Tuesday, July 28, 2015

MEMULIAKAN PETANI MEWUJUDKAN KEDAULATAN PANGAN

MEMULIAKAN PETANI MEWUJUDKAN KEDAULATAN PANGAN

PELTU. DR. H. RUMADI. SE. SH. M.Hum.
AJENDAM V/BRAWIJAYA


Setelah beberapa waktu lalu raykat di negara ini di pusingkan dengan naik turunnya barang kebutuhan pokok akibat naik turunnya BBM, kali ini yang menjadi trending topic dalam berbagai media adalah masalah kenaikan beras yang notabene adalah kebutuhan mendasar yang paling pokok di sektor pangan bagi bangsa ini.
Sesuatu yang sangat ironis sepertinya terjadi di negeri ini, Indonesia merupakan Negara agraris serta memiliki banyak sekali Sumber Daya Alam yang melimpah. Jika dilihat seharusnya Indonesia bisa mencukupi kebutuhan pangan masyarakatnya sendiri. Namun pada kenyataannya produksi pangan Indonesia masih melakukan impor pangan dari Negara lain karena produksi pangannya dianggap belum mampu mencukupi kebutuhan masyarakat Indonesia akan pangan. Bahkan Indonesia yang notabene dianggap sebagai Negara penghasil beras terbesar ketiga di dunia harus melakukan impor beras dari Negara-negara lain untuk bisa mencukupi kebutuhan beras masyarakat Indonesia.
Bahkan terkesan masalah kedaulatan pangan adalah jargon dari pemerintahan baru seperti “revolusi mental” yang cenderung hanya lips service dan sulit untuk di wujudkan. Pemerintah seolah tidak menyadari jika masalah kelangkaan beras sangat rawan karena bisa membuat rakyat menjadi marah dan pada suatu saat nanti akan bisa terjadi gejolak politik, apabila pemerintah tidak segera mengambil langkah langkah yang memihak pada rakyat.Tidak adanya daya beli sebagian masyarakat sebagai akibat masih tingginya angka kemiskinan dan pengangguran di Indonesia. Kita kembalikan lagi hal pada hati nurani para pemimpin negeri ini di manakah rasa nasionalismenya.

