Tuesday, July 28, 2015

NARKOBA MALAPETAKA BAGI GENERASI MUDA BANGSA

NARKOBA MALAPETAKA BAGI GENERASI MUDA BANGSA
Oleh:
Dr. H. Rumadi, SE., SH., M.Hum


Kata Narkoba kini semakin marak dibicarakan dan disalahgunakan di masyarakat, melibatkan semua golongan dari anak-anak sampai orang dewasa bahkan tidak mengenal tingkat sosial ekonomi rendah atau tinggi, baik yang terpelajar maupun tidak. Obat terlarang ini diklasifikasikan ke dalam beberapa golongan, yaitu : opioda (misalnya heroin, putauw), amfetamin (misalnya ecstasy, shabu-shabu), sedativa-hipnotika (misalnya valium, luminal), kanabis (misalnya ganja, marijuana), kokain, dan lain-lain, seperti gas yang dapat menguap (misalnya aica aibon).
Sesungguhnya Narkotika adalah bahan kimia yang bekerja mempengaruhi kerja susunan saraf pusat yang dapat menghilangkan rasa sakit dan menyebabkan stupor (klenger). Peredaran narkotika diatur oleh undang-undang. Narkotika dapat menyebabkan adiksi (kecanduan), karena jika seseorang mengkonsumsi narkotika, maka senyawa yang terkandung dalam narkotika tersebut akan menghambat pelepasan dan produksi zat serotonin (5-hidroksi triptamin). Senyawa ini sangat diperlukan sebagai transmiter syaraf, artinya zat ini bertugas mengantarkan informasi seluruh tubuh ke dalam syaraf pusat. Jika pemakaian narkotika dilakukan terus-menerus, maka berakibat rusaknya sel-sel syaraf pusat yang memproduksi serotonin itu. Akibatnya sistem transmisi syaraf mengalami gangguan atau syaraf menjadi kacau.

NKRI HARGA MATI Sebuah Perwujudan Rasa Nasionalisme Generasi Muda Era Reformasi

NKRI HARGA MATI
Sebuah Perwujudan Rasa Nasionalisme Generasi Muda Era Reformasi
Oleh:
Dr. H. Rumadi, SE., SH., M.Hum


NKRI HARGA MATI
Sebuah Perwujudan Rasa Nasionalisme Generasi Muda Era Reformasi
Oleh:
Dr. H. Rumadi, SE., SH., M.Hum


Pudarnya rasa nasionalisme generasi muda

Bergulirnya Era reformasi yang digelorakan oleh para mahasiswa di tahun 1998 membawa banyak perubahan di hampir segala bidang di Republik Indonesia. Ada perubahan yang positif dan bermanfaat bagi masyarakat, tapi tampaknya ada juga yang negatif dan pada gilirannya akan merugikan bagi keutuhan wilayah dan kedaulatan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Suasana keterbukaan pasca pemerintahan Orde Baru menyebabkan arus informasi dari segala penjuru dunia seolah tidak terbendung. Berbagai ideologi, mulai dari ekstrim kiri sampai ke ekstrim kanan, menarik perhatian bangsa kita, khususnya generasi muda, untuk dipelajari, dipahami dan diterapkan dalam upaya mencari jati diri bangsa setelah selama lebih dari 30 tahun merasa terbelenggu oleh sistem pemerintahan yang otoriter.
Suka atau tidak suka dampak buruk yang paling nyata dari euphoria dan kebebasan reformasi yang terkesan kebablasan adalah memudarnya semangat nasionalisme dan kecintaan pada negara. Perbedaan pendapat antar golongan atau ketidaksetujuan dengan kebijakan pemerintah adalah suatu hal yang wajar dalam suatu sistem politik yang demokratis. Namun berbagai tindakan anarkis, konflik SARA dan separatisme yang sering terjadi dengan mengatas namakan demokrasi menimbulkan kesan bahwa tidak ada lagi semangat kebersamaan sebagai suatu bangsa. Kepentingan kelompok, bahkan kepentingan pribadi, telah menjadi tujuan utama. Semangat untuk membela negara seolah telah memudar.
Hal ini membuka peluang ancaman dari luar untuk memporak porandakan kemerdekaan negara yang telah diraih dengan susah payah dan bersimbah darah oleh para pendahulu bangsa. Bentuk Potensi ancaman dari luar tampaknya akan lebih berbentuk upaya menghancurkan moral dan budaya bangsa melalui disinformasi, propaganda, peredaran narkotika dan obat-obat terlarang, film-film porno atau berbagai kegiatan kebudayaan asing yang mempengaruhi bangsa Indonesia terutama generasi muda, yang pada gilirannya dapat merusak budaya bangsa. Potensi ancaman dari luar lainnya adalah dalam bentuk "penjarahan" sumber daya alam Indonesia melalui eksploitasi sumber daya alam yang tidak terkontrol yang pada gilirannya dapat merusak lingkungan atau pembagian hasil yang tidak seimbang baik yang dilakukan secara "legal" maupun yang dilakukan melalui kolusi dengan pejabat pemerintah terkait sehingga meyebabkan kerugian bagi negara.

