulkan “pelanggaran/kriminalitas terjadi sebagai akibat (yang tak terelakan) dari adanya ketidakteraturan. Semua itu bermula dari, sebut saja, adanya jendela pecah (broken window) yang didiamkan oleh pemiliknya akan mendorong para pelaku kriminal lain untuk memecahkan kaca jendela lainnya.” Dalam bukunya yang berjudul Tipping Point, Gladwell menjelaskan “ jendela yang pecah yang tidak diperbaiki telah menimbulkan kesan ketidakpedulian, sehingga dalam waktu dekat akan ada lagi jendela yang kacanya pecah, yang disusul dengan vandalisme dan keonaran-keonaran”.
                              Hukuman yang diberikan oleh pimpinan terhadap anggota yang melanggar tujuan akhirnya adalah menciptakan kondisi disiplin baik secara pribadi, kelompok maupun satuan yaitu terwujudnya sikap prajurit yang berpikir tertib, bersikap tertib, bertingkah laku tertib sesuai aturan yang benar. Kondisi disiplin tidak tumbuh dengan sendirinya tetapi lahir dan dimulai dari disiplin pribadi, mengarah pada disiplin keluarga, disiplin kelompok, disiplin golongan yang akhirnya menjadi disiplin satuan. Ketidaktertiban berawal dari ketidakdisiplinan pribadi, ketidaktertiban menggunakan waktu kerja yang kemudian melahirkan penyimpangan administrasi, kehidupan dinas, dengan tidak terasa menjurus pada ketidaktertiban dalam melaksanakan tugas kedinasan. Aturan kedinasan sudah jelas, perangkat hukum telah memadai, maka sekecil apapun pelanggaran harus diberikan sanksi, apabila sanksi dilaksanakan dengan konsekuen dan konsisten, tentu mempunyai arti besar yang berdampak positif bagi satuan.
                              Pada proses pemeriksaan tersangka pelaku pelanggaran dilaksanakan secara wajar. Ankum harus memberikan kesan bahwa Ankum akan bertindak adil sehingga mendorong tersangka untuk membeberkan  kejadian  yang  sebenarnya.  Dalam  hal  keterangan  tersangka  berbeda  dengan laporan yang diterima maka Ankum yang bersangkutan meminta penjelasan dari si pelapor. Si tersangka  dapat  mengajuan  saksi-saksi  tetapi  Ankum  baru  memeriksa  mereka  jika  dia memandang perlu dan terdapat cukup alas an untuk itu. Keterangan dari saksi-saksi itu diberitahukan kepada tersangka yang dapat menyangka kebenarannya. Apabila Ankum tersebut berhalangan untuk memeriksa sendiri tersangka maka pemeriksaan dapat dilakukan oleh Ankum yang lain.
                              Ankum dapat menjatuhkan hukuman disiplin dalam sidang disiplin. Dalam menjatuhkan hukuman disiplin Ankum harus mengusahakan terwujudnya keadilan disamping memberikan efek jera agar si pelanggar tidak melakukan pelanggaran hukum disiplin militer dikemudian hari. Keputusan Ankum dalam menjatuhkan hukuman disiplin dituangkan dalam Surat Keputusan Hukuman Disiplin. Hukuman disiplin yang dijatuhkan Ankum dalam sidang disiplin dilaksanakan segera setelah hukuman disiplin dijatuhkan. Dalam halnya penahanan ringan, terhukum disiplin dapat diperkerjakan diluar tempat menjalani hukuman. Namun terhukum disiplin dengan penahanan berat yang tidak dapat diperkerjakan di luar tempat menjalani hukuman. Hukuman disiplin dicatat dalam buku hukuman dan buku data personel yang melakukan pelanggaran hukum disiplin militer.  Segala ketentuan teknis atau pelaksanaan yang ada dalam Undang-Undang hukum disiplin militer diatur melalui keputusan panglima TNI.

