Friday, October 4, 2019

KAJIAN YURIDIS TERHADAP TINDAK PIDANA PROSTITUSI DENGAN MENGGUNAKAN SARANA MEDIA ONLINE





KAJIAN YURIDIS TERHADAP TINDAK PIDANA PROSTITUSI DENGAN MENGGUNAKAN SARANA MEDIA ONLINE

RUMADI1

Dosen Fakultas Hukum Universitas Wisnuwardhana

Abstraksi :

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui secara yuridis mengenai tindak pidana   prostitusi   melalui media online dengan menggunakan kajian normatif, yaitu pendekatan yang didasarkan pada kaidah-kaidah yang terdapat dalam peraturan perundang-undangan didapatkan hasil Prostitusi online dapat terjadi karena adanya akses yang sangat mudah dan juga begitu bebas, Adanya website atau forum yang secara khusus berkecimpung di dunia prostitusi online semakin menegaskan bahwa praktek haram ini sudah sangat terorganisir. Mereka biasanya mengunjungi forum atau website tersebut, didalamnya sudah ruang khusus yang membahas mengenai kegiatan ini, kita tinggal memilih gadis-gadis didalamnya dipaparkan dengan jelas seperti apa gadis-gadis psk ini dari mulai tarif sampai bentuk tubuh. Setelah setuju tinggal menghubungi mucikarinya melalui telepon dan  praktek  prostitusi  melalui  media  online  ini  pun  terjadi.  Faktor-  faktor penyebab terjadinya praktek prostitusi melalui media online ini pada dasarnya sama dengan bagaimana praktek prostitusi biasa terjadi, faktor utaman biasanya adalah ekonomi, namun dalam praktek prostitusi melalui media online ini, faktor pendukung yang menjadi kunci utama sehingga kegiatan haram ini bisa terjadi, adanya internet yang memudahkan sehinggak praktek ini bisa terjadi.
Hukum positif menanggapi permasalah prostitusi melalui media online ini cukup  memuaskan  bagi  masyarakat,  walaupun  masih  ada  celah  didalamnya. Menggunakan tiga undang-undang yaitu Undang-Undang RI No.11 Tahun 2008
Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik, Undang-Undang RI No.44 Tahun
2009 Tentang Pornografi dan KUHP sudah cukup untuk menjerat para pelakunya, namun ada celah didalamnya seperti jika server dan pemilik website atau  forum prostitusi bukan warga negara Indonesia, maka dia dapat begitu saja lolos dari jeratan hukum Indonesia.
Sanksi bagi pelaku prostitusi online yang diatur pada UU ITE dan UU Pornografi menurut penulis masih kurang berat, sebab denda maksimal Rp. 1 miliar masih relatif kecil jika dibandingkan dengan keuntungan yang dapat diperoleh  dalam  mengelola  jaringan  prostitusi  online  ini.  Sedangkan  pidana penjara maksimal 6 tahun juga masih dianggap ringan jika mengingat prostitusi ini lebih berbahaya daripada bentuk-bentuk pornografi lainnya, sehingga kurang efektif untuk membuat pelaku jera ataupun menakut-nakuti orang lain melakukan kejahatan serupa.

Kata Kunci: tindak  pidana,  prostitusi, media online.


1 Alamat Korespondensi : abahrumadi@gmail.com

53 JURNAL ILMIAH HUKUM, Volume 11 Nomor 1 Periode Mei 2017 Hal 52-66







Abstraction:

This study aims to determine legally the crime of prostitution through media online using study normative approach based on the principles contained in the legislation the result prostitution online is due to easy access and also so free , existence of the website or forum that is specifically involved in prostitution online further confirms that the illegal practice has been very well organized. They usually visit the forum or website, there is a special room to discuss about this event, we just choose the girls in it are clearly like what the girls of this sex workers rates start to form the body. Having agreed to stay in touch over the phone pimps and prostitution through online media is already happening. Factors causing  prostitution  through  online  media  is  basically  the  same  as  how  the practice of prostitution is common, usually a major factor is the economy, but in the practice of prostitution through online media, supporting factors that will be key to the illegal activities of this can happen, the internet facilitates sehinggak practice this could happen.
Legal positive response to the problems of prostitution through media online good for the community, although there are still gaps in it. Using the three laws, namely the Law of the Republic of Indonesia No.11 of 2008 on Information and Electronic Transaction Law, RI No.44 Year 2009 on Pornography and Criminal Code is sufficient to trap the culprit, but there are gaps in it as if the server and the owner website or forum prostitution is not a citizen of Indonesia, then he can just escape the law of Indonesia.
Penalties   for   offenders   online   prostitution   arranged   in   ITE   and Pornography Act according to the author is still less severe, for a maximum fine of Rp. 1 billion is still relatively small when compared with the benefits that can be gained in managing prostitution ring online. The maximum imprisonment of 6 years and is still considered mild when considering prostitution is more dangerous than other forms of pornography more, making it less effective deterrent to perpetrators or scare other people do evil things.