Penyebab Kelangkaan Beras
Seperti yang terjadi pada umumnya, jika ada kelangkaan pasti akan ada kenaikan harga, inilah yang membuat rakyat semakin susah. Bahkan berbagai hal tentang penyebab kelangkaan ini mulai simpang siur diberitakan mulai tidak bersahabatnya cuaca hingga ada permainan para spekulan. Ini kemudian menjadi pertanyaan besar trus apa kerja pemerintah selama ini?
Seperti yang di sebutkan oleh menteri perdagangan yang menyebutkan bahwa kelangkaan beras ini akibat ulah mafia beras  (http://www.tubasmedia.com). Atau para anggota dewan yang menganggap Bulog lamban dalam melakukan operasi pasar, hal ini secara tidak langsung membuktikan bahwa pemerintah kita ini lemah, dan jauh dari jargon yang dikemukakannya mengenai kedaulatan pangan. Bagaimana tidak spekulan pasti ada dalam setiap perdagangan, tapi mengapa bisa Bulog sebagai badan usaha pemerintah yang ditunjuk untuk mengatasi masalah ini tidak bisa berbuat apa-apa dan seperti kalah dengan adanya mafia?
Akar Masalah dari semua ini adalah kita seolah melupakan petani sebagai salah satu komponen utama untuk mewujudkan Kedaulatan pangan ini, bukan rahasia lagi jika meskipun di gembar-gemborkan adanya benih dan pupuk murah, tetapi semua itu di kemas dalam aturan yang tidak pro kepada petani, sehingga aturan yang dibuat itu tidak tepat sasaran alias para petani masih merasa kesulitan mendapatkan pupuk maupun benih murah itu.
Kebijakan pertanian pada umumnya dan beras pada khususnya ternyata menempatkan petani sebagai pemain utama sektor ini dalam posisi yang sangat menyedihkan. Petani sebagai tulang punggung pertanian berada pada kondisi yang sangat memprihatinkan. Para petani bukanlah orang yang malas sehingga menjadi miskin. Namun sekeras apapun bekerja, pendapatan yang diperoleh sangat kecil dan hanya mampu untuk memenuhi kebutuhan subsisten. Sedangkan untuk membiayai ongkos produksi periode berikutnya, satu-satunya cara adalah berhutang.
Apakah kondisi ini akan terus dibiarkan berlarut-larut? Atau memang profesi petani sudah tidak layak lagi ada di Indonesia karena yang terjadi adalah penindasan, bahkan pembunuhan, secara pelan-pelan. Atau mungkin pemerintah berencana untuk menjadikan Indonesia menjadi pengimpor utama beras di dunia. Kondisi ini bisa jadi terwujud ketika profesi petani benar-benar hilang di Indonesia. Jika hal ini terjadi mustahil jargon ‘KEDAULATAN PANGAN’ akan bisa diwujudkan.
AKAR MASALAH UTAMA TERJADINYA KRISIS PANGAN
Meningkatnya kebutuhan pangan baik dalam jumlah, keragaman dan mutunya, seiring dengan pertumbuhan populasi dan kualitas hidup masyarakat. Sumberdaya lahan dan perairan sebagai basis kegiatan sektor pertanian semakin terdesak oleh kegiatan perekonomian lainnya termasuk prasarana pemukinan dan transportasi. Selain itu, produksi komoditas pangan juga menghadapi tantangan di bidang teknologi, SDM, kegiatan hulu dan hilir, kesejahteraan masyarakat produsen maupun konsumen, sistem pasar domestik hingga global, dan penyelenggaraan pelayanan publik. Berbagai permasalahan dan tantangan yang mempengaruhi upaya pembangunan ketahanan pangan, sebagai berikut.