2.   Faktor yang mendorong dan menghambat Penegakan Disiplin Guna Meminimalisir Tingkat Pelanggaran Disiplin Anggota
      a.   Internal Prajurit berupa kesejahteraan, moril, mental, kedisiplinan dan kecakapan prajurit.
            TNI AD dalam menyelesaikan tugas–tugas  harus memperhatikan, kesejahteraan, moril, mental, kedisiplinan dan kecakapan prajurit. Ketiga hal ini harus berlangsung beriringan secara berkesinambungan karena salah satu saja tidak terlaksana dengan Kedisiplinan akan  akan mustahil dapat dilaksanakan. Kesejahteraan akan menunjang tingginya dan  moril prajurit yang sangat diperlukan bertujuan agar prajurit bangga akan profesi dan Dharma Bhaktinya sebagai seorang Prajurit, sehingga merasa dan berusaha untuk selalu siap sedia menjalankan tugas dan kewajiban dengan penuh kesadaran dan bertanggung jawab, dengan demikian akan membentuk mental dalam mempersiapkan diri untuk mampu melaksanakan tugas dan tanggung jawabnya dengan maksimal. Dengan terbentuknya moril dan mental prajurit yang diinginkan maka akan terbentuk pula kedisiplinan dan kecakapan prajurit, dalam hal pembinaan kedisiplinan ini kita harus melihat moril prajurit sangat erat hubungannya dengan disiplin,   karena kondisi disiplin prajurit yang tinggi akan terwujud apabila semangat dan moril juga tinggi. Sehingga satu sama lain sangat berkaitan dan tidak dapat dipisahkan permasalahan yang timbul  pada prajurit akan berpengaruh terhadap kondisi prajurit yang pada akhirnya akan mempengaruhi tugas satuan.   
b.   Eksternal berupa kebijakan yang ada dan Lingkungan masyarakat
            1)   Sistem dan Aturan yang berlaku
                        Dengan adanya kebijakan Pemerintah untuk mengurangi anggaran TNI maka perlu adanya kebijakan Pembinaan satuan yang disesuaikan dengan anggaran yang ada dalam hal pengimplementasian Kebijakan dalam pembinaan satuan telah melaksanakan kebijakan tersebut dengan mengacu kepada kebijakan hukum kedisiplinan yang dilakukan. Namun masih ada beberapa hal yang perlu mendapat perhatian dari para Komandan Satuan : Pertama : Selalu berupaya meningkatkan kemampuan diri melalui penambahan bekal ilmu pengetahuan dan teknologi dengan dilandasi disiplin diri yang tinggi dan kemauan yang keras untuk maju. Kedua : Budayakan  pemberian reward and punishment secara obyektif dan konsisiten terhadap setiap prajurit, serta dilaksanakan secara proporsional dan terarah. Ketiga : Laksanakan pembinaan mental, moril, jasmani, penanaman kesadaran dan penegakan hukum, disiplin dan tata tertib  yang harus dilaksanakan secara simultan dalam pembinaan satuan.


2) Pengaruh lingkungan
      Hal yang tak kalah pentingya dalam pembinaan personel ini adalah perhatian terhadap kondisi lingkungan masyarakat disekitar tempat tingal prajurit sangat berpengaruh terhadap pembinaan satuan di satuan. Karena adanya kecenderungan perubahan pola hidup dalam masyarakat ini sedikit banyak akan mempengaruhi pula Pembinaan satuan khususnya personel TNI dimana anggota TNI akan mudah terbawa arus kedalam pola hidup lingkungan sekitarnya, sehinga jatidiri dan profesionalitas anggota sebagai prajurit. Selain itu adanya desakan dari  keluarga yang telah terpengaruh oleh pola hidup pada masyarakat yang telah berubah juga dapat menyebabkan tekanan bagi anggota prajurit untuk mengikutinya.


D.  Penutup
1.   Pelaksanaan Penegakan Disiplin Guna Meminimalisir Tingkat Pelanggaran Disiplin Anggota Di  Kogartap III/Surabaya
      a.   Dalam pelaksanaannya bentuk pelanggaran hukum yang terjadi di wilayah Kogartap III/Surabaya yang sering terjadi dibagi menjadi dua yang pertama adalah pelanggaran dalam satuan seperti Meninggalkan satuan tanpa ijin, Insubordinasi / melawan atasan dan Penyalahgunaan material serta Pelanggaran terhadap Permildas, kalau yang di luar satuan  seperti Perkelahian antar anggota TNI maupun antara TNI dengan masyarakat, susila, Pelanggaran memasuki daerah hitam, berjudi dan mabuk mabukan serta Pelanggaran terhadap ketentuan lingkungan masyarakat, sebagai contoh pelanggaran berlalu lintas, naik kendaraan tidak bayar, melanggar prosedur yang berlaku pada suatu instansi yang berkaitan dengan kepentingan pribadi. Sehingga timbul kesan di kalangan masyarakat bahwa TNI tidak disiplin.
      b.   Penyelesaian Pelanggaran Hukum Disiplin Prajurit TNI pada kogartap III dilaksanakan melalui kegiatan: pemeriksaan, penjatuhan hukuman, pelaksanaan hukuman dan pencatatan dalam buku hukuman. Alat bukti yang sah yang berlaku dalam Penyelesaian Pelanggaran Hukum Disiplin Prajurit TNI meliputi barang bukti, surat, informasi elektronik dan/atau dokumen elektronik, keterangan saksi, keterangan ahli dan keterangan tersangka
2.   Faktor yang mendorong dan menghambat Penegakan Disiplin Guna Meminimalisir Tingkat Pelanggaran Disiplin Anggota
      a.   Kesejahteraan akan menunjang tingginya dan  moril prajurit yang sangat diperlukan bertujuan agar prajurit bangga akan profesi dan Dharma Bhaktinya sebagai seorang Prajurit, sehingga merasa dan berusaha untuk selalu siap sedia menjalankan tugas dan kewajiban dengan penuh kesadaran dan bertanggung jawab, dengan demikian akan membentuk  mental dalam mempersiapkan diri untuk mampu melaksanakan tugas dan tanggung jawabnya dengan maksimal. Dengan terbentuknya moril dan mental prajurit yang diinginkan maka akan terbentuk pula kedisiplinan dan kecakapan prajurit, dalam hal pembinaan kedisiplinan ini kita harus melihat moril prajurit sangat erat hubungannya dengan disiplin,   karena kondisi disiplin prajurit yang tinggi akan terwujud apabila semangat dan moril juga tinggi. Sehingga satu sama lain sangat berkaitan dan tidak dapat dipisahkan permasalahan yang timbul  pada prajurit akan berpengaruh terhadap kondisi prajurit yang pada akhirnya akan mempengaruhi tugas satuan.
      b.   Hal yang tak kalah pentingya dalam Penegakan Disiplin ini adalah perhatian terhadap Sistem dan aturan yang berlaku, perubahan lingkungan global berpengaruh terhadap pembinaan satuan. Karena adanya kecenderungan perubahan pola hidup dalam masyarakat ini sedikit banyak akan mempengaruhi pula Pembinaan Satuan dimana anggota TNI akan mudah terbawa arus kedalam pola hidup lingkungan sekitarnya, sehinga jatidiri dan profesionalitas anggota sebagai prajurit.
Saran
1.   Perlunya   peningkatan   pengawasan   atasan,   agar   secara langsung dapat  mengetahui  kemampuan  dan  tingkat kedisiplinan
2.   Perlunya menyediakan buku-buku mengenai pembinaan disiplin TNI dalam jumlah dan jenis yang memadai serta mudah diperoleh, sehingga setiap personil TNI mempunyai pedoman yang sama dalam melaksanakan tugas serta kemampuan yang sesuai dengan bidang tugasnya.
3.   Dalam menentukan peraturan dan kebijakan-kebijakan yang berkaitan dengan kedisiplinan personil menyangkut kesejahteraan, hak dan tanggung jawab personil hendaknya para pimpinan, khususnya para pejabat personil hendaknya harus memperhatikan unsur kebersamaan dan menjunjung tinggi rasa keadilan, sehingga tidak menimbulkan kecemburuan sosial yang dapat mengganggu keharmonisan dalam hubungan sosial antara prajurit TNI.