Keywords: crime, prostitution, online media.




A.   PENDAHULUAN

Pelacuran merupakan salah satu kateori penyakit sosial yang berkem- bang di masyarakat atau lebih dikenal dengan patologi sosial (social pathology).  Salah  satu  sebab  terjadi nya patologi sosial ini, adalah secara psikologis  manusia  memiliki  nafsu-

nafsu  yang  merupakan  kekuatan sosial. Dalam kehidupan sosial kita melihat dinamik yang dapat mengga- bungkan dan merenggangkan hubung an antara anggota masyarakat. Jika manusia hendak hidup wajar harus dapat memenuhi hasrat dan nafsu tadi. Seandainya  keinginan-keinginan  tadi







dapat  dipenuhi,  maka  hal  ini  dapat menimbulkan  ketegangan-ketegangan batin. Jika ketegangan-ketegangan ini meluas    dalam    masyarakat,    maka terjadilah    ketegangan    sosial.    Bila ketegangan  ini  tidak  segera  dipecah kan     dapat     berkembang     menjadi penyakit sosial. Hal ini dapat dilihat dari pendapat Gillin, sebagai berikut: Patologi   sosial   ialah   suatu   gejala dimana  tidak  ada  persesuaian  antara berbagai unsur dari suatu keseluruhan, sehingga  dapat  membahayakan  kehi- dupan  kelompok,  atau  yang  sangat merintangi pemuasan keinginan funda mental dari anggota-anggotanya deng- an   akibat  bahwa  pengikatan  sosial patah   sama   sekali”   (Gillin   dalam Chazawi 2011). 2
Permasalahan prostitusi seakan

tidak akan pernah selesai bahkan dirasakan semakin eksis hingga sekarang dan bahkan semakin canggih metode yang digunakan. Kini Negara yang memiliki teknologi di bidang informasi dan komunikasi dipastikan dapat   menjadi   Negara   yang   maju



2  Adami     Chazawi     dan     Ardi     Ferdian,
2011. Tindak    Pidana    Informasi    dan Transaksi Elektronik, Bayu Media Publishing, Malang

apabila Negara tersebut dapat mengolah, memanfaatkan media terse- but secara bijak dan bertanggung jawab. Tetapi apa yang akan terjadi apabila sebuah Negara yang memiliki media ini tidak dapat memanfaatkan dan mengolahnya dengan bijak dan bertanggung jawab. Maka perkem- bangan  tersebut  bak  pisau  bermata dua, perkembangan media interaksi berbasis internet juga memiliki sisi negatif apabila Negara tersebut tidak dapat  mengolah  dan  memanfaatkan nya dengan baik.
Kejahatan dunia maya atau Cyber crime merupakan salah satu bentuk atau dimensi baru dari kejahat an masa kini yang mendapat perhatian luas   di   dunia   internasional.   Cyber crime  merupakan    salah    satu    sisi gelap dari kemajuan teknologi yang mempunyai dampak   negatif   sangat luas bagi seluruh bidang kehidupan modern    saat    ini. Dengan  memper- hatikan dampak negatif dari perkem- bangan cyber crime ini maka seyogyanya melakukan antisipasi terhadap upaya pencegahan dan penanggulangan cyber crime ini.3


3     Barda   Nawawi   Arief,   Tindak   Pidana
Mayantara:Perkembangan    Kajian     Cyber

K5a5jJiaUnRYNuAriLdiIsLTMerIAhaHdaHpUTKinUdMak, VPoidluamnae 1P1roNsotimtuosri1DPeenrgioadne Meni g20g1u7naHkaaln52S-a6r6ana
Media Online, Rumadi 54






