PERANAN HUKUM SEBAGAI ALAT UNTUK MERUBAH
MASYARAKAT DALAM KEHIDUPAN SEHARI-HARI
A. Dasar Pemikiran
Salah satu
keharusan yang dicatat oleh sejarah yang tidak bisa dihindari manusia adalah
tuntutan dinamika, perubahan, perkembangan dan pembaharuan dalam kehidupannya,
baik dalam aspek ekonomi, politik, budaya, pendidikan, sosial maupun aspek
hukum. Pembaharuan itu menjadi konsekuensi logis historis yang mengikuti dan
mendasari kehidupan manusia.
Tuntutan
tersebut akan menjadi jawaban bagi pemenuhan kepentingan hidup manusia. Begitu
kepentingannya sudah terpenuhi, tidak lantas hal ini bisa dikatakan telah
berakhir atau mencapai puncaknya. Di tengah proses perjalanan hidup manusia itu
sebagai individu, anggota masyarakat dan sebagai warga negara, adalah terbuka
kemungkinan terjadi dialektika (diskursus), evaluasi dan reformasi untuk
melengkapinya atau mengisi berbagai kekurangan dan kepentingan-kepentingan
lainnya.
Begitu pula
dalam kehidupan bernegara, yang salah satunya menempatkan aspek hukum sebagai
suatu supremasi, yang menurut konstitusi kita (UUD 1945) telah menguatkan
posisi negara menjadi “negara hukum” (rechstaat), maka karya-karya legislatif
yang merupakan implementasi secara yuridis-organik dari konstitusi juga
mengharuskan adanya pembaharuan yang sejalan dengan konstitusi dan kepentingan
hidup, termasuk hak-hak warga negara.
Seperti kita
ketahui proses perubahan hukum (pembaharuan hukum) terus berjalan, seiring dengan laju sejarah
peradaban manusia. Tanda-tanda perubahan ini bisa dilihat dari adanya
pergeseran fungsi hukum, yaitu dari fungsi hukum sebagai sarana pencegah
konflik atau penyelesai konflik, yang sering disebut “sarana ketertiban dan
keamanan”, sampai pada “hukum sebagai sarana
pembangunan”.
Berarti
selama kurun waktu ini telah terjadi suatu pergolakan pembaharuan hukum yang
cukup spektakuler, mengingat posisi normatif yuridis atau eksistensi
teori-teori hukum telah mengalami perkembangan dan pembaharuan fungsi dan
orientasinya.
Semula
posisi fungsi hukum merupakan sarana pencegahan konflik, artinya berbagai kasus
yang timbul antar warga negara dengan negara dapat dijembatani oleh hukum untuk
diselesaikan, namun fungsi ini kemudian mengalami perkembangan dan pergeseran
(pembaharuan), yaitu bergeser pada hukum sebagai alat kepentingan pembangunan
atau yang populer disebut “hukum sebagai alat untuk menjaga kewibawaan negara”.
Gerakan
revolusi (bisa jadi ada yang menyebut hal demikian sebagai reformasi) biasanya
ditandai dengan kekerasan dan banyaknya jatuh korban. Seperti pada revolusi
Perancis tahun 1789 dan Revolusi Balshefik pada tahun 1917, yang keduanya telah
diwarnai dengan kekerasan, pengorbanan, termasuk terjadinya perusakan struktur
konstitusional dan hukum yang ada.
Akhirnya
digantilah konstitusi, pemaknaan teori-teori hukum dan tertib hukum yang lama
dengan yang baru, yaitu sejak konstitusi Jerman dan Jepang setelah perang dunia
ke II, sebagai hasil kemenangan melawan Rezim Nazi waktu itu. Pemaknaan
terhadap teori-teori hukum mengalami berbagai macam tafsir atau intepretasi
sesuai dengan perubahan hidup atau gesekan sejarah kehidupan politik suatu
rezim.
Hal itu
menunjukkan bahwa pergeseran pada aspek-aspek kehidupan lain dalam suatu bangsa,
apalagi jika perubahan-perubahan bersifat keras (radikal) atau menuntut
pergantian hal-hal mendasar, seperti tuntutan amandemen (perubahan/
pembaharuan/ kaji ulang) konstitusi, maka resikonya akan membawa perubahan
besar bagi kelangsungan hidup negara dan bangsa itu.
Berbagai
unsur sosial bukan tidak mungkin akan dihadapkan dengan pro- kontra, antara
unsur sosial yang tetap mempertahankan pola dan teori-teori yang sudah diakui
kebenarannya dengan unsur sosial lain yang menuntut adanya perubahan dan
pemaknaan ulang terhadap wacana lama yang telah diragukan kebenarannya dan
kemanfaatannya bagi kehidupan dan perkembangan bangsa.