HUKUM YANG TAJAM KE BAWAH, TUMPUL KE ATAS MENJADI SIMBOL BARU KEADILAN DI INDONESIA

HUKUM YANG TAJAM KE BAWAH, TUMPUL KE ATAS
MENJADI SIMBOL BARU KEADILAN DI INDONESIA
Oleh:
Dr. H. Rumadi, SE., SH., M.Hum



Istilah Hukum tajam ke bawah namun tumpul ke atas ini mungkin sudah lumrah di masyarakat Indonesia saat ini maksud dari istilah tersebut adalah salah satu sindiran nyata bahwa keadilan di negeri ini lebih tajam menghukum masyarakat kelas menengah ke bawah, Coba bandingkan dengan para Koruptor yang notabene adalah para penjabat kelas ekonomi ke atas, baik mulai dari tingkat anggota DPRD kota hingga para mantan menteri pun terjerat dengan kasus korupsi.
Sebenarnya ada banyak kasus besar yang jelas-jelas merugikan negara karena ulah penggarong uang negara, nasib kasusnya tidak jelas. Para koruptor bebas berlenggang, berleha-leha di luar negeri, tidak tersentuh hukum.  Yang masih hangat baru-baru ini adalah Kisah yang dialami nenek Asyani (63) ini benar-benar menggambarkan pepatah yang populer di masyarakat, hukum di negeri ini tumpul ke atas, tajam ke bawah.

KARMIL

OPTIMALISASI PERAN SATKOWIL MELALUI BINTER DALAM  MEMBANTU PEMERINTAH MENGAMANKAN PENDISTRIBUSIAN PUPUK BERSUBSIDI
GUNA MEWUJUDKAN SWASEMBADA PANGAN


BAB I
PENDAHULUAN

1.   Umum
      a.   Satkowil sebagai satuan jajaran TNI AD yang sudah tergelar diseluruh wilayah dan  mempunyai  tugas  untuk melaksanakan  pemberdayaan  wilayah pertahanan di darat, dalam rangka mewujudkan ruang, alat, dan kondisi juang serta kemanunggalan TNI-Rakyat yang tangguh untuk kepentingan pertahanan negara. Salah satu kegiatan dalam menunjang tercapainya tugas pokok dalam pemberdayaan wilayah daratan tersebut, adalah dilaksanakannya Binter sebagai upaya terciptanya Kemanunggalan TNI–Rakyat untuk didayagunakan bagi kepentingan Pertahanan negara Matra Darat.  Salah satu tugasnya adalah membantu pemerintah mengamankan pendistribusian pupuk bersubsidi bagi para petani dari berbagai macam penyelewengan yang terjadi agar swasembada pangan dapat terwujud.
      b.   Dalam rangka mewujudkan ketahanan pangan nasional dan swasembada pangan, salah satu faktor sarana produksi yang sangat penting dalam peningkatan produktivitas dan produksi komoditas pertanian adalah pupuk. Pemerintah berkepentingan melakukan berbagai deregulasi kebijakan di bidang pupuk dengan maksud agar terwujud iklim yang kondusif bagi penyediaan pupuk di Indonesia, sehingga petani mudah dalam mendapatkan pupuk sesuai dengan kebutuhannya. Kebijakan tersebut antara lain pemberian subsidi harga pupuk bagi petani. Namun dalam pelaksanaan pendistribusian ini banyak menemui hambatan diantaranya ditemukan indikasi penjualan pupuk dengan harga diatas HET (Harga Eceran Tertinggi), penjualan pupuk kepada petani yang tidak terdaftar dalam RDKK, tidak dipasangnya spanduk pengumuman harga, penyaluran pupuk yang tidak sesuai dengan DO, keterlambatan distribusi, kelangkaan, pengantian kemasan, penimbunan, penjualan di luar wilayah distribusi, dan terdapat pengecer yang tidak resmi.