Semakin maraknya aktivitas negatif  di  cyber  space  sangat dirasakan oleh masyarakat.   Apalagi dengan  beberapa  pemberitaan  di media    massa     tentang adanya prostitusi  cyber   di Jawa Timur dan Kota  Malang  beberapa  waktu  yang lalu dimana jaringan prostitusi yang diungkap ini cukup besar karena melibatkan mahasiswa dan menawarkan tarif yang cukup besar. Bisa dikatakan prostitusi online yang diungkap hari ini adalah jaringan prostitusi yang berskala besar dengan pelanggan   yang   luar   biasa,   Polda Jatim telah menetapkan dua tersangka kasus tersebut, pria berinisial AP (21 tahun) dan  perempuan  UY (22). AP merupakan mahasiswa di salah satu perguruan tinggi di Surabaya yang berasal dari Lamongan. AP bertindak sebagai perekrut mahasiswa.
Selama ini kasus prostitusi online yang diungkap Pola Jatim melalui jaringan  media  sosial  seperti Facebook, Twitter, dan Instagram. Namun,  kali  ini  jaringannya  bersifat
privat.        Kepolisian        melakukan

melalui  cyber  paper  yang  kami lakukan di Line dan WhatsApp, pola rekrutmennya   melalui   teman-teman AP sesama mahasiswa yang telah mengetahui jaringan tersebut. Cara merekrut disesuaikan dengan kebutuhan dan di lingkup mahasiswa tersebut. Para tersangka ini mendapat keuntungan  sebesar  30  persen  dari hasil transaksi. Kasus tersebut berhasil diungkap pada 18 Desember 2016. Kemudian pada 19 Desember. 4
Biasanya   Modus   yang   dipakai

mucikari  untuk  merekrut  para penyedia   jasa   ini   sangat   beragam, tetapi biasanya mucikari ini merekrut atau mencari gadis belia yang berpenampilan  menarik  untuk dijadikan  anak  buahnya  melalui layanan  chating dan sejenisnya yang beberapa tahun belakangan ini sudah menjadi trend di kalangan anak muda. Setelah mucikari berhasil merayu para gadis belia untuk menjadi    anak asuhannya, mereka biasanya akan langsung ditawarkan lewat website yang    dikelola    mucikari    tersebut
untuk  bisa  berkencan  dengan  gadis


penetrasi    masuk    ke    jaringan    itu                                                       
4

Crime  di  Indonesia,  RajaGrafindo  Persada, Jakarta, 2006, hal 1-2

kum/16/12/20/oih8hd361-polisi-ungkap- prostitusi-mahasiswa-di-surabaya-dan-malang







gadis muda ini, pada umumnya calon penyewa harus mendaftarkan diri dulu pada website dimana gadis-gadis tersebut dipamerkan. Calon penyewa akan mengisi formulir yang berisi nama, alamat, nomor telepon dan lainya. Setelah pendaftaran selesai calon   penyewa   bisa   langsung   me- milih  gadis  mana  yang  akan dikencani, lalu calon penyewa bisa mulai bernegosiasi harga. Setelah semua proses pendaftaran atau pemesanan selesai gadis pesanan akan diantarkan ke tempat yang telah disepakati.
Faktor kemiskinan yang melanda masyarakat negeri ini serta gaya hedonisme anak muda diteng- garai sebagai penyebab utamanya. Bahkan seorang siswa yang selalu ber- prestasi pun akhirnya memilih men- jadi PSK karena orang tuanya tidak mampu membiayai hidup dan juga sekolahnya. Tak hanya faktor ekonomi yang menjadi pemicu maraknya ABG menjadi PSK. Gaya hidup bebas (sosial) juga merupakan salah satu sebab yang tidak bisa kita pungkiri. Tidak sedikit dari para ABG yang mengaku  memilih  menjadi  PSK karena  sudah  terlanjur  dinodai  oleh

pacar pertamanya. Sehingga sudah tidak ada alasan yang menghalangi mereka untuk melakoni hidup sebagai PSK.
Dari latar belakang masalah di atas   diperlukan   adanya   pencegahan dan penanganan terhadap pelacuran menggunakan  media  online  serta kajian mengenai kebijakan penegakan hukum terhadap tindak pidana prostitusi cyber. Oleh sebab itu guna mencegah dan menanggulangi anca- man prostitusi online ini akan dikaji lebih dalam mengenai Kajian Yuridis Terhadap Tindak Pidana Prostitusi Dengan  Menggunakan  Sarana Media Online


1.    Prostitusi

Ada beberapa pendapat atau rumusan tentang pelacuran (prostitusi) menurut pendapat para sarjana, antara lain sebagai berikut:5
a.   W.A     BONGER,     prostitusi

adalah gejala kemasyarakatan dimana wanita menjual diri melakukan perbuatan-perbuat an seksual sebagai mata pencaharian.   Unsur   esensial