Ketersediaan Pangan
Berbagai kendala dalam meujudkan kedaulatan pangan ini adalah kemampuan produksi pangan yang semakin terbatas. Beberapa masalah kunci untuk memenuhi ketersediaan pangan, yaitu: konversi lahan pertanian ke nonpertanian khususnya sawah semakin luas. Peran lahan sebagai basis produksi pertanian tidak tergantikan. Ketersediaan lahan adalah syarat mutlak mewujudkan ketahanan pangan nasional. Tingginya laju konversi lahan pertanian ke nonpertanian mengakibatkan semakin langkanya sumber daya air untuk pertanian. Buruknya saluran irigasi untuk mengairi lahan pertanian menyebabkan lahan pertanian sering mengalami kekeringan dan gagal panen.
Masalah lain, meliputi fenomena iklim yang semakin tidak menentu (eratik), karena pengaruh global warming yang diakibatkan oleh emisi karbon dan illegal logging. Keterbatasan petani dalam memanfaatkan teknologi pertanian dalam meningkatkan produktifitas hasil pertaniannya. Kemampuan bulog menyerap gabah dan beras petani hanya 8%-10% dari kebutuhan beras Indonesia, sehingga belum mampu menjaga stok pangan nasional. Kebijakan impor pangan untuk mencukupi stok pangan nasional menyebabkan harga di dalam negeri tertekan dan merugikan para petani. Adanya krisis bahan bakar fosil dan isu lingkungan membuat isu bahan bakar nabati (biofuel) naik. Berbagai komoditas seperti kelapa sawit, kedelai, singkong, dan jagung sekarang ditanam untuk keperluan biofuel. Padahal, kebutuhan pangan nasional masih sulit untuk dipenuhi sendiri.
Permasalahan Distribusi
Stabilitas pasokan dan harga merupakan indikator penting yang menunjukkan kinerja subsistem distribusi. Beberapa permasalahan terkait dengan aspek distribusi, yaitu belum memadainya prasarana dan sarana distribusi untuk menghubungkan lokasi produsen dengan konsumen di seluruh wilayah yang menyebabkan kurang terjaminnya kelancaran arus distribusi pangan. Hal ini dapat menghambat akses fisik dan berpotensi memicu kenaikan harga, sehingga dapat menurunkan kualitas konsumsi pangan. Ketidaklancaran proses distribusi juga merugikan produsen, karena disamping biaya pemasaran yang mahal, hasil pertanian merupakan komoditi yang mudah susut dan rusak. Selain itu, ketidakstabilan harga memberatkan petani. Dengan sifat produksi yang musiman, penurunan harga pada saat panen cenderung merugikan petani. Sebaliknya, pada saat tertentu, harga pangan meningkat dan menekan konsumen, tetapi peningkatan harga tersebut tidak banyak dinikmati para petani sebagai produsen.
Pada distribusi benih dan pupuk dijumpai kesulitan petani mendapatkan pupuk utamanya pupuk bersubsidi juga merupakan permasalahan dalam sistem distribusi. Berdasarkan analisis, ditemukan beberapa faktor yang berpengaruh menurunkan kemampuan penyediaan pupuk pada koperasi, yaitu (1) kuota penyaluran pupuk koperasi yang hanya sekitar 30 %, (2) monopoli penyaluran pupuk oleh swasta, (3) kelangkaan pupuk yang disebabkan oleh ekspor pupuk illegal ke luar negeri, pengalihan penjulan pupuk ke perusahaan perkebunan besar atau dihilangkan untuk tujuan tertentu sehingga menyulitkan koperasi menyediakan pupuk dalam jumlah yang memadai bagi petani, (4) jumlah permintaan pupuk petani khususnya di Pulau Jawa yang terus meningkat, (5) harga pupuk yang melebihi Harga Eceran Tertinggi (HET) menciptakan kendala pembiayaan bagi koperasi untuk mensuplai pupuk kepada petani.
Konsumsi Pangan dan Kondisi Petani
Meledaknya jumlah pertambahan jumlah penduduk yang semakin besar dengan konsentrasi pangan pokok beras, diikuti dengan  laju produktivitas hasil pertanian yang lambat akan semakin mempersulit beban penyediaan pagan, terutama dalam kondisi semakin terbatasnya sumber daya alam sebagai basis produksi. Kebijakan pengembangan pangan yang terfokus pada beras telah mengabaikan potensi sumber-sumber pangan karbohidrat lainnya. Teknologi pengolahan pangan lokal di masyarakat kurang berkembang dibandingkan teknologi produksi dan kurang bisa mengimbangi semakin membanjirnya produk pangan olehan yang berasal dari pangan impor. Masyarakat pada daerah terpencil masih mengalami kerawanan pangan secara berulang (kronis) pada musim paceklik. Demikian pula sering terjadi kerawanan pangan mendadak (transein) pada daerah-daerah yang terkena bencana. Akibatnya di beberapa daerah mengalami kekurangan pangan atau kasus malnutrisi akibat tidak mampu menjangkau akses konsumsi pangan.