MEMPERKUAT KOMISI PEMBERANTASAN KORUPSI (KPK) SEMOGA TIDAK HANYA SEKEDAR JANJI

MEMPERKUAT KOMISI PEMBERANTASAN KORUPSI (KPK) SEMOGA TIDAK HANYA SEKEDAR JANJI
Oleh
OLEH: DR. H. RUMADI SE. SH, M.Hum


Diawali dari diterimanya gugatan praperadilan Komjen Budi Gunawan (BG) oleh pengadilan. Hakim Sarpin Rizaldi memutuskan bahwa penetapan tersangka Komisaris Jenderal Budi Gunawan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi tidak sah. Putusan itu dibacakan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. (sumber; kompas).  Peristiwa ini seolah Peristiwa ini menjadi preseden buruk bagi penegakan hukum di tanah air. BG dan kawan-kawan tentu sangat puas dengan hasil ini, namun tidak demikian dengan yang lainnya. Tapi inilah lakon hukum yang tengah kita saksikan bersama. Keputusan ini akan membawa efek yang sangat tidak baik, selain bagi penegakan hukum juga bagi pemberangusan praktek korupsi di tanah air.
Namun sang presiden masih kembali memulihkan kepercayaan masayarakat kepadanya dengan membatalkan pelantikan BG. Tapi teranyata membatalkan BG sebagai Kapolri bukan akhir dari segalanya, bukan “real happy ending” yang terajdi, pasalnya ada beberapa keputusan yang mengiringi keputusan tersebut, selain pengusulan Komjen Badrodin Haiti sebagai Cakapolri, penonaktifan duo Abraham Samad - Bambang Widjoyanto, presiden juga menunjuk pimpinan sementara KPK, dengan Taufiequrrachman Ruki sebagai Plt Ketua KPK, seorang purnawirawan bintang dua yang juga pernah menjadi pimpinan KPK edisi pertama.  Hal ini pun bukan langkah yang tepat untuk mendamaikan kedua institusi yang saling terlibat friksi ini.

MEMULIAKAN PETANI MEWUJUDKAN KEDAULATAN PANGAN

MEMULIAKAN PETANI MEWUJUDKAN KEDAULATAN PANGAN

PELTU. DR. H. RUMADI. SE. SH. M.Hum.
AJENDAM V/BRAWIJAYA


Setelah beberapa waktu lalu raykat di negara ini di pusingkan dengan naik turunnya barang kebutuhan pokok akibat naik turunnya BBM, kali ini yang menjadi trending topic dalam berbagai media adalah masalah kenaikan beras yang notabene adalah kebutuhan mendasar yang paling pokok di sektor pangan bagi bangsa ini.
Sesuatu yang sangat ironis sepertinya terjadi di negeri ini, Indonesia merupakan Negara agraris serta memiliki banyak sekali Sumber Daya Alam yang melimpah. Jika dilihat seharusnya Indonesia bisa mencukupi kebutuhan pangan masyarakatnya sendiri. Namun pada kenyataannya produksi pangan Indonesia masih melakukan impor pangan dari Negara lain karena produksi pangannya dianggap belum mampu mencukupi kebutuhan masyarakat Indonesia akan pangan. Bahkan Indonesia yang notabene dianggap sebagai Negara penghasil beras terbesar ketiga di dunia harus melakukan impor beras dari Negara-negara lain untuk bisa mencukupi kebutuhan beras masyarakat Indonesia.
Bahkan terkesan masalah kedaulatan pangan adalah jargon dari pemerintahan baru seperti “revolusi mental” yang cenderung hanya lips service dan sulit untuk di wujudkan. Pemerintah seolah tidak menyadari jika masalah kelangkaan beras sangat rawan karena bisa membuat rakyat menjadi marah dan pada suatu saat nanti akan bisa terjadi gejolak politik, apabila pemerintah tidak segera mengambil langkah langkah yang memihak pada rakyat.Tidak adanya daya beli sebagian masyarakat sebagai akibat masih tingginya angka kemiskinan dan pengangguran di Indonesia. Kita kembalikan lagi hal pada hati nurani para pemimpin negeri ini di manakah rasa nasionalismenya.