5 B Simandjuntak, Pengantar Kriminologi dan
Patologi Sosial, Tarsito, Bandung, 1981, hal
35








dalam pelacuran adalah motif ekonomis,  tanpa  motif  ini bukan pelacuran.
b. IWAN   BLOCH,   memberi batasan  pelacuran  sebagai suatu bentuk tertentu dari hubungan kelamin di luar perkawinan dengan pola ter- tentu, yakni kepada siapapun secara terbuka dan hamper selalu  dengan  pembayaran, baik untuk hubungan badan maupun kegiatan seks lainnya yang memberikan kepuasan yang diinginkan oleh yang bersangkutan.
c.   COMMENGE,  prostitusi  ada- lah suatu perbuatan dimana se orang wanita memperdagang kan atau menjual tubuhnya, yang dilakukan untuk mem peroleh pembayaran dari laki- laki yang datang membayarnya dan wanita tersebut  tidak  ada mata pencaharian nafkah lain dalam hidupnya, kecuali  yang diperoleh dengan melakukan hubungan      sebentar-sebentar
dengan banyak orang.

penyerahan badan wanita dengan menerima bayaran kepada orang banyak guna pemuasan nafsu seksuil orang itu.
Prostitusi menurut James A. Inciardi   sebagaimana   dikutip   oleh Topo  Santoso  merupakan  The offering of sexual relations for monetary or other gain(penawaran hubungan seksual untuk memperoleh uang atau keuntungan lainnya). Jadi prostitusi adalah seks untuk penca- harian, terkandung beberapa tujuan yang ingin diperoleh, biasanya berupa uang.   Termasuk   didalamnya   bukan saja persetubuhan tetapi juga setiap bentuk  hubungan  seksual  dengan orang lain untuk (prostitute), mucikari atau  germo  (pimp)  dan     pelanggan nya (client) yang dapat dilakukan secara kovensional maupun melalui dunia maya.6


2.   Tindak     Pidana     prostitusi

Online.

Prostitusi cyber   adalah kegia- tan   menawarkan   jasa   pelayanan
seksual melalui dunia maya.


d.   PAULUS   MOEDIKDO   MO-                                                     
6 Topo Santoso, Seksualitas dan Hukum

ELJONO,    pelacuran    adalah

Pidana, Ind-Hill-Co, Jakarta, 1997, hal. 134







Melihat stratifikasi praktik prostitusi sebagaimana    yang  dikemukakan  di atas sebelumnya,      maka prostitusi cyber berada pada praktik prostitusi dengan posisi tertinggi dimana pelacur dapat dipesan melalui media cyber.
Prostitusi cyber merupakan bagian  dari  cyber  crime  yang  men- jadi  sisi gelap dari aktivitas di dunia maya. Barda Nawawi Arief bahkan dengan tegas menggolongkannya sebagai cyber crime di bidang kesu silaan  atau  secara sederhana diistilah kan dengan cyber sex. Lebih lanjut beliau dengan mengutip pendapat dari Peter Davif Goldberg mengatakan bahwa cyber sex adalah penggunaan internet untuk tujuan-tujuan seksual (the use of the internet for sexual purposes). Pandangan yang sama juga dikemukakan oleh David Greenflied yang mengatakan bahwa cyber sex adalah menggunakan komputer untuk setiap bentuk ekspresi atau kepuasan seksual (using the computer for any form of sexual expression or gratification). Dike-mukakan juga olehnya, bahwa cyber sex dapat dipan- dang sebagai kepuasan/kegembiraan maya (virtual gratification), dan suatu bentuk  dari  keintiman  (a  new  type

of    intimacy).    Patut    dicatat    juga bahwa hubungan intim atau keintiman (intimacy) itu dapat juga mengandung arti hubungan seksual atau perzinahan. Ini berarti  cyber  sex  merupakan bentuk baru dari perzinahan. Dengan demikian prostitusi cyber merupakan aktivitas prostitusi yang dilakukan melalui media internet dengan sistem operasi di cyber space.7


B.   METODE PENELITIAN

Penelitian direncanakan diawali dengan melakukan kajian literatur berupa konsep teori dan hasil-hasil penelitian  yang relevan.  Hasil kajian tersebut menjadi dasar untuk mengungkapkan permasalahan yang ada diseputar masalah Kajian Yuridis Terhadap Tindak Pidana Prostitusi Dengan  Menggunakan  Sarana Media Online.
Dalam penelitian ini, penulis menggunakan kajian normatif, yaitu pendekatan yang didasarkan pada kaidah-kaidah yang terdapat dalam peraturan perundang-undangan, de- ngan  memuat  deskripsi  yang  diteliti





7 Barda Nawawi Arief, Op.Cit, 2006, hal.179








berdasarkan tinjauan pustaka yang dilakukan dengan cermat dan mendalam.
Setelah data tersebut terkumpul, akan dianalisis secara deskriptif, dimaksud untuk memberikan gambar an secara jelas, sistematis,objektif dan kritis  yang  dipaparkan  mengenai fakta-fakta yang bersifat normatif tentang permasalahan yang dibahas, dengan berusaha menyajikan bahan yang relevan dan mendukung.