E.  PUSTAKA
Agustino Leo. 2008. Dasar-dasar Kebijakan Publik. Bandung: Alfabeta

Edward III, George C. 1980. Implementing Public Policy. Washington DC:Congressional Quarterly Press.

Gitosudarmo, Indriyo. 2000. Perilaku Keorganisasian. Edisi Pertama. Cetakan Kedua. Penerbit BPFE. Yogyakarta.

Heidjrachman Ranupandojo dan Suad Husnan. 2004. Manajemen Personalia. BPFE. Yogyakarta.

Hitt, William D. 2003. The Model Leader : A Fully Functioning Person. Leadership & Development Journal. Vol 14. No. 7.

http://mulyono.staff.uns.ac.id, Variabel Dalam Kebijakan Publik Rabu, 29 Maret 2010.

Islamy, M. Irfan. 2004. Prinsip-Prinsip Perumusan Kebijaksanaan Negara. Cetakan Delapan. Bumi Aksara. Jakarta.

Luthans Fred. 2005. Organizational Behavior. New York : Mc Graw-Hill. Inc. USA.

Markas Besar Tentara Nasional Indonesia Pusat Pembinaan Mental. 1998. Juklap Bintal Fungsi Komando. Jakarta. Susgati Bintal TNI.

Martoyo, Susilo. 2000. Pengetahuan Dasar Managemen dan Kepemimpinan. Yogyakarta: BPFE

Merianus, Appono. 2010. Pengaruh Kepemimpinan, Latihan Dan Disiplin Terhadap Motivasi Serta Dampaknya Pada Kinerja Satuan Yonif 112/Raider Kodam Iskandar Muda. Thesis. Unsyiah.

Moleong, Lexy J. 2007. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.

Rianto, Nugroho D. 2006. Kebijakan Publik: Formulasi, Implementasi dan Evaluasi. Jakarta:PT. Elex Media Komputindo.


Robbins, Stephen P, 2004. Perilaku Organisasi, Alih Bahasa Hadyana Pujaatmaka dan Benyamin Molan, Penerbit Prenhallindo. Jakarta.

Shafritz, Jay.M. dan E.W.Russell. 1997. Introducing Public Administration. New York, N.Y.: Longman

Surjani, S. 2003. Pengaruh Gaya Kepemimpinan Situasional Terhadap Prestasi Kerja. Tesis (tidak dipublikasikan). Program Pascasarjana UNIBRAW. Malang.

Talcott, Parsons: 2005. Theorist Of Modernity, Cultural & Society. London Sage Publication Inc.

Umar, Husein. 2001, Riset Sumber Daya Manusia Dalam Organisasi, Cetakan Ketiga, PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.

Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2014 Tentang Hukum Disiplin Militer

UU No. 34 Tahun 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia




[1] Alamat Korespondensi: Abahrumadi@gmail.com


Sudah Saatnya Dilakukan Deradikalisasi di Tubuh TNI-Polri

D. Jarwoko Peristiwa penusukan Menko Polhukam Wiranto oleh anggota Jamaah JAD di Menes, Pandeglang beberapa hari lalu setidaknya membua...