MENGKRITISI KEPUTUSAN HAKIM PADA SIDANG PRA PERADILAN KASUS “BG”

MENGKRITISI KEPUTUSAN HAKIM PADA
SIDANG PRA PERADILAN KASUS “BG” 

Oleh:
Dr. H. Rumadi, SE., SH., M.Hum



Teka-teki mengenai pra peradilan yang diajukan oleh Calon Kapolri Budi Gunawan atas penetapan tersangkanya yang dilakukan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi. Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, melalui hakim Praperadilan atas kasus tersebut, Sarpin Rizaldi, mengabulkan pra peradilan yang diajukan oleh BG atas penetapan tersangkanya. Pada intinya beberapa hal yang sangat patut untuk dikritisi lebih lanjut mengenai dasar penjatuhan putusan tersebut, yang jelas BERBEDA dari dasar penjatuhan yang dapat dijatuhkan menurut penulis dalam tulisan tersebut.
Sebuah putusan hakim yang sudah selayaknya dihormati Namun ada beberapa hal yang sangat patut untuk dikritisi lebih lanjut mengenai dasar penjatuhan putusan tersebut, ada 3 (tiga) dasar penjatuhan putusan tersebut yang sangat menjadi perhatian disini.

UPAYA DALAM MENGOPTIMALKAN IMPLEMENTASI KURIKULUM 2013

UPAYA DALAM MENGOPTIMALKAN IMPLEMENTASI
KURIKULUM 2013
Oleh
OLEH: DR. H. RUMADI SE. SH, M.Hum.


A.      Latar Belakang
Seiring dengan perkembangan zaman, kurikulum mengalami perkembangan yang siknifikan. Dengan keadaan yang semakin berkembang, teknologi yang semakin canggih, dan perkembangan sains pada zaman sekarang, maka kurikulum disusun menyesuaikan dengan perkembangan. Dari perkembangan maka kurikulum mengalami perubahan dengan bertahap untuk menyesuaikan dengan keadaan dan perubahan agar menjadi lebih baik.
Upaya penyempurnaan kurikulum demi mewujudkan sistem pendidikan Nasional yang kompetitif dan selalu relevan dengan perkembangan zaman ini terus dilakukan. Hai ini sejalan dengan tujuan pendidikan nasional kita untuk mewujudkan pendidikan yang berkualitas dan bermutu. Menghasilkan produk pendidikan yang kreatif, mandiri, produktif, dan juga memiliki karakter yang kuat.
            Beberapa upaya dapat dilakukan untuk optimalisasi (mengoptimalkan) implementasi kurikulum 2013. Upaya-upaya tersebut adalah: mendongkrak prestasi, penghargaan dan hadiah, membangun tim, program akselerasi, mengimplementasikan kurikulum melalui budaya, melibatkan masyarakat, menghemat biaya pendidikan, sistem informasi manajemen pendidikan dan membangun jiwa kewirausahaan.
            Dengan disiapkannya kurikulum 2013 ini menjadi tantangan bagi para guru (tenaga pendidik) untuk dapat menerapkan dan menyesuaikan kurikulum 2013. Pada kurikulum 2013, guru tidak lagi dibebani dengan kewajiban membuat silabus. Silabus dan bahan ajar di buat oleh pemerintah, sedangkan guru hanya menyiapkan RPP dan media pembelajaran. Dengan perubahan yang terjadi guru memaksimalkan dalam penyusunan materi yang berkaitan, penyampaian materi yang disesuaikan dengan tingkat kemampuan berfikir peserta didik agar dapat membangun karakter dan emosionalnya, serta penilaian yang sesuai.
            Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang terjadi seperti sekarang ini juga harus diikuti oleh setiap individu. Begitupun dalam dunia pendidikan, guru harus mampu dan siap menghadapi perubahan yang terjadi dilingkungannya  terutama dalam hal pendidikan. Dalam persiapan implementasi kurikulum 2013 masih banyak terjadi kekurangan yang bisa menghambat keberhasilan dari tujuan kurikulum 2013.