C.   HASIL DAN PEMBAHASAN

1.    Kajian  Yuridis  Terhadap  Pros titusi Online Dalam Undang- Undang  RI NO.11  Tahun  2008
Tentang   Informasi   dan   Tran saksi Elektronik
Undang-Undang RI NO.11 Tahun

2008 Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) tidak menyebut kan kata prostitusi dalam  semua pasal nya. Kecuali pada pasal 27 yang berisikan tentang berbuatan-perbuatan yang dilarang, menyebutkan kata kesusilaan yang menyangkut kepada hal-hal yang berbau pornografi. Isi Pasal   27   UU   ITE   yaitu   sebagai berikut:

(1) Setiap     Orang     dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau me ntransmisikan dan/atau me mbuat dapat diaksesnya Infor masi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang memiliki muatan yang me langgar kesusilaan. (2) Setiap Orang dengan sengaja     dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan
/atau membuat dapat   diak sesnya Informasi Elek tronik dan/atau Dokumen Elek tronik yang memiliki muatan perjudian. (3)Setiap Orang dengan   sengaja   dan   tanpa hak mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya Informasi Elek tronik dan/atau Dokumen Elektronik yang memiliki muatan penghinaan dan/atau pencemaran nama baik.(4)Setiap Orang    dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau me ntransmisikan dan/atau mem buat dapat diaksesnya   Infor masi elektronik dan/atau doku men elektronik yang memiliki muatan pemerasan dan/atau pengancam8.
Pada Pasal 27 UU ITE,   tepatnya pada ayat (1) menyebutkan kata keasusilaan yang maksudnya menyang kut pada hal-hal bersifat kepornoan. Pasal  ini  tidak  menyebutkan  hal-hal apa sajakah yang dimaksud keasusila


8 Undang-undang RI No. 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik, Pasal 27







an tersebut. Sebenarnya ada beberapa pihak yang menjadi subyek dalam kejahatan prostitusi  online ini  yakni: Pengguna jasa,  Penyedia tempat layan an,   Pemilik website prostitusi online dan Pemilik server.
Pada pasal 27 ayat (1) tersebut, menyebutkan Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusik an dan/atau mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elek tronik…., sehingga yang menjadi subyek hukum yang dituntut pertang- gungjawaban pidananya dalam UU ini hanyalah pemilik website prostitusi online, yakni sebagai   orang yang mendistribusikan atau mentransmisi kan atau membuat dapat diaksesnya situs-situs porno atau prostitusi online tersebut. Kemudian yang dimaksud dengan yang memiliki muatan me- langgar  kesusilaan pada  pasal   ter sebut adalah jika memenuhi unsur- unsur sebagai berikut: 1) Tidak mengandung nilai melainkan hanya mengandung unsur yang membangkit kan nafsu birahi bagi yang melihat, memperhatikan atau pun mendengar nya.  2)  Bertentangan  dengan  nilai-

nilai atau norma-norma yang berlaku dalam masyarakat.9
Jadi jelaslah bahwa yang di maksud  prostitusi  online  yang diatur pada UU ITE tersebut adalah situs- situs yang menampilkan atau men- yediakan muatan-muatan melanggar kesusilaan yang tujuannya tiada lain hanyalah untuk menghasilkan uang dengan cara menampilkan gambar gadis-gadis pekerja seks komersial, tanpa tujuan lainnya seperti untuk keperluan pendidikan, terapi pengobatan, dan    lain sebagainya. Ketentuan mengenai sanksi dalam UU ITE ini termuat, yaitu pada pasal 45 ayat (1) tentang ketentuan pidana:
Setiap   Orang   yang   meme nuhi unsur sebagaimana dimaksud   dalam   Pasal   27 ayat (1), ayat (2), ayat (3), atau ayat (4) dipidana de- ngan pidana penjara paling lama  6  (enam)  tahun  dan/ atau denda paling banyak Rp.1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).