Seperti kita ketahui petani adalah ujung tombak penjaga ketahanan dan kedaulatan pangan pangan. Jika produktivitas dan pendapatan mereka meningkat, akan sangat sigknifikan kontribusinya kepada ketahanan pangan nasional. Pertama, jika produktivitas usaha tani meningkat, suplai pangan nasional juga meningkat. Kedua, ketika hasil usaha tani mereka mampu memberikan pendapatan tinggi, berarti akses mereka terhadap pangan meningkat. Naiknya pendapatan petani berarti aspek keterjangkauan dalam ketahanan pangan nasional akan meningkat. Ada empat kendala yang dihadapi petani untuk meningkatkan produktivitas dan pendapatannya. Pertama, kendala struktural sumber daya lahan. Sebagian besar petani kita adalah petani lahan sempit. Teori ekonomi mengatakan ada ukuran skala ekonomi tertentu dari aktivitas produksi yang harus dipenuhi (economic of scale) agar suatu unit usaha bisa menguntungkan dan efisien. Kedua, masalah rendahnya akses terhadap input pertanian penting. Ketiga, minimnya akses terhadap dana dan modal. Keempat, banyaknya masalah pada pemasaran output mereka.
MEMULIAKAN PETANI MENGATASI AKAR MASALAH
Masalah kelangkaan beras ini sebenarnya sangat mudah jika semua komponen yang ada di dalamnya bersatu padu dan bahu membahu dengan sedikit memuliakan petani sebagai komponen utama dalam masalah ini, langkah-langkah mudah ini akan benar-benar dapat mewujudkan ‘kedaulatan pangan’ jika semua pihak mempunyai komitmen untuk menjalankannya dengan baik. Adapun langkah-langkahnya adalah:
1.      Membuat aturan subsidi dan penyaluran benih dan pupuk yang lebih pro kepada petani karena kita ketahui Keresahan yang ditimbulkan di masyarakat seperti penyaluran pupuk bersubsidi berpotensi tidak tepat sasaran atau tidak sesuai dengan kebutuhan petani. Volume penyaluran pupuk bersubsidi yang dilaporkan produsen pupuk tidak menggambarkan kondisi yang sebenarnya, sehingga berdampak pada perhitungan subsidi, hal ini memerlukan program tata kelola program subsidi pupuk maupun benih yang benar-benar di perhatikan oleh pemerintah.
Kalau kita telusuri kesulitan petani mendapatkan pupuk utamanya pupuk bersubsidi juga merupakan permasalahan dalam sistem distribusi pupuknya. Berdasarkan pengamatan, ditemukan beberapa faktor yang berpengaruh menurunkan kemampuan penyediaan pupuk pada koperasi, yaitu (1) kuota penyaluran pupuk koperasi yang hanya sekitar 30 %, (2) monopoli penyaluran pupuk oleh swasta, (3) kelangkaan pupuk yang disebabkan oleh ekspor pupuk illegal ke luar negeri, pengalihan penjulan pupuk ke perusahaan perkebunan besar atau dihilangkan untuk tujuan tertentu sehingga menyulitkan koperasi menyediakan pupuk dalam jumlah yang memadai bagi petani, (4) jumlah permintaan pupuk petani khususnya di Pulau Jawa yang terus meningkat, (5) harga pupuk yang melebihi Harga Eceran Tertinggi (HET) menciptakan kendala pembiayaan bagi koperasi untuk mensuplai pupuk kepada petani.
2.      Melakukan Upaya agar sawah tidak menghilang adalah dengan menerbitkan undang2 konservasi lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan (LP2b) Peraturan Pemerintah RI Nomor 1 Tahun 2011 Tentang Penetapan dan Alih Fungsi Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan, tapi hal ini kadang cukup sulit dalam penerapanya..bagaimana bisa melarang orang menjual sawah2nya sendiri ke pemilik modal untuk dialih fungsikan atau mengkonversi sawah tersebut menjadi rumah bagi anak2nya, tetapi dengan membuat kebijakan yang pro kepada petani, paling tidak akan membuat petani tidak begitu saja melepaskan lahannya, karena yang ada saat ini adalah justru petani adalah pihak yang lemah ketika lahannya akan di jadikan sesuatu atau untuk pembangunan bagi para pengembang atau investor di bidang pembangunan.
Padahal dengan menghilangnya lahan pertanian ini, pada musim penghujan akan cepat menyebabkan bencana juga karena hilangnya unsur serapan air akibat hilangnya fungsi lahan.
3.      Mengembalikan fungsi Bulog sebagai penstabil harga beras di pasaran, disini Perum Bulog juga harus memberikan harga beli terhadap produk dengan harga yang wajar kepada para petani. Saat bersamaan petani juga mendapatkan pendapatan yang cukup dengan kepercayaan bahwa produksinya bisa dibeli Bulog. Sehingga keuntungan itu bisa dinikmati untuk kehidupannya.
4.      Kebijakan pemerintah dalam mengatur stabilisasi harga gabah dan beras sering tidak efektif dan dinikmati para petani. Dikotomi pro-produsen/konsumen juga tidak pernah lepas dari pertimbangan pemerintah dalam menentukan kebijakan perberasan dimana harus melindungi produsen (petani) sekaligus konsumen. Disinilah diperlukan kebijakan ganda yang lebih komprehensif sebagai kompromi guna menyatukan dua kepentingan. Oleh karena itu, kebijakan HPP perlu dibarengi kebijakan lain yang bisa mengangkat kesejahteraan petani. Pertama, dalam jangka menengah/panjang kebijakan kontrol harga langsung dihilangkan, dikompensasi dengan subsidi input (pemberian bibit unggul, pupuk, penyuluhan, irigasi yang baik, teknologi pertanian, dan lainnya) untuk menurunkan biaya yang harus ditanggung petani padi. Kedua, stabilitas pasar harus dibangun untuk menjamin kepastian bagi kosumen komoditas pangan.