POLITIK DAN HUKUM DALAM SEBUAH HUBUNGAN KAUSALITAS DI INDONESIA

POLITIK DAN HUKUM DALAM SEBUAH HUBUNGAN KAUSALITAS DI INDONESIA
Oleh
DR. H. RUMADI SE. SH, M.Hum.


Latar Belakang
Hubungan kausalitas antara antara politik dan hukum sebagai bagian dalam sistem kemasyarakatan disebut-sebut hukum sebagai produk politik. Dari pendekatanm empirik hal itu merupakan suatu aksioma yang tak dapat diitawar lagi. Tepai ada juga para yuris yang lebih percaya dengan semacam mitos bahwa politiklah yang harus tunduk pada aturan hukum. Inipun , sebagai das sollen, tak dapat disalahkan begitu saja. Bahwa hukum adalah produk politik sehingga keadaan politik tetentua akan melahirakan hukum dengan karakter tertentu pula. kritik umum yang terlontar atas praktik hukum di Indonesia, terutama oleh kaum deterministik, meletakkan hukum sebagai alat kekuasaan. Fakta ini tentunya bisa dipahami, jikalau kita mengungkapkan sejumlah pelanggaraan dalam penyelenggaraan tata pemerintahan dan aktivitas sosial dengan mengatasnamakan hukum. Perangkat hukum kita, sepanjang orde baru, memang tercabik-cabik oleh kepentingan politik, yang pada akhirnya melahirkan ketidakpercayaan atas hukum. Inilah tragedi panjang, yang hingga hari ini masih melanda kehidupan hukum di Indonesia. Bagaimana gejala ini bisa dijelaskan? Strategi apa yang dapat dilakukan untuk mengembalikan hukum untuk menuju kaadilan?
Asumsi dasar dari pemikiran diatas adalah bahwa hukum merupakan produk politik sehingga karakter setiap produk hukum akan sangat ditentukan atau diwarnai oleh imbangan kekuatan atau konfigurasi politik yang melahirkannya. Hal ini berdasarkan kenyataan bahwa setiap produk hukum merupakan keputusan politik sehingga hukum dapat dilihat sebagai kristalisasi dari pemikiran politik yang saling berinteraksi dikalangan para politisi. Meskipun dari sudut “das sollen” ada pandangan bahwa politik harus tunduk pada ketentuan hukum, namun dari sudut “das sein” bahwa hukumlah yang dalam kenyataannya ditentukan oleh konfigurasi politik yang melahirkannya. Pada era Soekarno, politik adalah panglima, kemudian jargon ini digantikan dengan ekonomi dan pembangunan adalah panglima pada jaman Soeharto. Pembangunanisme (developmentalism) telah menjadikan rakyat sebagai obyek. Semua perbuatan negara selalu mengatasnamakan rakyat. Dan yang lebih memprihatinkan, hukum telah dijadikan alat dari negara untuk membenarkan setiap tindakan dari penguasa. Setiap hari kita melihat, mendengar bahwa di ibukota penggusuran sedang berlangsung terhadap ribuan warga pinggiran di ibukota, hanya dengan alasan bahwa mereka telah melanggar Perda DKI. Dalam logika seperti itu, hukum diberi fungsi, terutama, sebagai instrumen program pembangunan karena sebenarnya hukum bukanlah tujuan. Dengan demikian, dapat dipahami bahwa hukum diproduk dalam rangka memfasilitasi dan mendukung politik. Akibatnya, segala peraturan dan produk hukum yang dinilai tidak dapat mewujudkan stabilitas politik dan pertumbuhan ekonomi harus diubah atau dihapuskan. Dikalangan ahli hukum, minimal ada dua pendapat mengenai hubungan kausalitas antara politik dan hukum (Mahfud : 1999). Pertama kaum idealis yang lebih berdiri pada sudut “das sollen” yang mengatakan bahwa hukum harus mampu mengendalikan dan merekayasa perkembangan masyarakat, termasuk kehidupan politiknya. Tokohnya antara lain Roscoe Pound dengan “law as a tool of social engineering“. Adalah wajar jika ada keinginan untuk meletakkan hukum sebagai penentu arah perjalanan masyrakat karena dengan itu fungsi hukum untuk menjamin dan melindungi kepentingan masyarakatnya akan menjadi lebih relevan. Tetapi dari kaum realis seperti Von Savigny dengan “hukum selalu berkembang sesuai dengan perkembangan masyarakatnya“. Ini berarti bahwa hukum, mau tidak mau, menjadi independent variable atas keadaan diluarnya, terutama keadaan politiknya.
PELAKSANAAN HUKUMAN MATI  BAGI TERPIDANA KASUS NARKOBA (Sebuah Dilema Antara Penegakan HAM dan Supremasi Hukum di Indonesia)
Oleh
DR. H. RUMADI SE. SH, M.Hum.