Pasal ini mengancam penjatuhan pidana bagi setiap orang yang melakukan beberapa kejahatan, yang salah   satunya   pasal   27   ayat   (1)

9 Lutfan Muntaqo, Porno: Definisi dan
Kontroversi, (Yogyakarta: Jagad Pustaka,
2006), hal 39








mengenai prostitusi online dengan pidana penjara maksimal 6 tahun dan/atau denda maksimal 1 miliar rupiah.


2.   Kajian       Yuridis       Terhadap

Prostitusi Online Dalam Undang

-Undang RI No.44 Tahun 2008

Tentang Pornografi

Pada Undang-Undang  RI No.44 Tahun 2008 Tentang Pornografi didalam setiap pasal dan ayatnya tidak menyebutkan secara jelas mengenai kata prostitusi sama seperti didalam Undang-Undang   RI   NO.11   Tahun
2008 Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE), apalagi secara spesifik  menyebut  kata  prostitusi online  yang menjadi  pembahasan dalam skripsi ini. Namun banyak terdapat pasal-pasal yang mengatur tentang tindakan-tindakan yang ber sifat pornografi. Untuk permasalahan prostitusi online yang banyak me libatkan banyak pihak, undang-undang ini lebih tegas dalam menyebukan pihak-pihak tersebut.
Sebelum lebih jauh membahas,

undang-undang  ini  memberikan  pen

pasal 1 ayat (1) penjelasan tersebut diberikan  secara  terperinci,  yang isinya yakni:
Pornografi adalah gambar, sketsa, ilustrasi, foto,   tulisan, suara, bunyi, gambar bergerak, animasi, kartun, percakapan, gerak tubuh, atau bentuk pes an lainnya melalui berbagai bentuk media komunikasi dan/ atau pertunjukan di muka umum, yang memuat keca bulan atau eksploitasi seksual yang melanggar norma kesu silaan dalam masyarakat.10


Dari semua yang disebutkan dalam pasal 1 ayat (1) undang-undang pornografi, hanya membatasi itu pada hal-hal yang membuat kecabulan ataueksploitasi seksual. Mengenai permasalah prostitusi undang-undang ini menyebutkannya dengan kata jasa pornografi yang terdapat pada pasal 1 ayat (2) yang isinya yakni:
Jasa pornografi adalah segala jenis layanan pornografi yang disediakan oleh orang perse orangan atau korporasi mela- lui pertunjukan langsung, tele- visi kabel, televisi teresterial, radio, telepon, internet, dan komunikasi elektronik lainnya serta surat kabar, majalah, dan barang cetakan lainnya.


jelasan  dari  apa  sebenarnya  yang  di                                                        


maksud  dengan  kata  pornografi,  di

10 Undang-Undang RI No.44 Tahun 2008
Tentang Pornografi pasal 1 ayat (1)







Dari semua yang disebutkan dalam pasal 1 ayat (1) undang-undang pornografi, hanya membatasi itu pada hal-hal yang membuat kecabulan atau eksploitasi seksual. Mengenai per masalah prostitusi undang-undang ini menyebutkannya dengan kata jasa pornografi yang terdapat pada pasal 1 ayat (2) yang isinya yakni:
Jasa pornografi adalah segala jenis layanan pornografi yang disediakan oleh orang perse orangan atau korporasi mela- lui pertunjukan langsung, tele- visi kabel, televisi  teresterial, radio, telepon, internet, dan komunikasi elektronik lainnya serta surat kabar, majalah, dan barang cetakan lainnya.

Praktek prostitusi yang diatur dalam undang-undang ini diperjelas pada pasal 4 ayat (2) huruf d yang isi pasal tersebut mengenai larangan serta pembatasan. Isi pasal 4 ayat (2) huruf d yakni:
Setiap orang dilarang menye diakan jasa pornografi yang menawarkan atau mengik lankan, baik langsung maupun tidak  langsung  layanan seksual.

Melihat  kembali  pasal  1  ayat (2) dan menghubungkannya dengan pasal 4 ayat (2) huruf d, maka praktek prostitusi  online  dapat  dipidanakan.

Karena telah  mememuhi  unsur-unsur pidana dalam pasal tersebut. Seperti unsur  kecabulan  dan  eksploitasi seksual  pada  pasal  1  ayat  (2)  dan unsur yang menawarkan jasa layanan seksual. Selain itu media internetpun sudah diatur yang menjadi media perantara kegiatan-kegiatan yang berujung pada pornografi seperti prostitusi online ini.
Mengenai pihak-pihak yang terlibat  dalam  praktek  prostitusi online, seperti mucikari, pemilik website atau forum, pekerja seks komersial  dan  pemilik  server. Undang-undang pornografi lebih jelas dan tegas dalam menyebutkan pihak- pihak tersebut. Pada pasal 7 undang- undang pornografi yang isinya yakni:
Setiap orang dilarang men danai atau memfasilitasi per buatan   sebagaimana   dimak sud dalam Pasal 4.