Menghadapi berbagai problematika ketahanan pangan nasional dewasa ini, maka pemerintah perlu menata kembali struktur perekonomiannya apabila tidak ingin hanya menjadi pasar produk asing serta mengalami krisis pangan yang berkepanjangan. Kebijaksanaan pembangunan di Indonesia perlu diarahkan pada pertumbuhan sektor pertanian. Oleh karena itu, sangatlah strategis bahwa perlu adanya strategi pembangunan nasional yang meletakkan sektor pertanian sebagai mesin penggerak ekonomi bangsa. Dengan cara ini, kapasitas produksi pertanian lebih dapat ditingkatkan termasuk kemampuan ekspor sehingga mampu mengurangi kebutuhan impor, sekaligus memperbesar cadangan devisa yang selanjutnya dapat mengurangi defisit anggaran. Selain itu, apabila kinerja sektor pertanian dan pendapatan masyarakat pedesaan yang merupakan mayoritas penduduk Indonesia meningkat, maka permintaan masyarakat terhadap input-input industri menjadi lebih tinggi sehingga transformasi ekonomi ke arah industrialisasi akan menjadi lebih kokoh (Nasoetion, 2003).
Sistem pertanian berbasis rakyat merupakan sistem pertanian tradisional yang biasanya bersifat subsistem. Secara sosiologis, petani Indonesia lebih bersifat subsistem, kurang mengenal potensi dirinya sendiri untuk bergerak lebih maju ke arah pertanian komersial (Ikhsan dan Mohammad, 1996). Sehingga setiap ada peluang bisnis, yang sigap menangkap bukan petani, melainkan pedagang. Nilai tambah terbesar jatuh ke tangan pedagang, sedangkan petani tetap bertahan dalam level subsistem. Oleh karena itu, diperlukan bekal keterampilan bagi petani yang dibantu pemerintah agar dapat memberikan nilai tambah produk pangan yang dihasilkan melalui industri pengolahan pangan dan tambahan modal.
Sistem pertanian rakyat tidak boleh dihilangkan, karena menyangkut hajat hidup petani yang sudah lama bergelut dengan pertanian pangan. Namun, sistem produksi rakyat seperti ini sulit ditingkatkan sehingga diperlukan kebijakan dan sistem pertanian pangan modern untuk diterapkan. Peran negara dan swasta sebagai industri besar didorong untuk menjalankan produksi pangan beras berupa areal persawahan besar (rice estate). Strategi ini digunakan untuk mengimbangi sistem pertanian pangan besar dan modern di negara-negara pengekspor pangan, seperti AS, Australia, dan negara di Eropa. Bahkan sektor pertanian di negara tersebut ketat diproteksi, ditambah subsidi oleh negara dalam jumlah sangat besar.         
PENUTUP
Selama ini akibat kelangkaan pangan ini kita tidak menyadari bahwa pihak yang paling dirugikan oleh kebijakan pertanian khususnya beras adalah petani sendiri. Petani berada pada posisi diambang kemiskinan. Ketika telah menjadi miskin, petani semakin terpuruk karena kemiskinan menjadikan petani rentan, tidak berdaya dan voiceless. Kondisi ini disebabkan oleh ketidakmampuan petani untuk memperoleh nilai tambah atas produk yang dihasilkannya. Nilai tambah dari pertanian diambil oleh pengusaha dan dunia industri.