A.   Latar Belakang
Pelaksanaan eksekusi mati 6 terpidana narkoba dan adanya penolakan Pemberian Grasi Oleh Presiden Jokowi kepada 64 terpidana mati (kasus narkoba) baru-baru ini memunculkan pro dan kontra. Banyak pihak yang mengecam hal tersebut, namun tidak sedikit pula yang mendukung langkah Presiden Jokowi tersebut. Langkah Jokowi menggunakan pendapat bahwa kejahatan narkoba berdampak pada perusakan generasi bangsa, maka sudah sewajarnya jika terpidana mati pada kasus narkoba ini mendapat hukuman mati. Namun beberapa pihak yang menentang, berpendapat jika hukuman mati terhadap pengedar narkoba bukanlah sebuah cara yang tepat untuk memberantas peredaran narkoba, hukuman mati juga dinilai beberapa kalangan, sama seperti mencabut hak asasi manusia yang fundamental.
Namun ada pula yang berpendapat jika hukuman mati merupakan penghilangan hak asasi yang fundamental dan meskipun hukuman mati dibenarkan secara agama, namun agama juga menyentuh aspek kemanusiaan, maka hukuman mati tidaklah mutlak dibenarkan. Pendapat yang menolak berpendapat bahwa membunuh pengedar narkoba bukanlah cara yang tepat untuk memberantas peredaran narkoba. Kalau Presiden Jokowi tidak mengerti HAM. Seharusnya jika ingin memberantas peredaran Narkoba, Pemerintah lebih memperketat pengawasan bea cukai yang menjadi jalan masuk perdagangan narkoba di negeri ini.
FRIKSI KPK VERSUS POLRI JANGAN
PENGARUHI KEPEMIMPINAN PRESIDEN


Adanya gesekan antara dua Institusi Hukum (KPK Dan POLRI) dalam masa 100 hari kepemimpinan Presiden Jokowi seakan menimbulkan tanda tanya besar terhadap gaya kepemimpinan presiden kita. Kondisi yang dipicu pencalonan  Kapolri oleh presiden seolah menjadi masalah yang berlarut-larut yang kini melibatkan berbagai elemen pemerintahan.  Kondisi yang terjadi di Republik Indonesia sekarang ini seperti sebuah negara yang gagal (failed States), maka tidak salah lagi jabawannya kunci untuk mengatasi kegagalan itu adalah sumber daya manusia (SDM) yang memiliki kualitas yang tinggi serta beretika, baik itu negarawan, politikus maupun aparatur pemerintahannya. Sebenarnya semua itu dapat diraih apabila kita memiliki kepemimpinan nasional yang hebat dan berkualitas dari berbagai macam aspek kemampuan.
Pemimpin organisasi haruslah dapat memahami dan belajar siapa dirinya, apa yang berarti bagi kehidupannya, dan kemudian mempunyai keberanian untuk bertindak dan memperjuangkannya. Dalam kasus friksi antara KPK dan Polri ini sebenarnya Presiden bisa dengan mudah menyelesaikan friksi antara kedua lembaga ini, presiden cukup menggunakan hak prerogatif-nya, dan bisa menyudahi rivalitas dua institusi itu. Namun saat ini semua seakan sudah tahu Presiden tidak leluasa lagi menggunakan kekuasaannya itu. Sebab, Presiden dipaksa harus mendengar dan memenuhi kepentingan para pendukungnya. Persoalan pun berkembang menjadi makin rumit, adalah konflik antara dua institusi KPK dan POLRI ini menjadi indikator utama berubahnya gaya kepemimpinan presiden yang dipilih langsung oleh rakyat ini. Presiden kita seolah diam saja ketika kekuatan politik pendukungnya, termasuk para relawan dan LSM, terang-terangan merampas hak prerogatifnya.