Pada pasal 7 undang-undang pornografi tersebut menyebutkan : Setiap orang dilarang mendanai atau memfasilitasi perbuatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4” sehingga yang dimaksud disini yaitu pihak yang mendanai atau memfasilitasi sehigga terjadi  perbuatan   yang  diatur  pada pasal 4 undang-undang prostitusi yang








terdiri dari dua ayat. Karena yang menjadi bahasan disini adalah mengenai prostitusi online, maka yang dikenakan bagi pihak pendukung atau memfasilitasi prostitusi online ini adalah pasal 4 ayat (2) huruf d karena memenuhi unsur adanya pihak yang memfasilitasi praktek prostitusi online yang  menawarkan  jasa  layanan seksual. Pemilik website pun dapat dipidana karena menawarkan pekerja seks  komersial  pada  websitenya, selain pula menjadi mucikarinya, dengan memfasilitasi pekerja seks komersial dengan orang yang ingin mendapatkan layanan seksual, seper tinya sudah cukup untuk menjerat pemilik website dengan undang- undang porografi ini khususnya pada pasal  4  dan  pasal  7.  Begitu  juga mereka pemilik server, tempat bagi pemilik website menempatkan data- data berisikan konten-konten yang intinya menawarkan jasa pekerja seks komersial.  Karena  kata  memfa silitasi” pada pasal 7 undang-undang pornografi sangat berarti luas, bisa berarti  memfasilitasi  secara langsung maupun  tidak  langsung.  Pemilik server disini menjadi pihak yang tidak

secara langsung menjadi pihak yang memfasilitasi sehingga terjadi praktek prostitusi online. Karena mereka membiarkan pemilik website prostitusi menempatkan data-datanya.
Undang-undang ITE dan undang -undang porografi yang telah disahkan di era modern pun masih terdapat celah didalamnya. Hal itu dikarenakan pembuat kebijakan sepertinya tidak duduk bersama para ahli  yang  benar-benar  mengerti tentang pembahasan undang-undang tersebut.   Walaupun   demikian,   kita tetap diboleh mengenyampingkan KUHP dalam menangani masalah ini. KUHP dapat digunakan sebagai pendamping dalam Jaksa atau hakim dalam mempertimbangkan hukuman yang akan diberikan kepada para pelakunya.


D.  PENUTUP

Setelah penyusun mendes kripsikan   dan   menganalisa   unsur- unsur  kejahatan  prostitusi  online, sanksi dan kriterianya dalam pemba hasan penelitian ini, maka dapat di ambil kesimpulan sebagai berikut: prostitusi  online dapat  terjadi  karena







adanya akses yang sangat mudah dan juga  begitu  bebas,  Adanya  website atau forum yang secara khusus berkecimpung  di  dunia  prostitusi online semakin menegaskan bahwa praktek haram ini sudah sangat terorganisir. Mereka biasanya mengun jungi forum atau website tersebut, didalamnya sudah ruang khusus yang membahas mengenai kegiatan ini, kita tinggal memilih gadis-gadis didalam nya  dipaparkan  dengan  jelas  seperti apa gadis-gadis psk ini dari mulai tarif sampai bentuk tubuh. Setelah setuju tinggal menghubungi mucikarinya melalui telepon dan praktek prostitusi melalui media online ini pun terjadi. Faktor- faktor penyebab terjadinya praktek  prostitusi  melalui  media online ini pada dasarnya sama dengan bagaimana praktek prostitusi biasa terjadi, faktor utaman biasanya adalah ekonomi, namun dalam  praktek pros titusi melalui media online ini, faktor pendukung yang menjadi kunci utama sehingga kegiatan haram ini bisa terjadi, adanya internet yang memu dahkan sehinggak praktek ini bisa terjadi.
Hukum positif menanggapi per masalah    prostitusi    melalui    media

online ini cukup memuaskan bagi masyarakat, walaupun masih ada celah didalamnya. Menggunakan tiga undang-undang yaitu Undang-Undang RI No.11 Tahun 2008 Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik, Undang-Undang   RI   No.44   Tahun
2009 Tentang Pornografi dan KUHP sudah cukup untuk menjerat para pelakunya, namun ada celah di dalamnya seperti jika server dan pemilik website atau  forum prostitusi bukan warga negara Indonesia, maka dia dapat begitu saja lolos dari jeratan hukum Indonesia.
Sanksi bagi pelaku prostitusi online yang diatur pada UU ITE dan UU Pornografi menurut penulis masih kurang berat, sebab denda maksimal Rp. 1 miliar masih relatif kecil jika dibandingkan  dengan  keuntungan yang dapat diperoleh dalam mengelola jaringan prostitusi online ini. Sedang kan pidana penjara maksimal 6 tahun juga masih dianggap ringan jika me- ngingat prostitusi ini lebih berbahaya daripada bentuk-bentuk pornografi lainnya, sehingga kurang efektif untuk membuat pelaku jera     ataupun menakut-nakuti orang lain melakukan kejahatan serupa.