Untuk itu perlu di buat kebijakan-kebijakan yang benar-benar memuliakan petani, diantaranya Bulog harus mengambil peran penting dalam memantau dan mengawasi tata niaga beras. Selama ini posisi Bulog ambigu yakni sebagai regulator dan pemain. Sebagai regulator, Bulog seharusnya tidak diperkenankan menjadi pemain. Dalam sepakbola akan sangat sulit mengalahkan tim yang bermain tapi merangkap sebagai wasit. Kebijakan Kedaulatan pangan ini ini tidak akan berhasil apabila tidak ada political will dari pemerintah untuk memperbaiki kehidupan petani atau lebih memuliakan petani. Faktor-faktor yang mempengaruhi kebijakan ini mencakup lintas wilayah, sektor, dan pelaku. Perbedaan kepentingan antar faktor pasti terjadi dan hal itu sangat alamiah. Ketika setiap faktor tidak bisa duduk bersama maka realisasi kebijakan ini akan semakin sulit terwujud.
Kedaulatan dan Ketersediaan pangan merupakan tulang punggung pertahanan nasional. Kebijakan ketahanan pangan nasional pada saat ini masih belum membuat bangsa Indonesia terbebas dari krisis pangan. Kondisi ini disebabkan oleh permasalahan subsistem ketersediaan pangan, distribusi, konsumsi dan kondisi petani. Kemampuan produksi pangan yang semakin terbatas disebabkan meluasnya konversi lahan pertanian ke nonpertanian, permasalahan saluran irigasi, teknologi pengolahan sawah oleh petani masih bersifat tradisional, pengelolaan distribusi pupuk yang amburadul, serta kebijakan impor pangan yang menjadi bumerang terhadap ketahanan pangan nasional. Oleh karena itu, faktor kunci dalam menjaga ketahanan pangan bukan hanya dari peran pemerintah saja, tetapi juga peran masyarakat sebagai benteng terakhir penjaga ketahanan pangan nasional.
Kebijaksanaan pembangunan Indonesia perlu diarahkan pada pertumbuhan di sektor pertanian sebagai mesin penggerak ekonomi bangsa. Dibutuhkan strategi baru dengan pilar produksi sistem pertanian modern yang melibatkan pertanian rakyat, peran BUMN, dan swasta berupa areal persawahan besar (rice estate). Dengan cara ini, maka kesenjangan antara produktivitas pertanian dan nonpertanian dapat dihilangkan dan kelangsungan pertumbuhan nasional lebih terjamin. Pembangunan masyarakat pedesaan/petani perlu di arahkan kepada penciptaan sektor pertanian sebagai lapangan usaha yang menarik, sehingga konversi tanah pertanian ke nonpertanian dapat dicegah secara alamiah. Dengan demikian upaya pencegahan dan pengendalian alih fungsi lahan pertanian melalui peraturan-peraturan formal pemerintah akan menjadi lebih bermakna.
Referensi:
Arifin, B. 2007. Diagnosa Ekonomi Politik Pangan dan Pertanian. Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada.
Nasoetion, L.I. 2003. Konversi Lahan Pertanian: Aspek Hukum dan Implementasinya. Prosoding Seminar Nasional Multifungsi dan Konversi Lahan Pertanian.
Mukhamad Kurniawan, 2006, Petani, Kuli di Lahan Sendiri, Fokus Kompas, 25 Nov 2006
Sri Hartati Samhadi,2006, Kambing Hitam Kemiskinan, Fokus Kompas, 25 Nov 2006
http://www.tubasmedia.com/berita/mendag-rachmat-gobel-diminta-tangkap-mafia-beras/




No comments:

Post a Comment

Sudah Saatnya Dilakukan Deradikalisasi di Tubuh TNI-Polri

D. Jarwoko Peristiwa penusukan Menko Polhukam Wiranto oleh anggota Jamaah JAD di Menes, Pandeglang beberapa hari lalu setidaknya membua...