SUDDEN DEATH KPK VS POLRI

SUDDEN DEATH KPK VS POLRI
CICAK VS BUAYA ADALAH SIMBOL RUNTUHNYA
ETIKA HUKUM DAN ETIKA  BERBANGSA LEMBAGA NEGARA

OLEH: DR. H. RUMADI SE. SH, M.Hum.


Wacana mencuatnya kembali istilah Cicak VS Buaya atau KPK VS POLRI entah,  jilid yang keberapa saat ini seolah menegaskan adanya konflik berkepanjangan antar lembaga yang seharusnya menegakkan hukum di NKRI ini. Yang masih hangat di beritakan di berbagai media saat ini adalah tidak lama setelah KPK menetapkan tersangka terhadap Komisaris Jenderal Polisi Budi Gunawan, calon Kepala Polri, atas sangkaan menerima gratifikasi. Jumat pagi 23 Januari 2015, Markas Besar Polri menangkap salah satu pimpinan KPK Bambang Widjojanto atas tuduhan menyuruh seseorang memberikan keterangan palsu dalam persidangan di Mahkamah Konstitusi (MK).
Dari kejadian ini memang tidak salah bila banyak kalangan beranggapan bahwa penangkapan Bambang Widjojanto adalah bagian dari reaksi balasan Polri terhadap Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Memang sulit untuk tidak mengatakan bahwa dua kejadian diatas sebagai perseteruan antara dua institusi penegak hukum KPK VS POLRI, yang sebenarnya dari kejadian ini sebetulnya sangat tidak layak terjadi, dua lembaga yang seharusnya bersinergi dalam menegakkan hukum khususnya dalam pemberantasan korupsi baik di pusat maupun daerah, sekarang malah seolah terlihat saling menyerang dan melemahkan, ini wujud lemahnya supremasi hukum yang dipertontonkan ke dua lembaga penegak hukum yang seharusnya menjadi contoh rakyat Indonesia bahkan dunia.
Sebenarnya awal dari masalah ini adalah ketika presiden merekomendasi calon kapolri yang notabene bermasalah menurut KPK, namin dalam situasi seperti ini Presiden harus turun tangan meredamkan ketegangan, namun tidak mencampuri urusan hukum yang dijalankan kedua lembaga itu, jika hal ini terus di biarkan berkelanjutan pastinya akan mempengaruhi jalannya pemerintahan atau bahkan bisa mengganggu stabilitas Negara. Selain itu, tidak bisa dipungkuri juga bahwa selama ini institusi kepolisian di pandang masih buruk citranya dimata masyarakat, ini momentum tepat yang bisa digunkan untuk melakukan reformasi di tubuh Polri.