Adapun hal yang disarankan adalah Sanksi untuk prostitusi online yang telah diatur dalam UU Informasi dan Transaksi Elektronik dan UU Pornografi tersebut, sebaiknya mencantumkan batas hukuman secara lebih tegas,  yakni dengan ditentukan batas minimum penjara atau denda. Sebab pada pasal-pasal tentang ketentuan pidana hanya mencan tumkan kalimat hukuman maksimal” atau paling lama untuk pidana penjara, dan paling banyak” untuk hukuman denda. Hal ini bertolak belakang  dari  Prostitusi  sebagai bentuk   kejahatan   yang   dipandang lebih berbahaya, meresahkan masya- rakat  dan  dampak  negatifnya  yang lebih luas daripada jenis pornografi lainnya, serta untuk menghindari ter jadinya adanya pemberian sanksi pidana yang relatif rendah.
Perlu dilakukan perjanjian- perjanjian ekstradisi dengan negara- negara lain, mengingat kejahatan ini bersifat   transborder atau lintas wila- yah, karena pada pembahasan sebelum nya dikatakan pemilik server bisa saja buka orang berkewarganegaraan Indonesia.   Dengan   kata   lain   diper

lukan kerjasama dengan negara tempat pemilik server yang membiarkan dan memfasilitasi adanya praktek pros- titusi ini.

E.  DAFTAR PUSTAKA A.  Buku
Adami   Chazawi,  Pelajaran  Hukum
Pidana,     PT     Raja     Grafindo
Persada, Jakarta
Adami        Chazawi        dan        Ardi Ferdian,    2011. Tindak    Pidana Informasi dan Transaksi Elektronik, Bayu Media Publishing, Malang
B    Simandjuntak,   1981.   Pengantar Kriminologi dan Patologi Sosial, Tarsito, Bandung
Barda Nawawi Arief, 2002. Kapita Selekta Hukum Pidana, Citra Aditya Bakti, Bandung
Barda  Nawawi  Arief,  2006.  Tindak
Pidana
Mayantara:Perkembangan Kajian Cyber Crime di Indonesia, RajaGrafindo Persada, Jakarta
Lutfan Muntaqo, Porno: Definisi dan Kontroversi, (Yogyakarta: Jagad Pustaka, 2006)
Rulli Nasrullah. 2015 Media Sosial : Perspektif Komunikasi, Budaya dan Sosioteknologi. Simbiosa Rekatama Media
Shiefti Dyah Alyusi, 2015. Media Sosial Interaksi, Identitas Dan Modal Sosial. Kencana Pernanda Media Group.

66 JURNAL ILMIAH HUKUM, Volume 11 Nomor 1 Periode Mei 2017 Hal 52-66







Topo Santoso, Seksualitas dan Hukum
Pidana, 1997. Ind-Hill-Co, Jakarta

B.   Artikel Jurnal
Unicef,  tanpa  tahun  edisi,   Lembar
Fakta Tentang Eksploitasi Seks Komersil dan Perdagangan Anak, Serial  Online, (Cited 2010  Sept.
23)

C.   Internet
Ari   Juliano   Gema,   Cyber   crime: Sebuah    Fenomena    di    Dunia Maya,    dapat    dijumpai   dalam situs  internet: http//www.theceli.com/dokumen/j urnal/ajo/a002.shtml.

D.   Peraturan Perundang-Undang

Kitab Undang Undang Hukum Pidana
Undang-Undang   RI   NO.11   Tahun
2008    Tentang    Informasi    dan
Transaksi Elektronik
Undang-Undang   RI   No.44   Tahun
2008 Tentang Pornografi

No comments:

Post a Comment

Sudah Saatnya Dilakukan Deradikalisasi di Tubuh TNI-Polri

D. Jarwoko Peristiwa penusukan Menko Polhukam Wiranto oleh anggota Jamaah JAD di Menes, Pandeglang beberapa hari lalu setidaknya membua...