PERANAN HUKUM SEBAGAI ALAT UNTUK MERUBAH MASYARAKAT DALAM KEHIDUPAN SEHARI-HARI

PERANAN HUKUM SEBAGAI ALAT UNTUK MERUBAH MASYARAKAT DALAM KEHIDUPAN SEHARI-HARI




A.  Dasar Pemikiran
                  Salah satu keharusan yang dicatat oleh sejarah yang tidak bisa dihindari manusia adalah tuntutan dinamika, perubahan, perkembangan dan pembaharuan dalam kehidupannya, baik dalam aspek ekonomi, politik, budaya, pendidikan, sosial maupun aspek hukum. Pembaharuan itu menjadi konsekuensi logis historis yang mengikuti dan mendasari kehidupan manusia.
                  Tuntutan tersebut akan menjadi jawaban bagi pemenuhan kepentingan hidup manusia. Begitu kepentingannya sudah terpenuhi, tidak lantas hal ini bisa dikatakan telah berakhir atau mencapai puncaknya. Di tengah proses perjalanan hidup manusia itu sebagai individu, anggota masyarakat dan sebagai warga negara, adalah terbuka kemungkinan terjadi dialektika (diskursus), evaluasi dan reformasi untuk melengkapinya atau mengisi berbagai kekurangan dan kepentingan-kepentingan lainnya.
                  Begitu pula dalam kehidupan bernegara, yang salah satunya menempatkan aspek hukum sebagai suatu supremasi, yang menurut konstitusi kita (UUD 1945) telah menguatkan posisi negara menjadi “negara hukum”  (rechstaat), maka karya-karya legislatif yang merupakan implementasi secara yuridis-organik dari konstitusi juga mengharuskan adanya pembaharuan yang sejalan dengan konstitusi dan kepentingan hidup, termasuk hak-hak warga negara.
                  Seperti kita ketahui proses perubahan hukum (pembaharuan hukum)  terus berjalan, seiring dengan laju sejarah peradaban manusia. Tanda-tanda perubahan ini bisa dilihat dari adanya pergeseran fungsi hukum, yaitu dari fungsi hukum sebagai sarana pencegah konflik atau penyelesai konflik, yang sering disebut “sarana ketertiban dan keamanan”, sampai pada “hukum sebagai sarana  pembangunan”.
                  Berarti selama kurun waktu ini telah terjadi suatu pergolakan pembaharuan hukum yang cukup spektakuler, mengingat posisi normatif yuridis atau eksistensi teori-teori hukum telah mengalami perkembangan dan pembaharuan fungsi dan orientasinya.
                  Semula posisi fungsi hukum merupakan sarana pencegahan konflik, artinya berbagai kasus yang timbul antar warga negara dengan negara dapat dijembatani oleh hukum untuk diselesaikan, namun fungsi ini kemudian mengalami perkembangan dan pergeseran (pembaharuan), yaitu bergeser pada hukum sebagai alat kepentingan pembangunan atau yang populer disebut “hukum sebagai alat untuk menjaga kewibawaan negara”.
                  Gerakan revolusi (bisa jadi ada yang menyebut hal demikian sebagai reformasi) biasanya ditandai dengan kekerasan dan banyaknya jatuh korban. Seperti pada revolusi Perancis tahun 1789 dan Revolusi Balshefik pada tahun 1917, yang keduanya telah diwarnai dengan kekerasan, pengorbanan, termasuk terjadinya perusakan struktur konstitusional dan hukum yang ada.
                  Akhirnya digantilah konstitusi, pemaknaan teori-teori hukum dan tertib hukum yang lama dengan yang baru, yaitu sejak konstitusi Jerman dan Jepang setelah perang dunia ke II, sebagai hasil kemenangan melawan Rezim Nazi waktu itu. Pemaknaan terhadap teori-teori hukum mengalami berbagai macam tafsir atau intepretasi sesuai dengan perubahan hidup atau gesekan sejarah kehidupan politik suatu rezim.
                  Hal itu menunjukkan bahwa pergeseran pada aspek-aspek kehidupan lain dalam suatu bangsa, apalagi jika perubahan-perubahan bersifat keras (radikal) atau menuntut pergantian hal-hal mendasar, seperti tuntutan amandemen (perubahan/ pembaharuan/ kaji ulang) konstitusi, maka resikonya akan membawa perubahan besar bagi kelangsungan hidup negara dan bangsa itu.
                  Berbagai unsur sosial bukan tidak mungkin akan dihadapkan dengan pro- kontra, antara unsur sosial yang tetap mempertahankan pola dan teori-teori yang sudah diakui kebenarannya dengan unsur sosial lain yang menuntut adanya perubahan dan pemaknaan ulang terhadap wacana lama yang telah diragukan kebenarannya dan kemanfaatannya bagi kehidupan dan perkembangan bangsa.

Sudah Saatnya Dilakukan Deradikalisasi di Tubuh TNI-Polri

D. Jarwoko Peristiwa penusukan Menko Polhukam Wiranto oleh anggota Jamaah JAD di Menes, Pandeglang beberapa hari lalu setidaknya membua...